Share

Bab 6

Author: lovelypurple
last update Last Updated: 2025-06-10 20:00:37

Keesokan harinya, suasana apartemen kembali seperti biasa. Arka terlihat sibuk dengan naskah syuting barunya, sementara Alya berusaha mengabaikan rasa tegang yang masih tertinggal dari malam sebelumnya.

Ia duduk di sofa sambil membuka laptop untuk membalas beberapa email kerja sama yang kini mulai datang sejak statusnya sebagai 'istri' Arka.

Arka keluar dari kamar kerja sambil merenggengkan tubuhnya.

"Ngapain?" tanyanya sambil melirik ke layar laptop Alya.

"Kerja," jawab Alya singkat. "Ada endorse masuk. Aku bales-balesin dulu."

Arka menghampiri Alya. Ia duduk disampingnya dan memiringkan kepala, pura-pura membaca isi layar.

"Hmm... kamu kelihatan keren juga ya, pas serius kayak gini," ujar Arka.

Alya melirik cepat, "Kamu kenapa?"

Arka menyandarkan punggung, menatap langit-langit.

"Nggak. Lagi pengen godain istri sendiri aja," ucapanya enteng.

Alya memutar bola mata, "Kita ini cuman kontrak, inget?"

"Kontraknya kan nggak ngatur aku dilarang ngerayu kamu," goda Arka.

Alya terdiam. Ada nada menggoda yang mulai sering ia dengar dari suara Arka belakangan ini. Tapi entah kenapa, bukannya kata-kata itu membuatnya risih ─ justru hal itu malah membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"Kalau kamu terus gitu, aku bisa salah paham," gumamnya pelan.

Arka menoleh cepat, “Mungkin memang niatku bikin kamu salah paham.”

Alya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Detik itu juga, Arka bangkit berdiri sambil tersenyum kecil.

"Tenang, aku nggak akan ganggu kamu kerja lagi. Tapi jangan heran kalau nanti aku makin sulit dibedakan ─mana akting, mana bukan," goda Arka lagi.

Alya hanya bisa menatap punggung Arka yang perlahan menjauh ke dapur. Ucapan itu menggema di pikirannya. Ia menarik napas panjang, lalu kembali menunduk ke laptop. Tapi pikirannya sudah tak lagi fokus.

Siang itu, matahari Jakarta bersinar terik. Alya mengenakan hoodie hitam dan masker, berusaha menyamar agar tak menarik perhatian. Ia membawa kantong berisi buah dan cemilan kesukaan Risa—adik satu-satunya yang kini jadi alasan terbesar ia bertahan.

Langkahnya cepat saat memasuki bangsal rumah sakit. Risa masih terbaring di ruangan VIP yang dibiayai oleh Arka, meski Alya tak pernah memintanya.

Saat pintu terbuka, Risa menoleh. Senyum cerah langsung mengembang di wajahnya yang mulai tampak lebih segar.

“Kak Alya!”

Alya melepas masker dan tersenyum. “Kamu udah keliatan lebih sehat. Hari ini pipimu udah nggak sepucat kemarin.”

Risa tertawa kecil, lalu duduk bersandar di ranjang. “Karena tiap buka medsos isinya berita kamu dan Kak Arka semua. Seru, jadi semangat sembuh.”

Alya meletakkan buah di meja, lalu duduk di kursi sebelah ranjang. “Kamu kebanyakan scroll TikTok, ya?”

“Ya gimana dong, Kak. Semua orang ngomongin kalian. Bahkan suster di sini sampai nanya, ‘Itu kakak kamu? Yang nikah sama Arka Mahendra?’” Risa menirukan gaya sok kagum, lalu tertawa lagi.

Alya ikut tertawa, meski hatinya sedikit mencelos.

Risa tiba-tiba menatap serius. “Tapi... beneran, Kak? Kalian nikah beneran?”

Alya terdiam. Suara monitor jantung di pojok ruangan terdengar sangat jelas.

Ia menunduk, menggenggam tangan adiknya. “Iya, Kakak nikah sama Arka... tapi cuma di atas kertas.”

Risa mengerutkan dahi. “Maksudnya?”

“Itu cuma pernikahan kontrak. Supaya publikasi Arka makin naik, citranya makin bagus. Dan... Kakak dibayar untuk itu.”

Risa terdiam lama. Wajahnya sulit dibaca.

“Kamu marah?” tanya Alya hati-hati.

Risa menggeleng pelan. “Nggak marah. Kaget aja. Tapi… kenapa mau? Kakak kelihatan capek banget.”

