Share

DUA

Kinara membuka matanya perlahan yang berusaha beradaptasi dengan lampu.

Dimana aku?

Kinara yang berusaha bangun, merasakan berat di perut dan tangannya. Ia melihat si bungsu tertidur di perutnya sementara si sulung tertidur sambil duduk dengan tangan menggenggam erat dirinya.

Si bungsu terbangun dan menggosok matanya lalu tersenyum bahagia melihat mamanya sudah bangun. "Mama!"

Si sulung jadi terbangun dan menggosok matanya.

Kinara tersenyum canggung, sudah lama ia tidak berinteraksi dengan anak-anaknya.

"Kamu sudah bangun, Nara?"

Kinara mengangkat kepalanya dan terkejut. Kenapa kakak dan istrinya ada disini?

Si bungsu memeluk leher mamanya dengan erat, seolah tidak mau dipisahkan. Dia menatap tajam kakak dan istrinya.

Kinara teringat dengan bunuh dirinya. "Aku- kenapa masih hidup?"

Dimas menggertakan gigi begitu mendengar pertanyaan adiknya. "Kenapa kamu ingin bunuh diri? Apa karena laki-laki itu?"

Fumiko menggandeng lengan kedua anak Kinara dan membujuk mereka keluar dari kamar untuk memberi waktu Dimas dan Kinara.

"Apakah hidup laki-laki itu sangat berharga sampai kamu seperti ini?" tegur Dimas.

"Kak, aku tidak bisa hidup tanpanya."

"Dia sudah menginjak dan membohongi kamu! masih kamu bela dia?"

"Setidaknya kami punya anak, jadi dia-"

"Dia juga punya anak dengan wanita lain!"

Kinara terdiam lalu menumpahkan air matanya. Selama ini dia berjuang untuk mempertahankan cintanya tapi sekarang pertahanan itu runtuh begitu saja karena melihat langsung bagaimana Adit lebih memilih wanita itu.

"Nara, sadarlah! dimata suamimu, kamu sudah tidak berharga. Untung saja insting kakak iparmu tepat setelah mendengar isu itu sebelum masuk berita." Dimas menggoyang badan adiknya supaya sadar.

"Tapi Nara cinta dia," isak Kinara.

"Mas sama papa dan mama juga cinta kamu, Nara. Sekarang bayangkan, betapa sesaknya kamu ditinggalkan Adit sementara keluarga kamu? Apa kamu gak memikirkan perasaan kami?"

Kinara menatap kakaknya dengan berkaca-kaca lalu menangis. Iya, dia pergi untuk mengejar cinta tapi dia lupa ada orang yang mencintainya di belakang.

"Sekarang kamu pulang ya," bujuk Dimas sambil memeluk Kinara.

Kinara menggeleng.

"Na-"

"Nara mau ambil barang anak-anak, mereka harus sekolah. Selain itu, papa dan mama-"

"Tenang saja, kakak akan menjamin adik cantik kakak. Papa dan mama pasti gak akan marah."

Kinara menumpahkan air matanya dan berusaha menghapus dengan menggesek wajah di baju kakaknya. "Kenapa, kenapa kakak masih baik sama Nara? Nara, sudah banyak mengecewakan kakak."

"Karena Nara adalah adik kesayangan kakak."

Tangisan Kinara pecah, dia menangis di dada kakaknya, hal yang dulu pernah dilakukan kakaknya ketika Kinara masih kecil.

---

"Tante, mama gak kenapa-kenapa kan?"

Fumiko yang sedang menyuapi perempuan kecil menggemaskan sontak menatap laki-laki kecil yang duduk di berseberangan dengannya tanpa menyentuh jatah makan.

"Siapa nama kamu?" tanya Fumiko dengan nada gemas.

"Edward, mama biasanya panggil saya Ed dan adik saya namanya Bella."

Fumiko mengangguk singkat. "Ah, mama kamu fansnya novel vampire itu. Dulu kecilnya, dia suka menjadi putri terus ada anak tetangga kompleks yang menjadi pangeran. Sayangnya anak itu sudah pindah rumah."

"Mama suka princess, di kamarnya banyak buku princess," kata Bella yang membanggakan mamanya lalu mendadak cemberut.

Fumiko yang melihat itu menjadi sakit hati. "Kenapa sedih sayang?"

Bella menggeleng sedih. "Mama jarang pulang, terus gak mau bicara sama kami."

"Itu karena mama dan papa sibuk," kata Edward.

