Share

A Bracelet of Love
A Bracelet of Love
Penulis: Jesy Rosa

Chapter 1

Ekspresi lelah membayang di wajah seorang pria bule jangkung berbola mata biru dengan garis wajah tegas mengesankan, yang lalu dengan serta merta disambut dengan keramahan bercampur kantuk oleh Sarah, "Selamat malam, Tuan. Selamat datang di penginapan kami." Anggukan kepala takzim Sarah membersamai keluarnya suara dari mulutnya yang meski diucapkan dengan sedikit sisa kesadaran akibat dominasi rasa kantuk, namun masih terdengar nyaring.

Tidak ada jawaban. Pria itu memandang dengan sigap ke arah Sarah begitu pertanyaan ditujukan kepadanya, namun tak memberikan kejelasan apapun selain binar mata yang terperangah. Sarah, yang kemudian teringat bahwa lawan bicaranya itu adalah orang asing, lantas bermaksud membenahi ucapannya, "Good eve—"

"Selamat malam. Terima kasih. Saya bahkan tidak sadar bahwa ini adalah penginapan."

"Oh," suara bernada sedikit terkejut terlontar dari lisan Sarah, dan segera dia pun sadar, bahwa posisi mereka berdua bahkan masih belum masuk area penginapan. Sarah yang berjalan dengan lelah, sepulang dari swalayan, kurang bisa berkonsentrasi dengan baik. Begitu melihat seorang musafir letih berjalan dengan gontai di samping penginapan kecil milik keluarganya, dia menganggap penghuni penginapannya akan segera bertambah satu, hingga lantas membuatnya menghadang sang musafir dan menyampaikan ucapan selamat datang tak diminta.

"Maaf, Tuan. Saya pasti mengejutkan Anda," kata Sarah, sedikit membungkukkan badan, meminta maaf. "Tapi ini memang penginapan, Tuan. Dan sepertinya Anda sangat lelah. Menginap di penginapan kami akan menjadi pilihan tepat bagi Anda, dan—ah, saya terkesan dengan kemampuan Anda dalam berbahasa Indonesia."

"Kalau begitu, saya rasa saya yang mengejutkan Anda," jawab sang musafir dengan tenang. "Tidak perlu terkejut. Saya memang cukup menguasai bahasa Indonesia. Dan kebetulan, saya juga ... em, tersesat."

Sarah mengangguk-anggukkan kepala sembari menyapukan pandangannya pada penampilan sang musafir yang terlihat tak membawa banyak barang. Sarah percaya dengan pengakuan pria itu, dan menduga bahwa dia tersesat saat sedang berjalan-jalan. "Menarik," gumam Sarah.

"Maaf?" kata sang musafir.

"Oh, maksud saya, pengalaman yang menarik, Tuan. Tersesat adalah bagian dari petualangan. Tidak akan jadi masalah jika Anda suka berpetualang."

"Oh, tersesat adalah bagian dari petualangan," ulang sang musafir pelan dengan ekspresi geli, namun kemudian dilanjutkan dengan menanggapi ucapan Sarah dengan ramah, "terima kasih. Anda telah membuat saya bisa bernafas lega. Paling tidak saya bisa istirahat di penginapan Anda malam ini, kalau begitu?"

"Tentu, Tuan. Mari," ucap Sarah sembari mempersilakan sang tamu berjalan mengikutinya, masuk ke halaman penginapan, yang disana, sang tamu berhenti sejenak memandang penampilan gedung penginapan itu dari arah depan. 

"Penginapan sederhana yang cukup manis," ucapnya pelan.

"Mari, Tuan," ulang Sarah. Sang tamu mengangguk dengan patuh, dan, segera setelah menyelesaikan semua urusan di meja depan, tanpa menunggu lama sang tamu pun diantar ke kamarnya. 

"Terima kasih," ucap sang tamu pada si pengantar ketika telah mencapai kamarnya.

"Sama-sama, Tuan."

"Arch, panggil saya Arch," timpal sang tamu. "Mungkin bagimu ini bisnis, tapi bagiku ini sebuah pertolongan. Bayangkan akan selelah apa diriku malam ini, kalau kau tidak menghadangku di depan penginapanmu, tadi."

Sarah tersenyum ramah dan mengangguk. Ketiadaan orang lain yang bisa membantunya tepat di detik itu, membuatnya harus mengantarkan tamunya itu sendiri ke kamarnya. "Tidak masalah, Tuan—maksud saya Arch. Segera beritahukan pada kami, jika Anda memerlukan sesuatu."

"Tidak. Terima kasih. Kau juga terlihat lelah. Istirahatlah! Aku tidak akan membutuhkan apapun sampai besok pagi."

Sarah kembali tersenyum takzim dan berujar dengan tenang—seolah tak peduli jika ekspresi ngantuknya telah menjadi sorotan, "Baik. Datanglah ke resto penginapan besok pagi, dan makan pagimu akan siap mulai jam tujuh pagi. Kami membatasinya hanya sampai jam sepuluh. Kuharap kau bisa beristirahat nyenyak malam ini."

Arch mengangguk. "Baiklah," katanya. Senyum ramah yang tak berlebihan mewarnai roman mukanya yang menyimpan karisma tak terelakkan bahkan meski dalam kondisi letih. Ketika si gadis pengantar hendak meninggalkannya, dia berujar, "Bagaimana aku harus memanggilmu, Nona?"

Sarah tersenyum ringan sembari berkata, "Sarah." 