Alya tersenyum pahit. “Karena kamu. Karena biaya rumah sakit kamu. Karena ini satu-satunya cara cepat buat dapat uang dalam jumlah besar.”

Risa menggigit bibirnya. “Aku nggak pengen Kakak ngorbanin kebahagiaan cuma buat aku...”

“Kamu nggak nyusahin. Kamu alasan Kakak tetap kuat.” Alya mengusap kepala Risa lembut. “Lagipula. kita nggak tahu kedepannya. Kadang yang kita kira cuma sandiwara, bisa aja jadi kenyataan.”

Risa menatapnya tajam. “Kak... kamu suka sama Kak Arka?”

Alya terdiam, lalu menghela napas pelan.

“Entahlah. Kadang aku bingung... dia bisa sangat perhatian, sangat hangat... tapi bisa juga tiba-tiba dingin dan tak terjangkau.”

“Kayaknya... Kak Arka juga bingung,” kata Risa pelan. “Tapi satu hal yang aku tahu, Kak Alya bukan perempuan biasa. Siapa pun yang dekat sama Kakak, pasti pelan-pelan akan jatuh juga.”

Alya tersenyum kecil. Ia tahu, Risa selalu berusaha menguatkannya.

Namun, begitu meninggalkan rumah sakit dan kembali masuk ke mobil, senyum itu memudar. Ia menatap bayangan dirinya di kaca jendela.

Kontrak ini mungkin dimulai karena uang. Tapi perlahan, yang bermain bukan lagi sekadar logika. Hatinya mulai ikut terlibat. Dan itu... berbahaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 87 Sayonara Jakarta

    “Halo, Alya? Sayang, kamu baik-baik aja?” suara lembut Mama Indira langsung terdengar.“Aku baik, Ma,” jawab Alya pelan. “Ada yang mau aku bicarakan…” “Ya? Ada apa?” Alya menarik napas dalam. “Hari ini temanku, Lina, datang ke vila. Dia bawa info soal program residensi menulis. Tiga bulan, Ma. Di Kyoto.”Hening sejenak di ujung sana.“Kamu mau ikut?”“Aku nggak tahu bisa atau nggak. Tapi, sepertinya itu tempat yang bisa bantu aku pulih.”Suara Mama Indira terdengar pelan, namun hangat. “Kalau itu bisa bikin kamu tenang, ikutlah. Kamu berhak bahagia.”Alya menunduk. Matanya memanas. “Maafin Arka ya, Ma. Aku belum bisa.”“Nggak apa-apa, Nak. Kamu nggak harus maafin dia sekarang. Tapi kamu harus maafin dirimu sendiri dulu. Bersenang-senanglah di sana. Cari udara baru. Tulis yang kamu mau tulis. Nggak usah mikirin yang udah lewat.”“Terima kasih, Ma…”“Jaga diri baik-baik, ya.”“Iya, Ma. Aku pamit.”Setelah telepon ditutup, Alya menatap langit malam yang bertabur bintang. Untuk pertama

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 86 Retak

    “Sial. Barusan seseorang memotret!”Arka langsung berlari ke arah lorong, tapi yang tertinggal hanya bayangan langkah tergesa menjauh dan suara pintu darurat yang menutup pelan.Sasha berdiri membeku. Wajahnya masih memerah. "Tadi… itu—""Tutup mulutmu," desis Arka, matanya tajam, panik. "Kalau foto itu tersebar, habis sudah semua."Namun semuanya sudah terlambat.Keesokan harinya...Dunia hiburan mendadak gempar. Bahkan bisa dibilang meledak. Semua berawal dari satu foto yang memperlihatkan Arka dan Sasha yang tengah berciuman panas di lokasi syuting Cinta Kontrak Sang CEO.Meskipun fotonya tidak terlalu jelas, tapi sudut dan ekspresi keduanya tak bisa dibantah. Kepala mereka condong, bibir saling menempel, dan tangan Arka terlihat melingkar di pinggang Sasha. Bukan lagi asumsi. Itu bukti yang tak terbantahkan.Media bergerak cepat. Dalam hitungan jam, seluruh kanal infotainment baik televisi, portal daring, hingga akun-akun gossip memuat berita tersebut secara besar-besaran. Judul-j

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 85 Hiatus dari Dunia Hiburan

