Dari pagi menjelang siang pada hari pertama mereka di Hawai itu Maria mengajak Ares pergi jalan-jalan berdua, mengitari jalanan dan juga toko-toko souvenir disekitar, meninggalkan Edgar sendirian dirumah karena lelaki itu bilang harus bertemu Laras untuk mendengar laporan pekerjaan.
Maria tidak masalah, berjalan-jalan dengan Ares lebih dari sekedar menyenangkan, Maria bahkan sampai menenteng lima kantong belanjaan dari toko yang berbeda saking kalapnya.
Big iland punya banyak hal indah, dan Ares sangat menikmati panas dan juga indahnya tempat ini, ditambah dengan satu ice cream ditangan sudah lengkap kebahagiaan.
Acara shoping Maria selesai ketika Edgar menelfonya, bertanya Maria ada dimana dan tak butuh waktu lama lelaki itu sampai untuk menjemputnya, membawa istri dan anaknya untuk makan siang bersama.
Maria tau sekali, kepergian yang Edgar sebut dengan liburan ini praktis sebagai kunjungan dinas lelaki itu. Terbukti, Egdar menjemput Maria dengan kemeja
Satu ruangan tampak remang-remang, damar utama tak dinyalakan dan hanya ada satu lampu tidur yang berpendar.Edgar memasuki rumah dengan langkah berat, lelah, laki-laki yang menggunakan kemeja putih itu melirik pada jam di dinding, sudah pukul setengah dua belas namun ia baru sampai dirumah dan melepas sepatu. Janjinya akan bermain pasir dengan Ares sore hari ini diingkari, Edgar akan bersiap didiami oleh anaknya itu besok.Pria tampan yang baru selesai menegak air putih itu pun segera melangkahkan kaki menuju kamar tidur, membuka pintu dan melihat dua orang yang kesayangannya berbaring berdampingan diatas ranjang, sudah bersua mimpi, meninggalkannya yang terlambat pulang.Edgar tersenyum kecil, masuk kedalam kamar dan menutup pintu, setelah itu Edgar mendekati ranjang, menarik selimut agar menutupi sebagian tubuh Ares yang sudah terlelap dengan mulut terbuka, membuktikan seberapa lelapnya tidur anak empat tahun itu.Lalu dua manik mata Edgar beralih mena
Satu bulan telah berlalu.Pernikahan yang dijalani Maria dan Edgar berjalan dengan biasa, cekcok kecil dan juga selak garang khas Maria dalam menghadapi suami jahilnya.Liburan satu pekan mereka di Hawai tak seindah itu hingga harus dielu-elukan seperti liburan keluarga kecil kebanyakan para manusia diluar sana. Maria hanya bermain dengan Ares seperti biasa, pantai, jalan-jalan, dan Edgar sibuk dengan pekerjaannya. Setelah pekerjaan lelaki itu selesai Maria tak menunda untuk memaksa minta pulang.Dan Edgar juga cukup tau diri akan kemarahan istrinya, jadi lelaki tiga puluh tahun itu hanya mengangguk mengiyakan permintaan Maria. Pulang setelah satu minggu menetap disana.Maria dan Edgar juga sudah pisah rumah dengan Ardila seperti yang Edgar rencanakan dari awal. Hidup terpisah dari Ibu dan Mama, meninggali sebuah rumah bergaya modern di kawasan elit, rumah yang cukup besar dengan dua lantai, ada taman kecil dibelakang rumah dan bunga-bunga untuk Maria raw
Jam di dinding sudah menunjukan pukul enam lebih tiga puluh.Masa dimana manusia berkutat menyiapkan diri untuk kesibukan yang harus mereka lalui pada hari yang baru ini.Maria juga sama, barangkali ada yang lupa, Maria ini sudah jadi seorang ibu rumah tangga. Dan seperti tugas ibu rumah tangga lainnya, Maria memulai hari dengan membangunkan Edgar yang terbaring macam bangkai disampingnya. Membuka jendela, menyiapkan kemeja yang harus dipakai suamiya itu sebelum beranjak pergi ke kamar anaknya, membangunkan Ares.Setelah itu. Maria kembali lagi ke kamarnya, membangunkan Edgar lagi yang belum berhasil dibangunkan tadi.Menabok pundak laki-laki itu, menjambak rambutnya, sebelum mencubit bibir berisinya gemas karena Edgar tak kunjung bangun. Hingga akhirnya Edgar mulai bergerak, membuka mata, memberi tanda kehidupan, dan itu berarti Maria sudah bisa kembali ke kamar Ares untuk memandikan anak lelakinya itu.Tidak selalu lancar, kadang Edgar mala
