Home / Rumah Tangga / AKU ISTRIMU MAS! / Nenek Bergaun Pengantin

Share

Nenek Bergaun Pengantin

Author: Vinassa
last update Last Updated: 2024-11-28 15:24:03

____

Mereka terus saja berpandangan. Hingga dua mangkuk mie tersaji di atas meja yang baru di antarkan oleh lelaki bertubuh tambun. 

"Silahkan, dek, nek," ucapnya sembari menaruh mangkuk di atas meja yang membuyarkan lamunan mereka. 

"Iya, mas," balas cowok itu.

"Oh yah ... Nenek dari mana? Atau mau ke mana? Kalau mau, biar saya antarkan?" tawar cowok itu lagi 

"Nenek gak usah takut, aku gak gigit kok," ungkapnya lagi sembari terkekeh. Namun, wanita itu diam saja seakan tak ada yang lucu. Membuat cowok itu kini merasa canggung. 

Lalu, tiba-tiba saja wanita paruh baya itu memberikan selembar kertas.

"Nenek, mau pergi ke sini? Nanti saya antarkan. Sekarang kita makan dulu yah," tawarnya lagi. Karena jujur saja ia sudah lapar. Cacing-cacing di perutnya seakan sedang melakukan pargoy dan berdemo sedari tadi, di tambah keadaan yang masih hujan membuat ia seakan mati kutu karena kelaparan. 

Sesudah makan, cowok muda itu pun mengantarkan nenek yang baru di temuinya ke alamat yang ia berikan. Sebenarnya ia malas apalagi keadaan sudah malam dan jarak yang jauh. Namun, karena merasa iba ia pun rela mengantarkannya. 

Merekapun sampai di depan rumah yang cukup mewah. Ia pun mulai pamit pada nenek yang ada di hadapannya.

"Terimakasih," ucapan itu kini terlontar dari mulut nenek itu. Ia tak menyangka karena sedari tadi wanita paruh baya itu hanya terdiam.

Ia hanya mengangguk dan mulai pergi.

🥀

Alat testpack terus saja diputar pada jari-jemari wanita berjilbab biru itu. Berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi, seakan langkahnya mulai gontai.

Kakinya terasa sempoyongan seperti akan patah! ia pun duduk di meja makan yang ada di dapur. Mukanya sangat putus asa. Nampaknya, beban dan masalah berat sedang menimpanya.

Dia terus saja melihat alat itu. Harapannya akan muncul dua garis merah. Tapi ... sayang! Nasibnya kurang beruntung.

"Lebih baik, kamu ceraikan saja, Risa. Atau menikah lagi!" teriakan Ibu mertua membuat kucing-kucing seakan pergi berlari. Bahkan jantungnya akan loncat.

"Tidak, Bu! Mana bisa David meninggalkan dia," ucap pria bertubuh ramping. Seakan mengelak ucapan Ibunya. Ratih.

"Mau sampai kapan, Ibu tak bisa menggendong cucu? Dan mau sampai kapan kamu tak memiliki keturunan! Hah." Bu Ratih terus saja mengeluarkan uneg-unegnya, seakan tak peduli pada wanita yang baru saja keluar dari toilet dan menyerahkan hasil dari alat yang tak memuaskan.

"Tetap, Bu. David tak akan menceraikan Risa," jawab lelaki itu mantap.

Sedangkan Wanita dua puluh enam itu hanya berdiri dan diam mematung. Memang sakit perkataan Ibu mertuanya itu. Semua wanita yang menikah sudah pasti ingin memiliki buah hati. Hanya saja takdir tak sedang baik padanya.

Hanya makian yang terus saja terdengar setiap hari. Mungkin hanya air mata yang bisa membalut luka di dalam hatinya. Hanya saja dia tak pernah menghitung sudah berapa ribu butiran bening itu keluar dari sarangnya.

Kali ini dia tak bisa membendung luapan air bening dari netranya. Ruangan ini seakan banjir.

"Nangis, nangis saja terus. Kamu itu memang tak bisa diandalkan!" Tangan Bu Ratih mencakar di udara, seperti hatinya sedang menggremet.