    Sudah hampir dua minggu sejak Alya keluar dari rumah sakit. Meski tubuhnya perlahan pulih dan ia bisa berjalan tanpa bantuan, ada sesuatu dalam dirinya yang terasa tak sama. Sesuatu yang ia sendiri belum mampu beri nama. Orang-orang di sekitarnya—Arka, Mama Indira, bahkan dokter pribadi keluarga—mengira ia telah benar-benar membaik. Tapi mereka tak tahu bahwa di dalam dada Alya, ada sisa-sisa luka yang belum sembuh. Hari itu, ia kembali ke lokasi syuting. Episode terakhir dari series Cinta Kontrak Sang CEO harus dirampungkan. Jadwalnya padat, kru sudah standby, dan semua mata tertuju padanya. Alya tersenyum kecil, mencoba terlihat siap. “Aku bisa,” katanya pagi itu pada Arka. Ia bahkan sempat bercermin lebih lama dari biasanya, memastikan bahwa wajahnya tidak lagi menyimpan ketakutan. Namun begitu turun dari mobil dan melangkah ke area set, semuanya terasa berbeda. Puluhan kru berlalu-lalang. Kamera berdiri tegak. Lampu sorot sudah menyala. Beberapa wartawan infotainment mulai men

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 84 Surat yang Tak Pernah Sampai

    “Aku tahu semua yang kita jalani akhir-akhir ini tidak mudah,” ucap Arka, suaranya terdengar pelan di antara jeda napas yang terasa berat. “Dunia seperti tak pernah berhenti melihat kita. Mengawasi. Menghakimi. Seolah kita nggak boleh salah. Bahkan jujur pun terasa seperti kesalahan.”Arka menunduk sejenak. Lalu menatap Alya kembali, kali ini lebih dalam. “Aku cuma ingin ajak kamu pergi. Engga jauh, tapi cukup untuk membuat kita lupa bahwa kita ini public figure. Pasangan kontrak. Atau dua orang yang dipaksa terlihat bahagia di depan kamera,” ungkapnya.Alya menunduk. Kata-kata Arka menembus tepat ke dadanya. Perempuan itu tak menyangka ada hari Dimana pria itu akan berkata sejujur itu.“Aku sudah cari tempatnya,” lanjut Arka. “Nggak mewah. Tapi tenang. Ada danau kecil. Rumah kayu sederhana. Dan yang paling penting, nggak ada sinyal. Nggak ada siapa pun yang tahu kita ada di sana.”Alya menoleh pelan. “Kenapa kamu ingin ajak aku ke sana, Ka?”Arka terdiam sejenak. Ia menghela napas,

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 83

    Hidup Alya kini menjadi terasa lebih tenang. Perempuan tak tahu apa yang terjadi. Namun ia merasa lebih lega karena Rio tak lagi menerornya. Sudah seminggu lamanya Alya di rawat di rumah sakit. Kondisi fisik perempuan itu mulai membaik, perlahan tapi pasti. Dan sebagai bagian dari pemulihan, dokter merekomendasikan sesi fisioterapi ringan setia pagi.Pukul sembilan tepat, seorang terapis bernama Bu Retno datang dengan senyum hangat dan clipboard di tangan."Selamat pagi, Ibu Alya," sapa Bu Retno dengan suara tenang. "Hari ini kita lanjut latihan berdiri dan jalan pendeka, ya. Jangan khawatir, saya akan dampingi langkah demi langkah."Alya hanya mengangguk pelan. Dengan bantuan perawat, ia berpindah dari ranjang ke kursi roda, lalu didorong menuju lorong fisioterapi di sisi barat rumah. Itu merupakan area rumah sakit yang lebih sepi dengan jendela besar menghadap taman kecil dan railing besok di dinding sepanjang koridor.Setelah perenggangan ringan sambil duduk, Alya berdiri perlahan

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 82

    Arka menatap layar ponsel Alya yang masih menyala. Pesan ancaman itu terpampang jelas di sana, dan di bagian atas hanya tertulis nomor asing, tanpa nama kontak.Ia menarik napas panjang, menahan gelombang amarah yang mulai menguasai dadanya. Tangannya terulur pelan, meraih ponsel itu dari meja samping. Ia membaca ulang kalimat ancaman tersebut, kata demi kata, memastikan tak ada yang terlewat."Kalau kamu gagal lagi kali ini, Alya, aku tidak akan segan menyentuh Risa lebih dulu."Rahang Arka mengeras. Matanya menatap tajam ke deretan angka di atas pesan itu. Deretan digit tanpa nama, tanpa identitas, tapi baginya sudah cukup untuk menyalakan bara di hatinya.Pelan, ia mengambil ponselnya sendiri. Jarinya bergerak cepat menyalin nomor asing itu, mengetiknya dengan teliti ke kontak barunya. Ia menamai kontak tersebut: “Peneror”.Jantungnya berdegup keras, bukan karena takut, melainkan karena amarah dan keteguhan hati yang semakin menguat.Arka menatap Alya yang tertidur lelah. Jemari g

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status