Anjani menatap Arsya penuh selidik. Memperhatikan gerak - gerik panik suaminya ntah karena apa. Keluar masuk kamar tidak jelas sedang melakukan apa.
"KAMU NGAPAIN SIH MAS?!" teriak Anjani kesal. Baru datang bukannya dikasih minum, malah disuruh nonton tingkah anehnya Arsya.
Arsya yang baru mau kembali masuk kedalam kamar berhenti, menatap Anjani kikuk, lalu mengeluarkan cengiran bodohnya.
"Itu.. Hm.. Iya ya, mas ngapain ya daritadi?" ujar Arsya membuat Anjani menahan bibirnya supaya tidak kebablasan mengumpati suaminya itu.
Anjani bangkit dari duduknya, berjalan menghampiri Arsya lalu menempelkan telapak tangannya pada kening pria itu.
"Oh, panas," kata Anjani lalu membawa Arsya masuk kedalam kamar.
"Tidur, mas masih demam," titah Anjani, Arsya segera merebahkan dirinya diatas ranjang nurut.
Anjani melangkah keluar, menuju dapur. Menyeduhkan Arsya segelas teh manis anget. Karena apapun sakitnya, teh
Menyebalkan.Anjani paling nggak suka kalo liat Arsya lebih mementingkan pekerjaan atau tugas kuliah daripada dirinya, sedangkan mereka jarang punya waktu bersama.Arsya tuh ngerti nggak sih sama yang namanya memanfaatkan waktu?Nggak tau apa kalau nyari kesempatan buat mereka berada di satu atap yang sama itu nggak gampang.Segala cara udah Anjani lakukan buat menarik atensi suaminya itu. Dari mulai menaikan volume tivi hingga full, menghentak-hentakan kaki kesal, dan yang terakhir....Menimpuk kepala Arsya pakai remot AC.Dan itu berhasil."Nggak bisa dilanjut besok?" seru Anjani saat Arsya mendongak dan menatapnya bertanya. Arsya terlihat biasa saja walau Anjani sudah bersikap kurang ajar padanya.Arsya mengusap belakang kepalanya yang kena sasaran tadi, "Maunya gitu, tapi nanggung," jawab Arsya, lalu kembali fokus pada layar laptopnya lagi. Mengabaikan raut muka Anjani yang
Seminggu tinggal sama istri, akhirnya Arsya kembali merasakan rasanya diperlakukan layaknya seorang suami. Terakhir, empat bulan yang lalu Anjani melayani nya seperti ini. Iya, empat bulan yang lalu sebelum jarak memisahkan mereka.Untung saja urusan perkuliahan Anjani tinggal selangkah lagi, jadi ia tidak perlu menunggu lama-lama untuk kembali tinggal bersama."Nanti aku ke supermarket ya mas, kulkas udah kosong kayak dompet tanggung bulan," Seru Anjani sambil menyeduh susu hangat untuk Arsya."Iya, tapi nanti malam ya tunggu mas pulang kerja," jawab Arsya sambil menyicip susu hangat buatan sang istri. Kalo pagi Arsya memang kebiasaan minum susu daripada kopi. Kecuali kalo bergadangin tugas sampe pagi baru yang Arsya cari kopi."Emang mas gak capek? Aku bisa sendiri kok,""Nggak, pokoknya tunggu mas pulang."Anjani mengangguk nurut lalu memindahkan nasi gorengnya ke wadah, kemudian menyajikannya diatas meja mak
Arsya duduk sabar menunggu istrinya yang masih sibuk melihat - lihat skincare dan barang kebutuhan wanita lainnya dari setengah jam lalu. Sesuai janjinya, sepulang kerja Arsya langsung membawa sang istri ke mall alih - alih ke supermarket."Masss!!!" panggil Anjani yang sudah berdiri didepan meja kasir. "Bayar." ujarnya saat Arsya menoleh kearahnya.Arsya bangkit berdiri, menarik troli berisi sembako untuk keperluan rumahnya selama sebulan kedepan lalu berjalan menghampiri Anjani.Sesampainya dimeja kasir Arsya langsung mengeluarkan uangnya sebanyak total harga belanjaan sang istri. Daripada memakai kartu debit, Arsya lebih suka transaksi langsung pakai uang tunai."Sini aku aja yang dorong." seru Anjani sambil mengambil alih troli belanjaan dari tangan Arsya.Usai melakukan pembayaran, Anjani memimpin perjalanan mereka mengitari gedung mall. Wanita hamil itu tampaknya masih semangat menjalankan misinya menguras isi dompet sang suami.Arsya mering
Selepas kuliah Nisya membawa teman-temannya main kerumah. Rista dan Alisa ingin menuntaskan rasa penasaran mereka pada sosok saingan berat Nisya. Kurang kerjaan memang, tapi sekepo itu mereka dengan wujud istrinya bapak Cakrawala.Mereka ngobrol diteras rumah Nisya, sembari berharap sosok yang ia tunggu menampakkan batang hidungnya."Nis, Kenapa harus naksir sama suami orang sih?" tanya Rista yang paling menentang perasaan temannya itu."Namanya cinta gak bisa milih bakal jatuh ke siapa!" sih kompor Alisa menyahuti.Rista memutar bola matanya jengah, "Iya, paham. Tapikan kita bisa ngendaliin perasaan itu. Lo tau kan perasaan lo itu salah? Gak ada usaha buat udahin apa?" ujar Rista tak mau kalah.Nisya tersenyum simpul, matanya menatap lurus ke pintu kamar kost Arsya yang tertutup rapat, "Gak. Cowok kayak mas Arsya itu langka, dia beda." gumamnya.Kening Rista mengernyit bingung, "Beda gimana? Dia telurnya tiga?"
