Share

5 - Pertemuan Tak Terduga

"Aku sudah berpesan padamu bukan? Kau harus ajak sahabat kita ini ke dokter, Kawan."

"Dia tidak membutuhkan perawatan medis, dia perlu seseorang mengisi hatinya, Michael." Erren dengan segera menimpatu ucapan sahabatnya.

"Haha. Kau sepertinya benar, Erren. Dia butuh wanita yang diajaknya kencan satu malam itu."

"Tapi, sayang wanita itu tidak menampakkan diri di sini. Sungguh sangat malang." Michael berucap santai dan menyeringai ke arah Ryder.

"Kita setiap hari hampir ke sini selama tiga bulan. Tidak ada hasil sama sekali," lanjut Michael.

"Kau benar. Kita berdua bahkan selalu setia menemani sahabat kita kemari agar dia bisa menemukan wanita satu malamnya."

Ryder masih memberikan seluruh atensi ke kedua sahabatnya. Memandang dengan tatapan tajam yang menunjukkan bagaimana dirinya tak suka akan celotehan Michael Sam dan Erren Verlen.

Namun, reaksinya tidak akan mendapat tanggapan yang serius. Tak bisa kedua sahabatnya itu melihat kesungguhan rasa kesal tengah menyelimutinya.

Akan tetap menjadi bahan ejekan bagi Michael dan Erren. Celotehan-celotehan canda dengan kata-kata sindiran pastinya masih ingin mereka tunjukkan.

"Ryder, aku yakin kau tidak bodoh."

Michael berkata setelah lima menit diam. Ucapan sang sahabat kali ini sukses membuat Ryder jadi mengerutkan kening. 

Harusnya ia tidak menaruh perhatian, tapi tak bisa juga mengabaikan begitu saja rasa ingin tahunya.

Ryder hendak bertanya. Namun, Michael seperti akan berbicara. Jadi, diurungkan niatannya.

"Gunakan jasa detektif swasta untuk temukan dia. Lebih mudah dibanding kau terus kemari."

"Kau terus ke sini tanpa hasil. Tidak ada jaminan kau akan bertemu dia."

Celotehan kedua sahabatnya harus Ryder akui benar. Ia pun akan mempertimbangkan ide yang diberikan Michael. Entah mengapa, Ryder tidak memikirkan jalan keluar seperti itu.

Dan, sebagai balasan atas ucapan Michael dan Erren tadi. Ryder pun mengangguk. Ia hendak meluncurkan ungkapan terima kasih, namun tak jadi karena melihat Rosen Green secara tiba-tiba.

Ryder mengenali dengan betul sosok wanita itu. Kedua matanya masih berfungsi begitu baik.

Ryder pun enggan membuang waktu yang semakin lama. Ia segera bangun dari kursinya. Jelas saja menimbulkan kecurigaan Michael dan Erren.

"Aku sudah menemukan dia lagi." Ryder pun berujar dengan nada begitu semangat.

Tak ditunggu respons kedua sahabatnya, segera saja kakinya menuju ke meja bar dimana Rosen Green tengah berada. Terletak sedikit menyudut.

Namun, tidak susah untuk Ryder jangkau. Tak sampai satu menit, ia sudah duduk tepat di sebelah Rosen. Bau minuman alkohol menyengat.

Ryder melihat dua botol tequilla ada di atas meja. Yang satu masih utuh. Yang lainnya hanya masih tersisa setengah saja. Disimpulkan bahwa Rosen sudah minum cukup banyak.

"Hai." Ryder langsung menyapa, saat wanita itu menoleh ke arahnya.

Mata mereka saling memandang, tapi Ryder seakan melihat kebingungan pada sepasang netra indah Rosen. Seperti wanita itu tak mengenalinya. 

Pandangan Rosen pun tak fokus. Ryder kembali menarik kesimpulan sendiri, bahwa wanita itu dalam keadaan mabuk.

"Haahh. Haruskah aku dipecat?"

"Kau dipecat? Kenapa bisa?" Ryder pun spontan bertanya. Merasa penasaran.

"Aku tidak suka menerima rayuan klien yang berlebihan. Tapi, atasanku bilang itu hal biasa saja."

"Cihh, aku tidak suka klien yang tua. Aku masih suka pria tampan dan gagah sepertimu, Sir."

Rosen tak mengingatnya. Ryder cukup merasa kecewa dan sedih. Namun, memaklumi jika wanita itu sedang berada di bawah pengaruh alkohol. Mungkin situasi berbeda, Rosen pasti tidak akan lupa dengan dirinya. Ryder yakin hal itu.

"Aku rasa kau sudah cukup mabuk, Miss Green," ujarnya sembari mengambil gelas milik Rosen yang sudah berisi vodka penuh.

Lalu, diminumnya semua. Tandas tak bersisa. 

"Aku akan mengantarmu pulang, Miss Rosen."

Ryder segera bangkit dari kursi. Lebih mendekat ke Rosen Green. Hendak meraih lengan wanita itu. Namun, handphone miliknya berdering.

Sang ibu yang menghubungi.

Tanpa berpikir macam-macam, Ryder segera saja mengangkat telepon dari orangtuanya.

Suara isakan sang ibu terdengar kencang. 

Mendadak perasaan Ryder tidak enak dan kacau. Ia yakin ada kejadian buruk sedang terjadi.

"Ada apa, Mom? Cepat katakan padaku."

Tak sampai lima detik Ryder menanti jawaban. Tepat setelah sang ibu memberi tahu saudara sulungnya mengalami kecelakaan, Ryder pun langsung menutup telepon.

Lalu, bergegas meninggalkan bar. 

Tidak jadi diantarnya pulang Rosen Green.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status