"Tapi papa sering bawa temannya ke rumah sama bawa teman buat kakak."

"Bella." Nada bicara Edward berubah.

Fumiko yang menyadarinya, mencoba mengorek secara halus sambil membelai rambut panjang bergelombang dan lembut Bella. "Bella tahu siapa nama temannya papa?"

Bella menggeleng. "Papa sering bilang tapi Bella lupa, jadinya Bella disuruh panggil mami."

"Mami?" tanya Fumiko lalu melirik Edward.

Edward mengalihkan pandangannya. Ia merasa kesal begitu mengingatnya.

"Tante apanya mama?" tanya Bella dengan mata berbinar dan mulut belepotan es krim dan cokelat.

"Jadi, mama kalian punya kakak dan kakaknya itu suami tante." Fumiko mengelap wajah Bella dengan lembut.

Bella bingung. "Bella gak ngerti."

Fumiko tertawa kecil. "Nanti Bella tahu sendiri."

Edward menyipitkan matanya. "Tante bukan temannya papa?"

Fumiko tersenyum lalu menggeleng. "Tante tidak pernah bertemu papa kalian."

"Papa itu ganteng lho, tante. Tapi, jangan ambil papa ya, papa itu punyanya mama sama Bella sama kak Ed," kata Bella.

Fumiko mencubit gemas hidung mungil Bella. "Tante 'kan sudah punya suami."

"Bella juga punya pangeran suami."

Fumiko tertawa renyah.

Edward menatap intens Fumiko. "Tante belum jawab pertanyaan saya."

Fumiko mengalihkan pandangannya ke Edward. "Wah, maaf ya. Mama kalian baik-baik saja kok, sebentar lagi masa pemulihan jadi kalian harus bisa jaga mama."

"Tapi nanti mama marah." Cemberut Bella

Edward mengangguk. "Setiap pulang kerja, mama selalu mengurung diri di kamar atau ruang kerja. Kalau kami dekati, mama menjauh. Kalau kami bertanya, mama melemparnya ke papa atau mbak di rumah. Kalau kami berisik, mama pergi."

Fumiko tidak menyangka adik iparnya separah itu. "Mama kalian sangat lelah, jadi mungkin minta waktu sendiri. Sekarang 'kan kalian bisa sekolah bagus, beli mainan banyak berkat kerja sama papa dan mama."

"Jadi, mama tidak benci kami?" tanya Bella.

"Tentu saja tidak, nanti coba saja tanya ke mama kalian." Fumiko sangat yakin Kinara mencintai kedua anaknya, hanya saja anak itu terlalu canggung menghadapi kedua anaknya.

Edward menatap makanannya dengan sedih. "Bagaimana dengan papa?"

Fumiko tidak bisa menjawab. "Tante tidak tahu, oh ya soal mami itu-"

Edward menghela napas panjang. "Papa bilang kami harus menghormatinya tapi gak bilang siapa dia, cuma mbak di rumah bilang kalau itu temannya papa."

"Teman tapi panggil mami ya?" curiga Fumiko. "Kalian tidak pernah cerita ke mama?"

Bella dan Edward sama-sama menggeleng.

Fumiko tersadar, Bella dan Edward tidak mungkin cerita karena Kinara bersikap menjauh terhadap anak-anaknya, mungkin itulah kesempatan yang diambil Adit.

"Mama tidak suka kalau kami dekat," kata Bella.

Edward mengangguk setuju.

Fumiko mengambil handphone dan menghubungi suaminya.

---

Setelah mendapat kepastian dari dokter bahwa Kinara boleh rawat jalan, Adit terpaksa membawa adiknya pulang bersama Fumiko.

Fumiko berjongkok di depan keponakannya dan menasehati mereka. "Jangan beritahu soal ini ke papa kalian, bilang saja mama sendirian di rumah sakit."

"Kenapa?" tanya Bella.

"Untuk melindungi mama kalian, selama kami berdua tidak ada, tolong lindungi mama kalian," kata Fumiko dengan harap-harap cemas.

Bella dan Edward melirik mama mereka yang duduk di kursi roda dengan wajah pucat dan sorot mata melamun, mama yang tidak pernah mereka lihat selama ini.

"Sifat Nara itu pemalu dan canggung terhadap orang asing karena dulunya lebih suka belajar daripada komunikasi dengan orang lain," kata Fumiko.

Bella mengangkat kepala dan menatap kakaknya. "Seperti kakak."

