Home / Rumah Tangga / Adikmu Bukan Adikku Mas / Bab 1 Permintaan adik ipar

Share

Adikmu Bukan Adikku Mas
Adikmu Bukan Adikku Mas
Author: Reg Eryn

Bab 1 Permintaan adik ipar

Author: Reg Eryn
last update Last Updated: 2022-10-26 10:35:53

 

 

[Bang, kirimkan aku uang. Untuk beli ponsel]

 

Pesan masuk dari adik suamiku. Aku sengaja mengintip sekilas, saat Mas Dendi membuka pesannya di sampingku.

 

Enak saja dia meminta uang untuk beli ponselnya. Memangnya suamiku gudang duit!

 

Kulihat suamiku mengetik, mungkin balasan pesan untuk adaiknya. Wajah Mas Dendi sedikit berubah.

 

"Kenapa, Mas?" tanyaku pura-pura penasaran.

 

"Mmmm, ini si Rama minta dibelikan hape baru," jawabnya sambil menggaruk tengkuk.

 

"Oh, Hape apa?" tanyaku lagi penasaran. 

 

"Minta merk Samsul, yang ini." Dia menunjukkan gambar di ponselnya.

 

Uwawww... Ponsel seharga lima juta? Enak sekali hidupnya, ponsel semahal itu tinggal minta. Gaji abangnya sebulan juga bakal habis cuma untuk membelinya. 

 

Aku hanya melihat sekilas, lalu kembali duduk ke posisi semula tanpa berbicara sepatah kata pun.

 

"Belikan, ya, Dek! Cuma lima juta, kok." pintanya memelas.

 

"Ya, terserah kamu. Kalau kamu ada uang, dibelikan. Kalau nggak ada uang mau bagaimana lagi?" jawabku santai.

 

"Uang, Mas. Kan uang kamu juga, Dek. Jadi bisa dong kamu belikan dulu."

 

Heeiii! Uangmu memang uangku. Tapi uangku, ya tetap uangku. Jika untuk keperluan kamu sendiri, aku masih oke, lah. Kalau untuk adikmu! Sorry dory strowbery.

 

"Enak saja kalau ngomong. Uangku nggak ada kalau sampai lima juta!" ucapku beralasan. 

 

"Nggak mungkin!  Kamu kan jualan online. Reseller kamu juga sudah banyak. Jadi mana mungkin nggak ada uang," desaknya. 

 

"Uangku mau untuk modal. Lagian, kalau dia mau hape, beli sendiri napa!"

 

Sudah besar ini. Masa hape saja sampai minta dibelikan. Pacaran saja sudah bisa, giliran beli hape, cuma minta! Mau dikasih makan apa, anak orang nanti.

 

"Kamu kan tau, dia belum bekerja, Dek. Jadi, dia masih tanggung jawabku. Apa yang diingkinkannya harus aku turuti," ucapanya enteng.

 

"Ya, itukan tanggung jawabmu! Bukan aku! Jadi belilah pakai uangmu sendiri!" ujarku ketus. Enak saja adiknya juga jadi tanggung jawabku.

 

"Kamu, kan tau sendiri. Sekarang tanggal tua. Mana ada lagi uangku!" Wajahnya tampak kesal. Mungkin karena aku nggak mau tahu tentang adiknya.

 

"Kalau nggak ada uang, jangan sok sokan mau belikan adikmu hape baru!"

 

"Adikku, adikmu juga loh, Dek!"

 

"Tidak! Adikmu bukan adikku!"

 

"Kok gitu?"

 

"Bukannya selama ini dia nggak pernah menganggap aku ini kakak iparnya? Coba kamu ingat, apa pernah dia menelpon bertanya kabarku? Enggak kan!" jawabku ketus.

 

"Nggak tanya kabar, bukan berarti gak peduli, Dek!"

 

"Jadi, apa namany? Pokoknya, aku nggak mau ngeluarkan uang untuk beli hapenya."

 

"Kenapa sih! Kamu perhitungan sekali dengan keluargaku?"

 

"Loh, ya harus dong, Mas! Aku capek kerja, belanja segala jenis barang untuk kukirim sama resellerku. Naik motor sendiri, bawa barang sendiri. Tidak peduli hujan, tidak peduli panas terik. Aku tetap berjuang. Kok seenaknya saja mau dihamburkan!"

 

"Ini bukan dihamburkan, Dek! Ini untuk menyenangkan adikku!"

 

"Kalau mau nyenengin adikmu, ya, pakai uangmu sendiri. Jangan minta aku!"

 

"Dek! Aku harus bilang berapa kali. Aku ini nggak punya duit, lagi tanggal tua."

 

"Mas! Aku juga harus bilang berala kali. Kalau aku juga nggak punya uang untuk beli hape adikmu!"

 

"Kamu kenapa jadi keterlaluan begini sih, Dek?"

 

"Yang keterlaluan itu kamu, Mas! Hape aku aja cuma merk Opon dengan harga dua juta. Lah, dia. Udah minta, pake harga yang mahal lagi!"