Nampaknya, ia sendiri mulai kesal pada Risa yang selalu menangis jika ada masalah. Lalu ... ia pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ris, omongan Ibu jangan di simpan ke hati yah?" ucap Mas David mencoba merengkuh bahu Istrinya itu.

"Tidak, Mas! Aku tak ambil hati tetapi perkataan Ibu benar, bagaimana jika kamu menikah lagi?" Mendengar rintihan Istrinya, seakan puntung rokok telah menyambar isi kepala lelaki jangkung itu.

"Kamu, bicara apa? Sudah pasti semua masalah ini milik kita bersama. Kita pasti bisa lewati ini semua! Lagi pula Dokter juga belum memastikan siapa yang tidak subur diantara kita berdua!" David melepaskan rangkulan dari Isterinya.

"Tapi ... Mas---"

"-- Sudah, aku pamit dulu kerja." Tanpa memperdulikan omongan Istrinya yang terisak dan bercucuran air mata. David melangkah pergi. Tanpa ada ciuman di kening seperti biasanya.

Mungkin saja ia merasa kesal mendengar ucapan tentang poligami. David pikir semua masalah tak akan ada ujungnya jika menyangkut-pautkan dengan beristri lebih dari satu.

Ia yakin semuanya akan berjalan dengan baik. Toh ... takdir sudah ada yang mengatur. Hanya saja kita harus pandai-pandai berperan.

**

Sepeninggalan David. Risa terus saja menangis dan melangkah mondar-mandir. Menatap alat yang baru di antar oleh kurir itu. Sengaja Ibu membelinya lewat online.

Kini omongan Ibu terus saja berkecamuk di benak Risa. Dirinya hanya bisa menangkupkan kedua tangan di atas meja, sebagai penyangga wajah yang sudah dilumuri oleh polesan air mata.

'Tok ... tok'

Suara ketukan pintu itu membangunkan lamunan Risa. Ia pun menyeka air mata di pipinya. Lalu bergegas menuju pintu ruang tamu.

Saat pintu dibuka. Ia heran mendapati sesosok Nenek-Nenek paruh baya berpakaian pengantin. Berdiri di depan rumah.

"Iyah, waalaikum'salam. Ibu cari siapa yah?" tanya Risa yang baru membuka pintu dengan lebar.

"Risa, ini aku! Liyana." Risa nampak masih bingung atas jawaban Ibu tua itu.

"Liyana?" 

"Liyana, temanmu di kampung!" Wanita itu memegang kedua tangan Risa.

"Tapi ... temanku masih--" Risa heran karena temannya di kampung dulu masih muda. Hanya beda setahun dengannya.

"--percayalah, Ris. Aku liyana sarah!" Melihat ucapannya yang bersungguh-sungguh hati Risa mulai Iba.

"Apa buktinya, jika Nenek adalah liyana?" Risa menjulurkan tangan merasa ingin ada bukti.

Kemudian Nenek tua itu merogoh sesuatu dalam sakunya.

"Ini, alamat yang kamu berikan padaku waktu itu? Katamu jika aku ada di Jakarta bisa mampir ke rumahmu." Melihat selembar kertas yang dilihatkan padanya membuat Risa mulai percaya.

"Aku selalu menyimpan secarik kertas ini dan membawa kemanapun jika pergi. Karena kupikir akan sangat membutuhkannya jika ingin bertemu denganmu." 

Kini Risa mulai terdiam. Tak lupa sesekali mengangguk menanggapi perkataan wanita berambut putih yang tergulung itu.

Pelukan tiba-tiba tertangkup dari tangan Nenek itu. Liyana.

"Percaya, Ris. Aku Liyana!" Melihat nenek tua itu menangis sesenggukan, ia pun merasa Iba dan membalas pelukan.

"Harus kemana lagi. Aku pulang? hanya padamu. Ris," rintihnya.

"Baiklah, sekarang kamu ceritakan di dalam. Kenapa bisa kamu menjadi nenek-nenek seperti ini dan wajahmu berkeriput?" Risa pun mempersilahkan Liyana masuk ke dalam. Saat sebelumnya melepaskan pelukan.