--“Bener kan? lonte kan?”Seruan dengan nada songong itu keluar bersama satu dengusan sinis.Maria yang sedari tadi tengah memakan ice cream vanilla di mangkuknya dengan hikmat itu pun akhirnya mendongak. Menatap sahabatnya yang baru datang dan duduk si kursi sebelah, tiba-tiba saja marah-marah seperti sedang kemasukan penunggu pohon besar di depan café.Maria memasukan sendok kecil berisi ice cream miliknya kedalam mulut.“Hah?” sahut wanita dewasa bersurai pirang itu tak mengerti.Jane menyibak rambut panjangnya kebelakang, wanita berpipi tembam itu mengangkat satu sudut bibirnya. “Si Sabi tuh sengaja kasih-kasih tau kenangan-kenangan dulu sama Edgar biar lo nya minder.”Maria merasakan dingin dan manis lembutnya ice cream dimulutnya sudah tak terasa semanis sebelumnya.Oh. Jadi ini yang membuat Jane mencak-mencak tidak jelas, soal hal kecil yang Maria ceritakan dari ponsel tadi pagi? Bukan, Mari
--Sebuah kecupan lembut menjadi pengganggu dalam pertemuan indah Maria bersama mimpi. Menyapu halus dan familiar, Maria bahkan tak perlu membuka mata untuk tau siapa yang mencuri ciuman darinya tanpa ijin.Maria diam saja, setia memejamkan mata, tak membalas lumatan atau memberi tanda-tanda siuman. Ia memilih untuk berpura-pura tidur, sedang tak ingin berakhir berpeluh dengan Edgar seperti malam-malam biasa.“Mom,” bisik Edgar kemudian, lelaki itu beralih melumat telinga sebelum kemudian turun pada ceruk leher Maria. “Mau pura-pura tidur sampe kapan?”Maria masih tak melakukan apapun. Setia memejamkan mata.Dan ketika ia merasa Edgar menarik gaun tidurnya keatas, Maria baru bersedia membuka mata dan begitu terbuka mata Edgar lah yang pertama kali Maria lihat.Maria melirik kesamping sebentar, melihat Ares yang masih tidur dengan tenang dengan bantal-bantal disekitarnya.Laki-laki itu tersenyum kecil. Sengaja memprovokasi
--Maria membuka mata ketika fajar telah membayang. Wanita yang baru saja terbangun dari tidur nyenyak itu bergerak mencari kenyamanan, merubah posisi tidur meraba sisi ranjang di sampingnya. Setelah merasakan dingin dan juga kekosongan menyapa telapak tangannya Maria tak menunda untuk membuka mata.Melihat tempat tidur Edgar sebelumnya telah kosong.Lelaki itu sudah bangun dan entah sudah minggat kemana, sangat jarang terjadi. Tidak pernah malah. Ini pertama kalinya Edgar bangun lebih dulu dari Maria di rumah ini.Biasanya tiada hari tanpa jerit kesal Maria yang harus membuat suaminya bangkit dari kasur.Maria memejamkan mata sekilas, satu tangannya memegang dahi yang tiba-tiba terasa pening, satu tangan lainnya mengusap lembut perutnya yang berisi.Lalu ketika dirasa gelombang cinta yang hampir setiap hari dirasa itu datang Maria tak menunda untuk bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi dan menunduk didepan washtafle, menghembuskan napas lelah, setel
--“Berapa?” pertanyaan itu keluar dari mulut wanita cantik yang sudah rapih dengan kaos dan juga kulot panjangnya. Rambut Maria bahkan sudah ditata rapih karena hari ini berencana mengunjungi papa di rumah sakit setelah beberapa hari absen.Maria tidak diperbolehkan terlalu lama atau terlalu sering ke rumah sakit karena kehamilannya, kata Mama. Karena itu Maria hanya punya satu kali dalam satu minggu ke sana, itu pun harus pakai masker dan alat perlindungan diri lainnya.Dan apa?Rencana kunjungan Maria hari ini terancam gagal karena bukannya berkunjung menengok papa, dirumah Maria harus dihadapkan dengan orang sakit lainnya, Edgar tiba-tiba demam tinggi.Maria tidak terlalu terkejut sebenarnya, setelah lelah bekerja dan kemarin Edgar pulang malam, jam tidur tak cukup, lalu malah dilanjut berenang pagi-pagi, jelas saja pria tua itu sakit.Anak sulung Maria yang sudah tampan dengan pakaian rapih itu mengangkat satu benda panjang yang tadi
“Jadi lo emang suka ngintip suami istri lagi tidur atau gimana?”Perlu diingat bahwa ini merupakan kali pertama Maria berkata pada Sabina menggunakan nada yang kurang bersahabat. Terkesan songong dan terang saja nada tak sukanya. Entah, biasanya Maria tenang seperti air danau, tapi, kini egonya tersentil melihat tatapan mata menilai dan juga senyum mengejek yang sembunyi-sembunyi dari Sabina.Mungkin hormone kehamilan membuat Maria lebih sensi, karena bahkan saat memergoki mantan kekasih selingkuh dulu Maria hanya memotretnya, mengirimkan secara langsung tanpa pergi ke tempat lain, melihat betapa paniknya wajah si bajingan, tak terlalu suka membuat drama kampungan Maria hanya berkata putus, sudah, selebihnya Maria pergi untuk menenangkan diri, galau dan kalau sudah selesai Maria kembali lagi seperti dirinya yang biasa.Menunjukan ketidak sukaan dan menciptakan kisah dramatis bukan Maria sekali, apalagi jika itu berhubungan dengan lelaki, Maria paling