 

"Itu karena dia belum kerja, Dek!"

 

"Makanya, disuruh kerja! Usia sudah 21 tahun, lelaki, sehat tanpa kekurangan. Masa apa-apa masih minta! Harusnya malu dong!" ejekku, dan langsung dapat pendelikkan dari Mas Dendi.

 

"Mau kerja apa? Dia cuma tamatan SMA, dek!" kekeuhnya

 

Lihatkan! Masih saja dibelain. Adik tidak tahu diri seperti itu. Tamatan SMA, bukan berarti harus menganggur di rumah. Banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dari pada jadi pengangguran. 

Tamatan SMA bukan sebagai alasan untuk tidak bekerja. Aku saja yang tamatan SMA, bisa mencari uang juga.

 

"Apa ajalah, dari pada jadi beban keluarga!"

 

"Kamu, kok nyolot sih, Dek?" tanyanya marah.

 

"Ya, iyalah. Siapa coba yang nggak bakal nyolot, kalau punya adik seperti itu. Minta hape seenak udelnya sendiri. Kamu harus bisa bedain, Mas. Mana tanggung jawab, mana bodoh! Tanggung jawab seorang laki-laki itu menafkahi anak dan istrinya. Orang tua dan adik juga termasuk. Tapi, adik perempuan yang sudah tidak ada bapaknya. Adik lelaki, yang masih kecil belum bisa bekerja! Lah adikmu itu? udah dewasa. Seharusnya bisa mandiri! Jangan malah tangan menengadah aja bisa-nya!" cerocosku panjang lebar.

 

Sebal rasanya. Adiknya itu sudah dewasa. Bukan lagi anak kecil yang belum bisa mencari nafkah, tetapi selalu saja meminta apapun pada suamiku. 

 

Mungkin dia berpikir abangnya ini banyak duit. Jadi bisa diporoti uangnya. 

Memang sungguh sangat keterlaluan.

 

"Dek! Suatu saat nanti juga pasti akan diganti!"

 

"Diganti dari mana? Adikmu itu, kerja aja nggak mau! Di rumah cuma makan, tidur, main!" 

 

"Heii! Aku nggak terima adikku terus kau hina, ya!" teriaknya sengit. 

 

"Aku bukan menghina! Ini semua kenyataan!" Aku pun meneriakinya tak kalah sengit. 

 

Enak sekali dia meneriaki aku. Sudah bagus aku membantunya mencari nafkah. Agar kehidupan semakin meningkat. Eehhh seenaknya pula dia mau menghamburkan uang untuk adik lelakinya yang tak tahu malu itu.

 

"Memang, keterlaluan, Kau!" Tangannya melayang ke udara hendak menamparku.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Diana Susanti
kisah ini persis aku,,, tapi iparku malah disuruh mencari kan kerjaan,,, mertua menyuruh iparku di kuliyahkan,,,, pokoknya seperti anaknya gajinya besar,,, tapi akhirnya aku juga yg jd kebebanan ikut aku 9 tahun coba pikir ajah
goodnovel comment avatar
ivanov44
Cerai sj mbak, buat apa piara parasit, yg ada uang lu yg dimaling nanti ha ha..
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 46

    "Mel, maafkan aku!" ujar lelaki yang ternyata Mas Dendi.Semenjak kejadian dia bertengkar dan adiknya ditangkap polisi, aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Mengapa sekarang dia muncul lagi dihadapanku?Aku heran, darimana dia tahu aku tinggal di sini. Padahal, selama pindah, tak pernah sekalipun aku memberi tahunya tinggal di mana.Apa jangan-jangan dia memata-mataiku?"Maaf, untuk apa?" tanyaku malas.Malas jika harus bertemu dengannya. Malas segalanya bila berurusan dengan yang namanya mantan. Jika sudah menjadi mantan, maka semuanya telah usai bagiku."Untuk segala yang sudah kulakukan padamu dulu. Aku menyesal telah melepaskanmu demi adik tak tahu diri itu!" ucapnya dengan mimik wajah yang penuh dengan penyesalan.Semuanya sudah terlambat. Untuk apa lagi dia meminta maaf. Toh, tidak akan merubah segalanya yang sudah terjadi."Sudahlah. Lagi pula, semuanya sudah berlalu.""Tapi, aku benar-benar menyesal, Mel. Bila waktu bisa diputar kembali. Aku, ingin memperbaiki segalanya. Dan

