Share

Bab 2 Utang Om Haryadi

Plak!

Pipi kiri Haryadi ditampar hingga pipinya memerah karena bekas tamparan. "Apa kau tidak tahu, jika kakakmu membangun hotel itu dari nol hingga bisa berjalan sampai saat ini?"

Plak!!!

Sekali lagi, pipi kanan Haryadi yang ditampar, "Sekarang, kauhancurkan semalam hanya dengan berjudi!! Mau taruh di mana mukaku jika aku mati dan bertemu dengan kakakmu!!" Teriak Helena meluapkan emosinya.

"Bun ... sudah Bun! Ingat, Bunda masih sakit. Jangan tambah beban Bunda," ucap Sarah kepada Helena, bundanya, yang marah kepada om-nya, Haryadi Tjokroaminoto.

Sarah melihat bundanya memegang dadanya yang serasa mau pecah. Segera saja dipeluknya pundak bundanya agar sedikit lebih tenang.

Di hadapan Helena, Haryadi hanya bisa berlutut. Di bawah kaki kakak iparnya, dia memohon agar dosanya diampuni.

"Berapa hutangmu???" tanya Helena sambil berteriak.

"Hampir lima milyar, kak ..."

"Ya Tuhan ... kau tahu, hotel dijual pun belum bisa menutup hutangmu!!"

"Maaf kak, aku khilaf, hotel sudah aku jaminkan, dan sisa hutangku tinggal lima milyar itu ...!

"Astaga!!! Sudah kaujaminkan?!"

Buughh!!

Helena dengan geram mengambil kursi plastik dan memukul Haryadi hingga kursi plastik itu pun pecah. Sedangkan Haryadi meringis kesakitan akibat pukulan kursi itu.

"Arrgghh ampun kakkk!"

"Bun!!! Tenang Bun!!" Sarah berusaha membuat Helena menjadi tenang. Tampaknya, amarah Helena belum reda. Dipeluk bundanya agar tidak melakukan hal-hal yang lebih parah lagi.

"Sarah ... Ayahmu ... Ayahmu akan kece--," tiba-tiba saja Helena ambruk, badannya lemas. Sarah kaget dan langsung memegang badan bundanya.

"Om!!! Tolong bunda!! Dia pingsan!" teriak Sarah.

Haryadi langsung bangkit dari tempatnya berlutut dan langsung membantu Sarah membopong Helena ke sofa dan membaringkannya.

"Telepon ambulans!" Perintah Haryadi.

Sarah berlari mengambil ponsel di atas meja, kemudian memencet tombol kontak ambulans agar segera datang.

"Bun ... sadar Bun, ambulans akan segera datang, kita ke rumah sakit yah?" ujar Sarah sambil menggosok-gosokkan minyak kayu putih di kening, leher dan sedikit aroma di hidung bundanya agar siuman.

Helena pun siuman, "Dada bunda ...," ucapnya sambil memegang dadanya yang terasa sakit.

Nguing ... nguing ... nguing!

Suara ambulans dari kejauhan terdengar. Makin lama makin terdengar kencang dan mendekat.

"Ambulans sudah datang! Sarah ayo bersiap, bawa perlengkapan bundamu. Om akan bantu menggotong bunda ke brankar!" perintah Haryadi. Sarah membawa tas ransel dan keperluan bundanya.

Mobil ambulans sudah berada di teras rumah Sarah. Dua orang perawat mengeluarkan brankar dan membantu Haryadi menggotong Helena ke atasnya, kemudian dimasukkannya ke dalam mobil ambulans. Sarah duduk di samping bundanya membawa tas perlengkapan bundanya. Kemudian ambulans pun melaju ke rumah sakit.

Di dalam mobil ambulans, Helena diperiksa terlebih dahulu oleh para perawat dan diberi pertolongan pertama berupa oksigen.

"Apakah ibumu ada riwayat penyakit?" tanya perawat.

"Pernah sekali serangan jantung ketika ayahku meninggal," ucap Sarah.

Perawat mengangguk, diperhatikan dengan lebih detail lagi, "sepertinya ibumu terkena serangan jantung yang kedua, semoga keadaannya tidak buruk, berdoa saja. Kita sebentar lagi akan sampai," ucap perawat menenangkan.

Perawat pun menelepon bagian administrasi untuk segera mendatangkan dokter jantung untuk kasus urgensi.

Tak lama, mobil ambulans pun tiba di rumah sakit. Hari sudah sangat malam, hampir jam 10 malam. Sarah dan para perawat berjalan di koridor rumah sakit sambil membawa brankar menuju ruang UGD.

"Dokternya sudah ada?" tanya perawat yang membantu Helena selama perjalanan di ambulans.

"Sedang dalam perjalanan, sebaiknya ditangani dulu oleh dokter Markus, dia dokter jaga," ucap suster administrasi.

Perawat pun membawa ke salah satu ruang yang kosong, dokter Markus datang dan memeriksa Helena, "Tolong bunda saya, dok," mohon Sarah.

"Akan saya cek terlebih dahulu, kami akan mengambil darahnya untuk diperiksa, apakah diijinkan?" tanya dokter Markus.

"Lakukan yang terbaik dok," jawab Sarah.

"Mbak, sebaiknya mbak menandatangani berkas-berkas ini, kemudian bisa ke ruang kasir untuk biaya administrasinya," ucap suster.

Sarah menandatangani berkas-berkas yang diberikan dan ke kasir untuk membayar biaya administrasi.

"Dokter Budiman, spesialis jantung sudah datang, dia sedang menangani ibu mbak," kata suster.

"Terima kasih suster," jawab Sarah hendak masuk.

"Mbak, sebaiknya, jangan masuk terlebih dahulu, nanti mbak bisa konsultasi dengan dokter Budiman di ruangannya setelah kami pindahkan ibu mbak dari ruang UGD ke kamar," ucap suster.

Sarah hanya mengangguk pasrah. Dia duduk di ruang tunggu menunggu dokter Budiman memeriksa bundanya.

"Kamu putrinya?" tanya dokter Budiman setelah selesai memeriksa Helena.

"Iya, dok."

"Ikut ke ruangan saya," ajaknya.

Sarah mengikuti langkah dokter Budiman masuk ke ruang kerjanya, "Begini, ibumu mengalami penyumbatan pada pembuluh darah di jantungnya, jadi harus segera dioperasi bypass," ujar dokter.

"Apa tidak ada cara lain selain operasi dok?"

"Bisa menggunakan obat, tapi untuk kasus ibumu, sebaiknya dioperasi. Pada saat ini, saya hanya bisa menstabilkan aliran darah dengan obat-obatan, tapi tidak bisa berlangsung lama. Maksimal satu minggu harus sudah di operasi."

"Satu minggu?"

Dokter Budiman mengangguk.

"Biayanya berapa dok?"

"Sekitar 70 juta sampai 120 juta, tergantung dari hasil pemeriksaan darah, apakah ada penyakit lain yang mengikutinya."

Sarah menunduk, bundanya sakit karena hutang pamannya 5 milyar yang dibebankan kepada bundanya. "Apakah bunda masih menyimpan perhiasan? Mungkin bisa dijual untuk biaya operasi," ucapnya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status