Liyana akhirnya menuruti perkataan Risa. Mereka pun mulai masuk ke dalam Rumah. Nampaknya, kerinduan dari dua sahabat sejoli ini sangat dalam. Entah, ingin curhat masing-masing ataupun memang sudah lebih dua tahun tak bertemu.

Sebenarnya Risa masih agak sedikit tidak percaya. Namun, ia pikir tak ada salahnya untuk menerima nenek itu masuk ke dalam rumahnya dan menganggap bahwa ia juga tamu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU ISTRIMU MAS!    Kesempatan

    Liyana menutup jendela dengan hati-hati. Tirai ditarik, bukan untuk menghalangi cahaya, tapi untuk memutus pandangan dari dunia luar—dari mata-mata yang bisa saja dikirim Sapphire atau Gustur.Langkahnya ringan menuju meja kecil di sudut kamar. Ia menarik laci dan mengeluarkan ponsel cadangan. Ponsel itu tidak terhubung dengan jaringan utama rumah Danendra, dan hanya digunakan untuk satu hal: menghubungi penyelidik kepercayaannya.Kode Aman: L-52 diaktifkan.Liyana mengetik pesan cepat ke seseorang bernama “Titik Bening”:> “Sapphire tahu identitasku. Minta tolong cari hubungan dia dengan Gustur. Jangan lacak dari rumah ini. Prioritaskan nama ‘Arta Kencana’—pernah dengar dia sebut diam-diam.”Pesan terkirim.Liyana menghela napas. Ia tahu langkah selanjutnya bukan hanya bertahan, tapi menyerang balik.Karena Sapphire telah menunjukkan wajah aslinya, artinya Liyana tak perlu lagi pura-pura ramah jika harus bertemu.Lalu, pikirannya melayang pada Bara.Laki-laki itu... pria yang dulu ha

  • AKU ISTRIMU MAS!    Tantangan dari masalalu

    Liyana berdiri membeku di balik dinding batu taman. Nafasnya tercekat saat mendengar gumaman terakhir Sapphire yang menusuk seperti jarum dingin ke tulang belakangnya.> “Aku tahu kamu dengar semuanya, Bayu, UPS salah, Lily.”Sapphire kemudian berbalik dan melangkah anggun menuju rumah, meninggalkan jejak ancaman halus yang masih menggantung di udara.Liyana mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Jantungnya berdentam kencang, tapi bukan karena takut. Ini bukan hanya soal rahasia yang terbongkar—ini soal Bara. Tentang bagaimana wanita lain mencoba memutar balik kepercayaannya.Ia tahu Sapphire bukan sekadar datang sebagai “mantan”. Perempuan itu licin, penuh strategi. Dan barusan, dia meletakkan bom psikologis di hati Bara.Liyana buru-buru masuk ke kamarnya, duduk di tepi ranjang sambil memijit pelipis. Ia harus bertindak. Tapi dengan cara yang tak sembrono.Beberapa menit kemudian, terdengar ketukan di pintu kamarnya.Tok. Tok. Tok.Suara itu berat. Ia langsung tahu.“Lily,” panggi

  • AKU ISTRIMU MAS!    Pertarungan sesuangguhnya baru dimulai

    Langit mulai berwarna jingga ketika Bara melangkah keluar dari kamarnya. Kepalanya masih dipenuhi tanya, hatinya masih digelayuti rasa ragu. Bayu—atau siapa pun dia sebenarnya—semakin membuat pikirannya tak tenang. Tapi belum sempat ia menarik napas panjang, seseorang menghampirinya dari arah taman samping rumah.“Sapphire?” Bara sedikit terkejut melihat wanita itu muncul tanpa pemberitahuan.Sapphire mengenakan gaun biru muda yang jatuh lembut, kontras dengan rambut hitamnya yang dikuncir rapi. Tatapannya hangat, tapi ada sesuatu di balik senyumannya yang tak bisa Bara baca."Kenapa kamu tak menghampiriku? dan mengabaikan pesan," ungkapnya kini“Aku tahu kamu sedang kacau. Makanya aku datang. Aku... mau jujur,” ucap Sapphire pelan, suaranya mengambang di udara sore itu.Bara mengernyit. “Jujur tentang apa?”Sapphire menarik napas dalam, lalu melangkah lebih dekat. “Aku minta maaf, Bara. Aku... sudah tahu sejak awal siapa Bayu sebenarnya. Tapi aku diam. Aku... aku disuruh Ryven buat m

