“Hah?” Stela meletakkan telapak tangan di dada kiri, merasakan jantung yang semakin berdebar kencang.
“Kenapa? Kamu nggak mau?”
“Bukan gitu, Pak. Saya—”
Dengan cepat Vincent menarik tengkuk Stela, lalu memagut bibirnya lama. Gadis itu berusaha melepaskannya, tapi tidak bisa. Vincent masih melabuhkan belaian bibirnya dengan memberi isapan dan lumatan. Bersyukur tirai ruangan itu tertutup sejak tadi, sehingga tidak ada yang bisa melihatnya dari luar.
“Apa itu nggak berarti bagi kamu, Stela?” tanya Vincent setelah tautan bibir mereka terlepas.
Mata cokelat lebar Stela perlahan terbuka.
“Sampai kapan kamu menghindar? Sudah cukup main-mainnya, Stela. Saya nggak ingin kamu menjauh dari saya lagi.”
Kening Stela berkerut mendengar perkataan Vincent.
“Kamu menjaga jarak dengan saya karena ingin bersikap profesional, ‘kan?” Vincent menatap lekat Stela.
Sakit kepala yang dirasakan Vincent kini terasa berkurang setelah minum obat pereda nyeri. Dia tidak mau mengkonsumsi obat penenang yang diberikan oleh Stela, karena bisa saja membuatnya tidur dan lupa dengan apa yang dilaluinya sejak pagi hingga sekarang.“Kita pulang sekarang ya?” bujuk Stela saat mereka duduk di kursi yang ada di dalam toko perhiasan.Vincent menggelengkan kepala. “Saya udah nggak apa-apa, Stela. Kita harus membeli cincinnya sekarang.”Gadis itu menarik napas panjang saat tidak berhasil membujuk Vincent pulang.“Ya udah, habis ini kita pulang. Kencan masih bisa weekend nanti. Kamu harus istirahat.”Vincent tersenyum sambil memandangi Stela, kemudian mengangguk.“Udah kuat berdiri?”Vincent mengangguk lagi. Stela mengulurkan tangan menyambut pria itu berdiri. Mereka berdua kembali bergerak ke tempat cincin yang tadi dilihat.“Tolong ambilkan yang
“Kamu kenapa?” tanya Vincent waktu menyadari perubahan raut wajah Stela.“Heuh? Nggak kenapa-napa,” jawab Stela berbohong.Vincent menyeka poni Stela dan menggerakkan ujung dagu ke depan. “Kayaknya ada sesuatu di pikiran kamu. Lagi mikirin pernikahan?”Stela menggelengkan kepala, lantas tersenyum singkat.“Apa sih yang bikin kamu jatuh cinta sama aku? Aku ini nggak cantik loh.” Pertanyaan yang selama ini hinggap di benak Stela akhirnya dimuntahkan juga.“Siapa bilang kamu nggak cantik?” Vincent tersenyum ringan, membuat perut Stela terasa diaduk-aduk lagi.“Nggak harus ada alasan untuk jatuh cinta sama seseorang, ‘kan? Ini masalah perasaan, Stela. Perasaan saya mengatakan, kamulah orang yang tepat menjadi calon istri saya,” jelasnya.“Gimana kalau perasaan kamu salah? Maksudnya bukan aku yang sebenarnya kamu cintai.”Kening Vincent berkeru
Stela duduk memandang dirinya di depan cermin. Wajahnya sedang dirias oleh Rizmanto alias Rizma, banci yang pernah make over dirinya pada hari pertama menjadi sekretaris gadungan Vincent. Dua jam lagi, dia resmi menjadi istri dari CEO stasiun TV berita nomor satu di Indonesia.“Yey beruntung bisa nikah sama Pak Vincent,” ujar Rizma sembari menyapukan eyeshadow di mata Stela.Stela hanya tersenyum menanggapi perkataan Rizma.“Akika turut bahagia, akhirnya dese bisa menemukan cinta sejati.” Rizma berhenti sejenak sebelum mengaplikasikan blush-on.“Yey diet ya? Ini pipi sekarang lebih tirus dari beberapa bulan lalu,” kata Rizma mematut wajah Stela.“Iya. Bahaya juga kalau nggak diet, bisa nggak muat nih kebaya,” balas Stela dengan pandangan masih lurus ke cermin.“Bener tuh. Makannya ‘kan banyak. Kalau nggak diet, bisa para
Stela duduk memandang dirinya di cermin. Saat ini dia berada di kamar hotel, tempatnya tidur selama satu minggu belakangan. Vincent masih berada di lobi hotel, menunggu Candra mengantarkan pakaiannya.Stela dan Vincent akan berbulan madu singkat terlebih dahulu di hotel, sebelum terbang ke London. Pada akhirnya Stela memutuskan untuk mengajak suaminya ke Green Park agar bisa melakukan terapi.“Gue beneran udah nikah sama Vincent?” gumam Stela pada diri sendiri.“Ini lagi nggak mimpi, ‘kan?” Seperti biasa dia mencubit diri sendiri, memastikan ini bukan mimpi.Dia ingat bagaimana gentle-nya Vincent saat mengucapkan kalimat kabul ketika akad nikah. Pria itu sama sekali tidak melakukan kesalahan. Kalimat yang diucapkan fasih dan lugas.“Aduh,” lirih Stela saat tubuhnya kembali menghadirkan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Gila, sekarang first night gue. Perut gue jad
