Share

5. Jangan Caper

“Rumi?” Rafa segera berdiri dari kursinya, ketika melihat Rumi berjalan bersama Qai dan Dandi. Debaran jantung yang tadinya baik-baik saja, mendadak berdegup tidak karuan setelah melihat gadis itu di depan mata.

Rafa kira, hatinya sudah aman-aman saja setelah Rumi menghilang tanpa kabar sama sekali. Terlebih lagi, Rafa telah memiliki Hera yang sudah menjadi pusat dunianya selain Glory.

“Mas! Urgen!” Qai segera berceletuk, sembari menarik kursi di samping Rafa dan duduk di sana. “Tolong telpon Alpha dan cari tahu posisi dia sekarang. Aku tadi sempat nelpon bu Agnes dan— Mas!” Qai sampai harus menepuk lengan Rafa, yang masih saja tercenung saat melihat Rumi. Dahulu kala, Rafa memang memendam rasa pada Rumi, tetapi tidak berbalas. Namun, Qai tidak menduga jika perasaan itu ternyata masih ada sampai saat ini.

“Ah ya! Rumi!” Rafa mengerjap. Ia kembali duduk dengan perlahan, tanpa melepas tatapan penasaran pada gadis itu. “Risa bilang, kemarin kamu pergi sama Alpha ke kantor polisi.”

Dandi duduk di samping Rumi, lalu menyangga wajah dengan malas. Kenapa juga ia harus ikut campur dalam urusan pribadi keluarga Mahawira? Kalau bukan Jaya yang memaksa, Dandi pasti sudah kabur pulang ke rumah dan menikmati hari minggunya dengan santai.

Rumi yang duduk berseberangan dengan Qai menggeleng. Sekian lama tidak bertemu Rafa, pria itu tampak semakin dewasa dan lebih berwibawa. Namun, tidak demikian dengan Alpha, Qai, dan Dandi yang tetap terlihat begitu-begitu saja.

“Mas Alpha, nggak bawa saya ke kantor polisi, Pak,” ucap Rumi masih dilanda cemas dan kebingungan yang tidak kunjung mereda.

“Alpha bawa Rumi ke apartemennya,” sambar Qai kemudian menjelaskan semua hal yang didengarnya dari Rumi pada Rafa. Meskipun tidak secara detail, tetapi Qai yakin Rafa telah mengerti dengan semua hal yang terjadi.

“Jadi …” Semua yang diceritakan Qai tidak bisa dianggap sepele. “Ada kemungkinan Alpha sekarang masih ada di apartemennya?”

“Mu-mungkin, Pak.”

Rafa meraih ponsel yang sejak tadi ada di meja. Karena tidak memiliki nomor Risa, maka Rafa segera menghubungi Agnes. “Tunggu sebentar.”

Rumi mengangguk dan hanya bisa menunggu.

“Ma, apa Alpha sudah bisa dihubungi?” tanya Rafa setelah Agnes menerima panggilannya di ujung sana.

“Belum, Raf.”

“Bisa minta tolong suruh Risa ke apartemen Alpha yang lama?” pinta Rafa. “Saya juga ada urusan urgen sama Alpha, Ma. Masalah kerjaan.”

Saat Agnes mengiyakan, Rafa segera mengakhiri panggilannya dengan sopan. Ia kembali fokus pada Rumi, yang masih saja memesona seperti dahulu kala.

“Yang jadi masalah sekarang, semua sudah tahu kalau Alpha kemarin pergi sama Rumi.” Rafa tidak bisa berpikir. Tindakan apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Di satu sisi, Rafa ingin sekali berada di pihak Rumi. Namun, di sisi lain Rafa sudah terikat dengan Hera dan memiliki tanggung jawab penuh atas diri wanita itu. Meskipun, kondisi Hera saat ini masih belum ada kemajuan yang berarti. Hera masih berada di kursi roda dan tidak lagi memberi respons sama sekali.

“Karena itu, Mas, kita mau tahu dulu kondisi Alpha,” ujar Qai. “Kalau memang nggak ada apa-apa, masalah ini bisa jadi dendam personal. Rumi bisa terancam.”

“Urusan Alpha, serahkan sama saya.” Rafa menyalakan kembali layar ponselnya, lalu menatap Rumi. “Berapa nomor hapemu, Rum? Nanti, begitu saya dengar kabar dari Alpha, kamu langsung saya kabari.”

