Sonia sedang asyik menikmati acara televisi saat pintu rumahnya di ketuk. Gilang pun baru saja kembali ke kantor setelah makan siang. "Ma, itu ada yang ketuk pintu."
"Suruh Tuti aja yang buka. Mama males mau gerak. Kamu liat dong perut mama ni," ujar Sonia. Davina hanya menggelengkan kepalanya lalu bergegas memanggil Tuti, asisten rumah tangga mereka untuk membuka pintu.
Tak lama terdengar suara orang berbincang di depan rumah, lalu Tuti pun memghampiri Sonia.
"Bu, ada yang cari Ibu."
"Siapa Bik?"
"Nggak tau bu. Saya nggak pernah liat orangnya pernah kemari."
"Lagi cari kos nggak? Kalo cari kos, bilang aja kamarnya udah penuh, sisa satu yang paling pojok, tapi nggak pake AC."
"Nggak bu, saya udah tanya tadi. Dia bilang cari Bu Sonia."
Sonia menghela napas panjang, ia merasa malas sebenarnya untuk beranjak dari tempat duduknya. Kehamilannya yang kedua ini memang membuatnya
Fahira memandangi ponsel di tangannya. Ia baru saja menelpon ceu Inayah untuk menanyakan kabar. Dan ternyata ia mendapat kabar tentang Hesti. Fahira memang pernah sakit hati kepada Hesti. Tapi, ia sama sekali tidak merasa dendam. Fahira percaya, jika semua itu sudah takdir Ilahi yang ingin memberikan yang jauh lebih baik untuk hidupnya. Fahira menghela napas panjang. Tiba- tiba saja ia merasa sedikit mual, Fahira bergegas menuju kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya di sana. Yoga yang sedang berada di luar kamar bergegas masuk demi mendengar suara Fahira.Melihat istrinya muntah- muntah, Yoga bergegas menghampiri dan membantu Fahira."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Yoga sambil memijit tengkuk Fahira."Ngga tau, aduh mual trus pusing. Udah hampir seminggu ini aku kaya gini." Yoga membantu Fahira untuk berdiri dan berjalan ke ranjang mereka. Perlahan Yoga membantu Fahira berbaring,
Gilang nampak terduduk lesu di ruang makan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun ia tak kunjung merasakan kantuk. Sonia dan Davina sudah lelap tertidur sejak pukul 9 malam tadi. Beberapa kali Gilang mondar mandir melihat ke arah kamar- kamar kos. Semua penghuni tampaknya sudah tertidur. Beberapa kali Gilang menghela napas panjang. Ia merasa curiga dengan istrinya. Sepertinya Sonia tengah menyembunyikan sesuatu. Gilang menyadari satu hal, ia tidak mengenal Sonia dengan baik. Dulu, ketika ia memutuskan untuk menikahi Sonia pun, jika boleh jujur bukan karena cinta. Akan tetapi, Sonia hanyalah pelariannya semata karena kekecewaannya kepada Hesti. Dan, karena mereka sudah terlanjur sering melakukan hubungan suami istri membuat Gilang terjebak dan 'terpaksa' menikahi Sonia. Dan, kini setelah Hesti pergi Gilang baru merasakan sebuah kehilangan dan sedikit penyesalan. Terlebih, ia merasa sudah meny
PEMBENARAN Rivaldo menatap lembaran kertas di tangannya. Semua bukti sudah ia dapatkan. Rasanya semua itu cukup untuk menjebloskan Sonia ke dalam penjara. Namun, ia merasa belum saatnya. Ia bukan seorang bajingan yang tidak memiliki hati seperti apa yang Sonia katakan kepada orang- orang."Aku akan menunggu sampai dia melahirkan, Win. Tidak sekarang. Yang penting kita sudah tau di mana ia tinggal. Dan kita juga sudah tau semua informasi tentang suami barunya." Kata Rivaldo pada Erwin yang sedang duduk di hadapannya. "Kali ini aku bicara sebagai sahabatmu. Kau terlalu baik Do. Dia sudah menyebarkan cerita bohong pada semua orang untuk mendapatkan simpati. Bahkan korbannya sudah ada. Dan kau hampir menjadi korban berikutnya. Dia dan keluarga gadunganya itu harus diberi pelajaran. Dan anakmu saat ini ada bersama wanita itu. Davina, mau jadi apa Davina jika masih bersama wanita itu?!" Riva
“Itu salahmu sendiri, Sonia. Kita ini hanya mengambil harta korban. Kamu sudah melakukan kesalahan satu kali dengan memiliki Davina sekarang kamu malah hamil lagi. Kamu nggak mikir sampai ke sana?” Sonia menghela napas panjang saat mendengar suara di telepon. Saat ini ia memang sedang panik. Gilang mulai curiga padanya karena kedatangan Rivaldo. Padahal dia sudah berusaha untuk menjauh. Sebelum menikah dengan Rivaldo Sonia sempat menikah dengan seorang duda tua beranak 3. Hanya 4 bulan, suaminya meninggal karena serangan jantung. Sebetulnya bukan murni meninggal karena sakit, tapi Sonia yang sudah menukar obat- obatan yang ia minum. Sebelumnya ia sudah menghasut suaminya untuk merubah semua wasiat. Jadi, ketika surat wasiat suaminya dibacakan pada hari ke 7, anak- anaknya terkejut bukan main karena nama mereka satu pun tidak tercantum. Sonia memang adalah seorang penipu kelas kakap