Vincent kembali memagut bibir Stela dalam waktu yang lama. Tangannya kini mulai bergerak melepaskan kancing piyama yang dikenakan gadis itu satu per satu. Tidak sampai dua menit, bagian atas piyama terlepas dari tubuhnya.Perlahan kepala mereka mulai berjarak saat Vincent memundurkan kepalanya ke belakang. Mata elang pria itu memandangi tubuh atas istrinya yang hanya tertutup di bagian sensitif. Senyuman terukir di bibir pria itu saat melihat kulit Stela yang putih, juga bahunya yang indah.Stela masih memejamkan mata tidak berani memandang suaminya. Napas masih memburu karena aktivitas adu mulut barusan.“Buka matamu, Stela,” pinta Vincent dengan lembut tapi masih menyisakan kejantanan dari perkataannya.“Heuh?” Mata Stela mulai mengerjap dan terbuka lebar.“Kita ini udah suami istri, Stela. Kenapa kamu malu?” Vincent tersenyum lembut kepada istrinya.“Ma-maaf, aku gugup banget,” aku Stela ter
Please rememberAll my daysAs I erase, it becomes more vividEven though my heart will hurtI have to send you offPlease remember meI only loved youRemember Me – Gummy (Ost. Hotel Del Luna)Senyum manis merekah di bibir Vincent begitu matanya terbuka lebar. Dia menatap lembut wanita yang berbaring di sisi kiri tempat tidur.“Good morning, Sayang. Kamu sudah bangun?” sapa Vincent lembut.Mata cokelat Stela melebar seketika mendengar apa yang diucapkan suaminya. Bibirnya juga ikut merespons rasa terkejut.“Kamu ingat siapa aku?” tanya Stela dengan kening berkerut.“Kamu Stela, istri saya. Kita baru menikah kemarin,” jawab Vincent membuat Stela menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ada kebahagiaan menyelinap di dalam hati ketika pria itu masih ingat siapa dirinya.“Kamu ingat, Vin? Kamu tadi malam tidur, ‘kan
Begitu keluar dari kamar mandi, Stela langsung menutup mata ketika Vincent mendekat hanya mengenakan celana boxer. Jantungnya masih saja berdebar kencang melihat otot yang menghiasi tubuh suaminya itu.Vincent tersenyum usil melihat ekspresi istrinya, kemudian meraupnya ke dalam pelukan. Tanpa permisi, dia sudah memagut bibir Stela erat dengan tangan kanan sudah menyelinap ke balik handuk piyama yang dikenakan wanita itu.Handuk yang tadi membungkus kepala Stela kembali terlepas dan tergeletak di lantai, karena tangan kiri Vincent yang berada di tengkuknya. Hormon dopamin kembali terproduksi dengan cepat di tubuhnya. Tapi sekuat tenaga, ia berusaha kembali menyadarkan diri karena harus segera sarapan dan berangkat ke rumah sakit.“Vin,” bisik Stela tepat di depan bibir seksi Vincent.Vincent memundurkan sedikit kepala ke belakang.“Kita lanjutkan nanti aja ya?” pintanya dengan napas terengah karena tangan Vincent masih belum
Stela dan Vincent memilih sarapan di restoran hotel terlebih dahulu, sebelum berangkat ke rumah sakit. Omelette daging, nasi goreng, secangkir kopi, segelas susu hangat dan dua botol air mineral telah tersaji di atas meja.“Aku baru tahu kamu nggak suka sarapan yang berat-berat,” cetus Stela melihat suaminya menyuapkan potongan omelet ke dalam mulut.Vincent segera menelan omelette yang dikunyahnya. “Sejak dulu saya nggak terlalu suka sarapan berat. Bisa bikin ngantuk dan tubuh nggak fit.Stela menyuap satu sendok nasi goreng seafood yang dipesannya. “Ternyata banyak yang aku belum tahu tentang kamu.”“Pelan-pelan saja, Sayang. Saya juga harus tahu lebih banyak lagi tentang kamu.” Vincent membelai rambut pendek sebahu Stela. “Saya nggak sabar pengin mencicipi masakan kamu.”Wanita itu langsung tersedak mendengar perkataan suaminya. Segera diraih air mineral lalu meminu