  • AKU ISTRIMU MAS!    Antara cinta dan Benci

    Di sudut rumah, malam itu sunyi. Bara duduk di ruang kerjanya, menatap foto pernikahannya yang terbingkai di rak kayu. Foto itu kini terasa asing. Dua wanita—satu di rumahnya kini mengaku Liyana, satu lagi adalah Bayu yang ia pikir asisten, tapi ternyata juga Liyana.Bara menutup mata. Pusing. Perasaannya campur aduk.“Kenapa semua orang menipu saya?” bisiknya lirih.Malam semakin larut. Udara dingin menyusup di antara sela-sela jendela kamar, namun hati Bara lebih beku dari cuaca. Ia masih duduk termenung di kursi kerjanya, memandangi surat perceraian yang belum ia tanda tangani.Tangannya menggenggam pena, tapi matanya kosong. Setiap kali ia menatap nama “Liyana” di lembar itu, dadanya seperti diremas. Ia benci. Tapi juga... rindu. Ia kecewa, namun juga merasa hangat saat mengingat semua hari-hari bersama Bayu—atau Liyana, sekarang. Ia bahkan tak bisa menyebutnya dengan pasti."Kenapa kamu harus jadi Bayu?" gumamnya lirih.Tak lama kemudian, terdengar ketukan pelan di pintu kamar Ba

  • AKU ISTRIMU MAS!    Kesalahpahaman Dan Luka

    Pagi itu, matahari enggan menyinari kamar Bara. Tirai masih tertutup rapat, dan udara di dalam kamar terasa pengap, seperti hatinya yang sesak oleh berbagai perasaan yang bertumpuk.Bara masih duduk di meja kerjanya. Matanya menatap satu berkas di hadapannya — berkas pengajuan cerai.Tangannya menggenggam pulpen, namun tak kunjung menorehkan tanda tangan di atas kertas itu. Di luar, terdengar suara burung berkicau, seolah mengejek kebimbangannya.“Kenapa kamu gak pergi aja, Lily?” gumamnya pelan. “Kenapa kamu harus bikin semuanya serumit ini?”Kata-katanya dingin, tapi suaranya bergetar. Ia bukan benar-benar marah... lebih tepatnya, kecewa. Terluka. Tertusuk oleh harapan yang sempat ia pupuk diam-diam sejak Liyana — atau Lily — kembali hadir di hidupnya sebagai Bayu.“Lily...” Bara memejamkan mata, menyebut nama itu dengan berat. “Kamu tahu enggak... saat kamu ngelap keringat saya waktu saya demam... saya ngerasa damai. Saya pikir, Bayu i

  • AKU ISTRIMU MAS!    Masih cinta

    Malam itu Bayu (Liyana) berdiri ragu di depan pintu kamar Bara. Ia sudah berkali-kali mengangkat tangan untuk mengetuk, tapi akhirnya kembali ragu. Namun malam ini, ia sudah tak tahan lagi. Ia butuh kejelasan. Butuh berbicara. Butuh menjelaskan. Walau tidak semuanya. Kamu harus kuat, Liyana, bisiknya dalam hati. Dengan satu tarikan napas panjang, akhirnya ia mengetuk pintu. Tok. Tok. Beberapa detik sunyi. Lalu suara langkah pelan terdengar mendekat. Pintu terbuka. Bara berdiri di ambang, hanya menatap sebentar, lalu berbalik badan dan kembali masuk tanpa mempersilakan. Tapi Bayu (Liyana) menganggap itu sebagai isyarat untuk masuk. Ia melangkah perlahan, menutup pintu di belakangnya. Keduanya kini berada dalam satu ruangan yang hening. Suasana tegang merayap seperti kabut. “Ada apa?” tanya Bara tanpa menoleh. Suaranya datar. Bayu (Liyana) mengecap bibirnya yang kering. “Aku... aku mau bicara, Mas.” Bara duduk di kursi dekat meja, menyilangkan tangan. “Kalau ini s