Anjani menghirup nafas lega ketika kakinya beranjak keluar dari ruang sidang. Kakinya yang lemas ia paksa berjalan menuju kursi di depannya. Duduk disana sembari mengatur nafasnya yang abnormal. Pertanyaan yang diajukan Dosennya tadi masih mampu Anjani tangani dan jawab dengan baik, tapi tatapan dan wajah datar Dosen penguji nya itu yang bikin kaki Anjani gemetar.Merasa sudah baikan, Anjani jadi tersadar. Kenapa hanya dia yang tidak disambut heboh saat keluar dari ruang sidang?Spontan bibirnya mengerucut, menatap iri mahasiswa lain yang memegang buket hadiah dari teman dan keluarga. Sedang dirinya duduk termenung sendiri di keramaian ini."Woi mama muda!"Familiar dengan suara yang menggema barusan, Anjani menoleh, merasa dirinya terpanggil. Dan benar saja, didepan sana, Jeka, Reihan dan Bara tengah berjalan kearahnya.Senyum Anjani mengembang, melihat orang - orang t
Arsya menarik lengan Anjani menyeretnya menuju kamar tak sabaran. Mengabaikan ringisan Anjani yang terseok-seok mengimbangi langkah lebarnya dibelakang."Mas lepas, sakit..."Bukannya menurut, Arsya malah menulikan rungunya. Terus berjalan tak perduli sekalipun Anjani kehabisan nafas setelah menaiki anak tangga, tangannya memegangi perutnya berharap sih dedek baik - baik saja disana.Sesampainya dikamar, Arsya langsung mengunci pintu. Rahang Arsya mengeras, mata elangnya menatap Anjani garang. Api cemburu benar-benar berefek besar pada Arsya."Kamu seharian sama laki-laki itu?" basa-basi memang bukan tipikal Arsya sekali.Anjani menunduk, enggan menjawab. Diabaikan Anjani, Arsya semakin memberang. Cekalannya kini berubah jadi cengkraman, mencengkram kedua bahu Anjani kencang. Anjani tersetak, kaget menerima perlakuan kasar Arsya terhadapnya.Bukan
Marah ke Arsya dengan jangka waktu yang lama itu seperti cobaan berat buat Anjani.Gimana ya, mau bersikap seolah baik-baik, tapi perlakuan Arsya semalem jelas melukai fisik dan hatinya. Mau marah dan ketus ke Arsya, tapi kelakuan Arsya pagi ini bikin Anjani ambyar terus.Arsya memang paling pinter bikin hati Anjani luluh lagi."Aduh, calon bunda makin seksi aja."Yaampun, itu congor kayak gak pernah di ngajiin.Anjani mendengus, melanjutkan kegiatan memasaknya tanpa memperdulikan Arsya yang duduk sambil memperhatikan gerak - geriknya."Masak apa sih, Bunda?" tanya Arsya lagi makin gencar menggoda Anjani.Anjani menghela nafas, berusaha sabar dengan kelakuan suaminya itu, "Berisik banget sih dari tadi, burung beo Papah aja kalah bawelnya sama kamu." cibir Anjani.Arsya terkikik kecil. Anjani kalau marah begitu buk
Niat hati sepulangnya dari rumah orang tuanya, Arsya mau langsung tancap gas ke Bandung. Tapi gak ada angin gak ada hujan, Chandra tiba-tiba ngusul kumpul bareng malam ini. Mau gak mau Arsya langsung muter balik arah mobilnya menuju rumah Chandra. Mumpung Arsya lagi di Jakarta juga, gak ada salahnya ngumpul sebentar.Anjani yang lagi sibuk nonton drama di hapenya setuju aja, udah lama juga gak ketemu sama para lelaki blangsak."Apa gak pusing nonton drama di hape pas lagi dimobil gini?" tanya Arsya melirik ke Anjani yang daritadi anteng betul nontonin Drama Korea di hapenya."Pusing. Pusing lihat Leeminho ganteng banget. Mana naik kuda putih gitu, kan jadi ngidam mau di boncengin." sahut Anjani sambil senyum - senyum centil.Arsya mendengus, pandangannya tetap terfokus pada jalanan di depannya, "Gak kasihan anak sendiri dizolimi terus. Tega banget kamu jadi ibu, Jan." balas Arsya.Anjani mendecak, menggerakan tubuhnya menca