Sarah lantas berlalu meninggalkan Arch yang kemudian menutup pintu kamarnya, bersiap untuk istirahat. Jawa telah membuatnya mampu melupakan kepenatan jiwanya yang sumber utamanya selalu berpusar pada urusan pekerjaan, dan di hari keduanya di Jawa Tengah ini, tepat sebelum dia memejamkan matanya, dia mengatakan pada dirinya sendiri—meniru apa yang diucapkan oleh Sarah, "Tersesat adalah bagian dari petualangan. Tidak terlalu buruk jika aku akhirnya mendapatkan penginapan cukup nyaman dengan pelayanan yang cukup baik."

Lelap segera membuai jiwa raga Arch hingga pemuda itu berlepas dari semua kelelahan yang menderanya. Didukung dengan kondisi tubuh yang bersih setelah mandi, pria itu berbaring di atas tempat tidur dengan nyaman dihiasi aroma tubuh yang segar. Peluh tidak lagi mengusiknya, dan penat tak menyisakan celah bagi apapun untuk bisa mengganggu tidur nyenyaknya. 

Ketika mentari telah beberapa saat menunjukkan sinarnya yang terhitung lembut di pagi harinya, Sarah, tepat di saat itu, telah berada di dapur, mengecek kesiapan semua bahan yang harus dimasak koki resto penginapan, yang meskipun menunya tak selengkap hotel berbintang, namun sudah cukup memadai dengan menyuguhkan dua jenis pilihan menu. Menu makanan Indonesia, dan menu makanan barat sederhana, seperti paket sarapan gaya Amerika, pasta, sandwich, dan beberapa menu sederhana lainnya. Jika para tamu ingin mencicipi makanan Indonesia, maka mereka dipastikan akan mendapatkan pilihan menu yang jauh lebih beragam, karena Sarah telah memilih koki-koki yang cukup handal, yang dia dapatkan atas rekomendasi salah seorang temannya.

Setelah menyerahkan sejumlah uang pada salah satu pegawai bagian dapur untuk dibelanjakan, Sarah berlalu menuju ke ruangan lain di samping dapur, di mana di sana dia berpapasan dengan seorang pegawai lain, yang mengatakan bahwa dia baru saja mendapat permintaan dari tamu yang datang semalam, bernama Arch, untuk mencucikan sebuah jaket. "Dia ingin aku mencucinya, dan mengeringkannya dengan cepat," kata si pegawai.

"Dia pasti ingin segera meninggalkan penginapan ini, dan kembali melanjutkan perjalanan liburannya. Semalam dia tersesat," ujar Sarah menanggapi.

"Bukan hal baru," gumam si pegawai.

"Lakukanlah dengan baik, Meira. Mungkin dia akan merekomendasikan tempat ini pada temannya, jika dia merasa puas dengan pelayanan tempat ini."

"Kudengar kau sendiri yang semalam melayani pendaftarannya?"

"Iya, benar. Aku melihatnya berjalan gontai di samping penginapan, lalu aku menghampirinya."

"Dia tampan, kan?" Meira berkata usil. Matanya menyiratkan kejahilan tingkat tinggi, dengan senyum yang semakin membuat ucapannya sulit untuk tak ditanggapi. Tapi, setelah sempat tersenyum, Sarah hanya mengatakan dengan tenang bahwa ketampanan dan kecantikan adahal pemandangan yang mudah didapatkan dewasa ini. Baik dari penduduk lokal, atau pun orang asing. Meira kembali tertawa jahil namun tak membantah, dan tepat saat dia merogoh saku jaket itu, dia memekik tajam, mendapati sebuah kotak perhiasan kecil berada di sana. 

"Oh, astaga!" seru Meira. "Lihatlah! Untung aku belum sampai mencucinya." Meira lalu membuka kotak itu.

"Kau tidak perlu membukanya, Meira. Langsung saja kembalikan pada Arch," ujar Sarah yang berjalan mendekat pada Meira, namun Meira yang tak menggubrisnya telah membuka kotak itu, dan mendapati sebuah gelang berlian rupawan memahkotai dengan anggun bagian dalam kotak itu. 

Meira dan Sarah diam terpukau melihat keindahan gelang itu. Namun seolah bersikap kompak, kesan keindahan perhiasan itu rupanya tak mengejutkan mereka terlalu lama. Bahkan dengan segera berganti dengan celetukan ringan dari Meira, "Mungkinkah ini untuk pacarnya?"

Sarah mengerutkan alis sekejap, lalu berujar, "Mungkin. Entahlah! Tapi kurasa, itu kemungkinan paling besar." Sarah melentikkan punggungnya, lalu menambahkan, "Kalau begitu segeralah kembalikan pada Arch."

"Aduh," tukas Meira, sembari menutup kotak itu lalu menyerahkannya pada Sarah, "tolong kau saja yang mengembalikannya, Sarah. Maaf, tapi aku harus ke toilet sebentar." Meira tanpa ba-bi-bu, langsung beralih menuju toilet, meninggalkan Sarah yang geleng-geleng kepala melihatnya.

Sarah mengijinkan temannya—yang sekaligus adalah karyawannya itu—untuk menyelesaikan keperluannya, dan ketika Sarah hendak beranjak menuju kamar Arch, suara adiknya tiba-tiba mengejutkannya, "Kak Sarah, ada telepon dari Kak Naura. Katanya penting."

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
awalnya aku pingin baca gara2 sinopsisnya yang menarik,dan chapter 1 nya ga mengecewakan! ga sabar pingin baca semuanya ... btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow~
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status