Rumi tidak bisa menolak, karena ia juga membutuhkan kabar Alpha sesegera mungkin. Lantas, ia menyebutkan nomor ponselnya dan Rafa langsung melakukan misscall saat itu juga.

“Save nomorku,” titah Rafa masih saja merasa terhimpit karena statusnya saat ini. Rafa adalah pria beristri dan harus menjaga jaraknya dengan Rumi.

“Karena nggak ada lagi yang bisa kita bicarain, pulanglah dengan Dandi, Rum.” Qai mengeluarkan kunci mobil dan menyodorkannya pada Dandi. “Pake mobilku dan titip Rumi.”

“Maksudnya?” sambar Rafa tidak mengerti. Kenapa Rumi harus pulang dengan Dandi?

“Untuk sementara, Rumi tinggal di rumah Dandi,” jelas Qai. “Dan, ada yang mau aku bicarain sama kamu sebentar, Mas.”

Rumi kembali menurut. Ia bangkit dan mengucapkan terima kasih dengan formal pada Rafa terlebih dahulu, sebelum pergi dengan Dandi.

“Mas, kalau mau ambil keputusan, lebih baik ambil sekarang,” ujar Qai setelah Rumi dan Dandi mulai menjauh.

“Keputusan?”

“Hera … Rumi, atau—"

“Qai—”

“Aku nggak mau ikut campur, Mas.” Qai mengangkat kedua tangannya sebentar. “Tapi, pikirkan baik-baik sebelum kamu mengambil satu keputusan. Karena yang aku tahu, baik Rumi ataupun Hera, mereka sama-sama nggak punya perasaan sama kamu. Jadi, sekali lagi aku bilang, pikirkan semua baik-baik.”

~~~~~~~~~~~

“Ini kamarmu.” Dandi membuka pintu sebuah kamar tamu di lantai satu dan mempersilakan Rumi memasukinya. “Ada dua kamar di lantai satu dan satu kamar di lantai dua, kamarku. Nanti, kamu bisa keliling sendiri dan cari tahu sendiri. Tapi nggak usah ke lantai atas, karena seluruh lantai dua itu wilayahku.”

Rumi mengangguk. Untuk sementara ini, ia tidak memiliki pilihan lain. “Makasih, Mas. Saya janji na—”

“Nggak usah janji-janji,” putus Dandi yang sejak awal tidak setuju dengan penempatan Rumi di rumahnya. “Pokoknya, begitu kita tahu kondisi sama lokasi Alpha, baru— ck!” Dandi merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya yang berdering. Ia menjauh dari Rumi, begitu tahu siapa yang menelepon saat ini. “Ya, Ma?”

“Kamu sudah di rumah atau belum?”

“Baru aja sampai.” Tiba-tiba saja, Dandi memiliki firasat buruk. “Kenapa?”

“Mungkin … 20 menitan lagi Mama sampai ke rumahmu.”

Benar dugaan Dandi. Firasat tidak enaknya barusana adalah tentang kedatangan mamanya ke rumah sebentar lagi. Hal ini pasti berkaitan dengan Rumi, yang akan tinggal sementara waktu di kediaman Dandi.  

“Ma, mau ngapain ke sini?” Dandi pasti akan dibuat pusing dengan tingkah sang mama nantinya. Entah apa yang akan dilakukan mamanya itu pada Rumi, jika mereka berdua bertemu.

“Mau nengokin anak Mama yang lebih suka nengokin omnya, daripada orang tuanya sendiri.”

“Ma—” Dandi berdecak keras, saat sang mama mengakhiri pembicaraan mereka secara sepihak. Untuk itu, Dandi kembali menghampiri kamar Rumi yang pintunya masih terbuka. Ia berdiri di bibir pintu dan melihat gadis itu duduk di sudut tempat tidur dengan kaku. “Mamaku mau ke sini sebentar lagi. Jangan terlalu caper dan nggak usah banyak bicara. Kala ditanya jawab, kalau nggak ditanya mending diam. Oke Rum?”

Rumi mengangguk pelan. “Oke, Mas.”

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
Dandi jangan galak² sama Rumi nanti jatuh cinta loh.... eehhh kalau ga salah dia terpesona sama Hera kan ya jafi berasa tertukar nih jodohnya Hera malah nikah sama Rafa
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kasihan Rumi, padahal niatnya cuma nyelametin diri dari Alpha. tapi jadinya malah sembunyi kek buronan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status