Edward menatap lurus mamanya tanpa berkomentar.

Dimas mengacak rambut Edward. "Sepertinya sifat Nara menurun ke anak ini, lihat wajahnya yang sok dewasa dan kaku ini."

Edward menatap takjub Dimas. Aku mirip mama? Dulu aku selalu bertanya-tanya, sifatku yang dianggap menyebalkan oleh papa mirip siapa, ternyata mirip mama.

Dimas berjongkok di hadapan Edward. "Saat ini kamu satu-satunya pria yang bisa melindungi mama kamu."

Edward mengangguk ragu.

Dimas ragu meninggalkan adik kesayangannya ke anak-anak, pulang ke rumah saja saja bertemu dengan sumber penyakit, tapi Dimas tidak mungkin mengatakan itu di depan anak-anak. Biar bagaimanapun Adit adalah ayah kandung mereka.

Edward bisa melihat keraguan Dimas. "Saya harus panggil anda apa?" tanyanya.

Dimas membelai dagunya. "Pakde?"

Dahi Fumiko berkerut tidak setuju. "Kedengarannya tua sekali."

Dimas tertawa kecil. "Kamu tidak setuju?"

Fumiko mendengus kesal. "Panggil tante saja gak keberatan kok, Nara belum resmi pulang ke rumah, panggilan itu tidak umum kecuali untuk keluarga. Jangan sampai orang itu tahu kamu kakak Nara, setidaknya jangan sekarang."

Dimas menunjukan ekspresi tidak percaya. "Mhm?"

Fumiko berdehem malu. "Setidaknya ada waktu buat aku terima panggilan itu."

"Kalian dengar 'kan permintaan budhe?"

Fumiko memukul lengan atas Dimas.

"Itu berarti kami tidak boleh bicara tentang kalian di depan papa dan lainnya?"

"Ya. Tentu saja," kata Fumiko dan Dimas bersamaan.

Edward melirik adik kecilnya yang sedang menguap, "Bella ngantuk?"

Bella menggosok mata dan mengangguk singkat.

Edward menarik Bella untuk mendekat. "Saya tidak akan bicara, Bella juga mungkin lupa besoknya."

Fumiko dan Dimas menghela napas lega.

Dimas menyentil kening Kinara.

Kinara mendecak kesal lalu mengusap keningnya.

"Sekarang kamu sudah menjadi seorang ibu. Dulu kamu meninggalkan keluarga demi cinta, itu tidak masalah karena kami masih bisa berdiri tapi kamu tidak bisa melakukannya ke anak-anak kamu."

Kinara melirik kedua anaknya yang sedang bercengkrama dengan kakak ipanya. "Nara tahu."

Dimas menghela napas. "Kamu yakin tetap pulang kesana? ini saja kalau nggak mas yang.."

"Kenapa mas bisa ke rumah?"

Dimas menggeleng miris. "Salah satu pekerja di rumah kamu itu mata-mata Fumi."

Dahi Kinara berkerut tidak suka.

Dimas buru-buru menjelaskan. "Fumi tanpa sengaja melihat artis itu masuk ke dalam rumah kalian saat kamu sedang di luar kota. Firasat Fumi pasti ada sesuatu makanya dia terpaksa turun tangan karena hapal dengan kenekatanmu, jangan salahkan dia. Dia itu sayang sama kamu."

Kinara memejamkan mata sebentar lalu membukanya dengan berat. "Maaf."

Dimas mengacak rambut adik kesayangannya. "Bilang itu ke mama dan papa nanti."

Kinara mengangguk.

"Fumi sudah menjelaskan orang rumah kalau kami rekan kerjamu, jadi tidak perlu khawatir. Hanya saja sepertinya suami kamu sudah mulai-"

"Nara tahu, mas Adit tidak, Adit sengaja memanggil media lalu membuat seolah-olah mereka tertangkap. Adit tidak sebodoh itu sampai bisa ketahuan."

"Yah, pantas saja- mantan aktor."

"Mantan aktor atau tidak, orang licik tetap saja licik,"

"Nara, mobilmu sudah datang." Fumiko mengingatkan Kinara.

"Istirahat yang banyak dan langsung makan tapi jangan berat-berat, dokter sudah menguras isi perutmu," ceramah Dimas.

Kinara bengong sesaat lalu tersenyum sedih. Sudah lama tidak ada yang mengingatkan dia hal kecil seperti ini, mungkin ini teguran Tuhan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status