Gilang merasa sedikit bingung, tiba- tiba Hesti mengajaknya untuk bertemu. Sudah beberapa bulan mereka bercerai, baru kali ini Hesti meminta Gilang untuk menemui dirinya. Katanya ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Jelas saja Gilang penasaran. Ia menyangka terjadi sesuatu pada si kembar. Tapi,jika si kembar,untuk apa Hesti mengajaknya bertemu di sebuah cafe. Namun, tak urung Gilang mengiyakan juga permintaan Hesti untuk datang. Gilang menunggu di cafe yang menjadi langganan mereka dulu. Entah mengapa Hesti juga memilih cafe ini sebagai tempat bertemu. Apakah untuk mengenang masa lalu? Ah, tidak mungkin, pikir Gilang. Tak beberapa lama ia menunggu, Hesti pun datang, namun ia tidak sendiri. Ia bersama seorang lelaki gagah. Dan, rasanya Gilang pernah bertemu dengannya. Tapi, di mana ya? "Maaf, kalau menunggu lama. Oya, ini kenalkan Rivaldo," sapa Hesti begitu ia sampai. Rivaldo, aaah iya betul. Tentu saja, aku pernah bertemu, buk
Seperti yang sudah di rencanakan. Siang itu Gilang sengaja mengajak Sonia keluar. Begitu juga dengan asisten rumah tangga mereka. Ponsel Gilang sudah disimpan di ruang keluarga supaya Hesti tidak bingung mencarinya. Hesti masih memiliki kunci rumah cadangan juga sehingga ia bisa leluasa untuk masuk. Ia membawa orang yang kemarin ia tugaskan untuk memasang CCTV. Gilang rupanya menginginkan kamar pribadinya dan beberapa ruangan yang lain juga dipasangi CCTV sehingga ia bisa lebih mudah mengawasi gerak-gerik Sonia. Rivaldo yang menemani Hesti terlihat duduk tenang di ruang tamu."Untunglah Gilang mau percaya pada kita, kalau tidak ....""Dia sebenarnya orang baik, Do. Hanya saja memang dia itu manja. Dulu kedua orang tuanya sangat memanjakannya. Apapun yang ia minta selalu diberikan. Hanya, sayang dulu aku sudah mengacaukan juga hidupnya. Karena iri hati aku jadi berbuat hal yang bodoh. Aku menghambur- hamburkan uang seen
"Jadi, bagaimana hasilnya Salatmu, Chi?" tanya Iman pada Hesti sore itu. Hesti mengendikkan bahunya, "Entahlah Mas. Sebetulnya sudah dua kali aku mendapat mimpi. Tapi, aku kok masih takut untuk membangun rumah tangga lagi. Terlebih aku juga belum terlalu mengenal Rivaldo.""Chi, kalau dulu ketika kamu menikah dengan Gilang Mas sedikit menentang, itu karena dari awal kamu yang salah. Kamu sudah menghancurkan rumah tangga orang lain. Tapi, kali ini melihat status kalian yang sama- sama sudah sendiri, Mas rasa tidak masalah. Tapi, Mas mau bertemu dulu dengan Rivaldo. Mas kan perlu menilai bagaimana dia. Dan, kalau memang dia serius seharusnya dia datang kemari bersama keluarganya.""Meskipun kamu sudah janda. Tapi, tetap saja harus dihargai. Itu sebabnya Masmu tidak mengizinkan kamu untuk kos. Karena sekarang Masmu bertanggung jawab padamu. Karena orang tua kalian sudah tidak ada. Jadi, jangan marah kalau mbak sering menasehatimu. Mba, senang seka
Sonia terpaku saat melihat siapa yang datang. Rivaldo dan beberapa orang anggota kepolisian.“Ka-kamu ... maaf, ada apa ini Pak?”tanya Sonia gugup.“Maaf ,kami dari Polda Bandung. Kami membawa surat perintah penangkapan atas nama Sonia. Ibu dipersilakan untuk ikut kami ke kantor.”“Ap-apa salah saya?kenapa saya harus ikut ke kantor?”“Ibu telah didakwa atas kasus pembunuhan saudara Abdullah Susanto di Surabaya. Juga percobaan pembunuhan kepada Bapak Rivaldo. Dan yang terbaru dilaporkan adalah pencobaan pembunuhan juga terhadap bapak Gilang. Jika selain Ibu ada ada orang lain yang terlibat, silakan ibu jelaskan di kantor polisi.” Sonia menggelengkan kepalanya.”Tidak mungkin pak. Saya tidak mungkin membunuh suami saya sendiri. Tidak mungkin saya akan membunuhnya. Tidak ada bukti sama sekali!”“Ini ponsel yang bersangkutan Pak, silakan diperiksa. Pasti ada bukt