  • AKU ISTRIMU MAS!    Rasa ini

    Bayu (Liyana) duduk di atas ranjang sempit dengan mata kosong menatap langit-langit. Hatinya berat. Ia baru saja kehilangan Bara untuk kedua kalinya, dan kali ini lebih menyakitkan karena pria itu sendiri yang berpaling darinya."Dia pikir aku selingkuh..." bisiknya getir. "Dengan Ryven pula..."Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya ingin menjerit, tapi suara itu hanya terkurung di tenggorokan.Sementara itu, Bara duduk diam di ruang kerjanya, menatap foto pernikahannya dengan Liyana yang masih terpajang di rak. Tangannya mengepal."Kenapa kau kembali hanya untuk menghancurkan aku lagi, Liyana?" batinnya. Ia ingin marah, ingin menghapus foto itu, ingin melupakan segalanya—tapi wajah Liyana terus mengganggunya. Kenangan mereka dulu pun berkelebat tak henti.Bara menghempaskan diri ke kursi, frustrasi. Ia tidak tahu harus percaya siapa. Nenek yang mengaku Liyana, atau Bayu yang jelas-jelas berbohong? Tapi wajah Bayu saat bicara dengannya... entah kenapa selalu seperti Liyana.

  • AKU ISTRIMU MAS!    Bimbang

    ---Di Vila DanendraSudah tiga hari Bara tidak menyapa Bayu. Bahkan tak menatapnya. Seolah keberadaannya transparan. Padahal biasanya, sekalipun mereka tak banyak bicara, ada tatapan… ada kesadaran bahwa mereka saling hadir.Bayu duduk di pinggir ranjang kecil di kamar tamu yang kini jadi tempat tidurnya. Wig-nya ia simpan rapi di dalam laci, dan rambut aslinya terurai, mulai tumbuh tak rapi. Ia menatap pantulan dirinya di cermin—mata Liyana menatap balik dari balik wajah Bayu."Apa aku harus menyerah...?" bisiknya lirih.Namun bayangan orangtuanya yang masih dalam cengkeraman Gustur membuatnya menggertakkan gigi. "Belum. Aku belum boleh pergi sebelum kebenaran terungkap."Ia keluar menuju dapur, berpura-pura mencari air. Tapi langkahnya terhenti saat melihat Bara di balkon atas, berdiri sendiri, memandang langit malam.Bayu menatap punggung itu lama. Hatinya sakit. Ingin mendekat, tapi takut ditolak.Sementara itu...Di BalkonBara menghela napas panjang. Wajahnya keras, tapi matany

  • AKU ISTRIMU MAS!    Rumit

    Malam Hari – Ruang Tengah Rumah DanendraLangkah Bayu—atau Liyana—bergetar pelan saat menuruni tangga. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia sudah bersiap. Sudah menyusun kata-kata di kepala, berkali-kali. Malam ini, ia ingin mengakhiri semua kebohongan dan mengatakan yang sebenarnya pada Bara.Namun, ketika ia sampai di ruang tengah... Bara tak ada di sana. Yang ada hanya keheningan. Bahkan aroma kopi kesukaan Bara pun tak tercium. Aneh. Biasanya pria itu akan duduk membaca atau diam menatap api perapian.“Pak Bara?” panggilnya pelan.Tak ada jawaban.Dengan hati-hati, Bayu melangkah ke arah kamar Bara. Pintu sedikit terbuka. Ia mendorongnya perlahan dan menemukan Bara sedang duduk sendiri di ranjang, memunggunginya.“Pak...”Bara tidak menoleh. Bahunya tegang. Sunyi.Bayu menegakkan tubuh, mencoba tetap tenang. “Saya ingin bicara sesuatu... penting.”Bara masih diam. Hanya suara angin malam dari jendela yang terbuka sedikit mengisi keheningan.Bayu melangkah maju. “Saya... saya tahu se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status