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 45

    Sesuai dengan ucapannya. Bang Ilyas membawaku dan Karin melihat rumah baru kami. Hari ini, dia libur bekerja karena sudah berjanji untuk melihat-lihat rumah tersebut. Dan jika cocok, maka langsung bayaran.Rumah ini cukup besar. Apalagi jika hanya untuk kami berdua tinggal. Bahkan menurutku, terlalu besar. Hanya rumah, sementara ruko seperti yang kami bicarakan sebelumnya, tidak ada."Rumah dulu, Dek. Nanti, kita bangun ruko di samping. Tanahnya juga kebetulan masih luas." Bang Ilyas, seperti bisa membaca isi hatiku. Tanpa aku berbicara, dia sudah mengatakan yang baru saja kupikirkan."Iya, gimana bagusnya aja, Bang." Aku tersenyum."Cantik kali ini, kalau jadi rumahmu, Kak!" ucap Karin takjub.Karena di depan abangnya ini, makanya dia panggil Kak. Coba kalau nggak, udah pasti aku, kau."Iya, aku suka kali rumah ini. Cocok untuk buka usaha juga. Depan langsung jalan besar.""Iya, kan. Bisa buka toko sekalian jualan online ini," ucap Karin sambil terus berkeliling untuk melihat-lihat.

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 44

    "Lelaki itu, adiknya Dendi, Dek?" tanya suamiku, melihat kepergian dua makhluk yang tak bisa disebutkan jenisnya itu."Iya," jawabku singkat padat dan jelas.Malas bahas manusia tak tahu diri itu. Bikin nambah dosa aja."Kok, mereka tega sih, main belakang begitu?" tanyanya lagi.Kok tumben suamiku ini mengurusi kehidupan orang. Kalau aku sih malas."Nggak tau, Bang. Mungkin mereka dibutakan oleh hawa nafsu. Ah, udahlah, malas bahas mereka. Ayo, kita balik ke penginapan aja." Aku menarik tangannya pelan dan membawanya berjalan menuju tempat istirahat kami.Gara-gara ketemu mereka jadi bad mood deh. Hemmmm...Udah nggak semangat untuk jalan-jalan. Pengen cepat pulang aja deh."Abang, udah dapat rumah yang pas untuk kita pindah, Dek!" ucapnya saat kami masih melangkahkan kaki beriringan.Syukurlah, akhirnya bisa menjauh dari mereka semua yang selalu bikin rusuh.Berjalan sambil mengobrol begini, setidaknya bisa mengurangi rasa jengkelku pada Rama dan Ratna.Mereka yang ketahuan selingku

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 43

    Tak salah lagi. Itu memang Ratna. Dia melihat ke arahku, dan Aku sepontan menutup sebagian wajah dengan menggunakan hijab yang menjuntai. Sengaja membentuknya seperti cadar agar dia tak mengenaliku.Nanti, dia berpikir pula kalau aku sengaja membuntutinya. Padahal, nggat tau sama sekali kalau dia juga sedang berada di sini. Dan parahnya bersama adik iparnya sendiri.Mereka berdua berjalan mendekat ke arahku, dengan Ratna yang bersandar pada bahu Rama.Kalau Bang Ilyas datang ke sini, bisa hancur penyamaranku ini.[Abang, tolong ke penginapan dulu, ambilkan jaket. Adek sedikit kedinginan nih!] aku mengirimkan pesan pada suamiku. Sengaja mengulur waktu agar tak bertemu dengan kedua manusia lucknut ini.[Oke, sayang. Ditunggu, jangan kemana-mana.] balasnya.Kedua makhluk tak tahu diri itu terus berjalan mendekat ke arahku. Kebetulan, bangku yang kududuki masih luas dan kosong.Tamatlah riwayatku. Mereka duduk di sampingku. Sekitar satu meter dari tempat dudukku."Aku, terlalu bosan denga

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 42

    Aku tersenyum saat suamiku menyentuh tanganku. Aku tau kalau dia tidak suka aku berdebat dengan tantenya."Jangan Marah gitu dong, tan. Aku kan cuma bercanda. Jangan dibawa serius ah!" kilahku."Halah! Nggak usah banyak kali alasanmu!" serunya emosi."Udah tante, jangan emosi. Nanti naik loh, gula darahnya! Ayo, Bang. Kita berangkat!" Aku mengalihkan pembicaraan, karena yakin Bang Ilyas tak suka dengan pertdebatan kami."Abang, masih lama menginap di rumah tante?" tanya Saras memulai percakapan, setelah beberapa saat terdiam."Belum tau, kenapa?" tanya suamiku."Nggak apa. Kalau masih lama, aku kan bisa main lagi ke sana," ujar Saras."Kayaknya, kalau nggak besok atau nanti sore, kami udah pulang sih, Ras. Soalnya pengen honeymoon!" Aku ikut menanggapi obrolan mereka.Padahal, tak ada rencana honeymoon. Ini hanya alasan biar si Saras semakin kepanasan. Dia pasti tak suka melihatku menikmati hidup bersama suamiku.Bang Ilyas menoleh ke arahku. Wajahnya seperti ingin bertanya. Karena se

  • Adikmu Bukan Adikku Mas   Bab 41

    "Eeehhh. Mau ngapain, Bang?" Aku terus beringsut mundur saat Bang Ilyas mendekat."Mengulang yang tadi malam," ucapnya santai."Isshhh. Udah terang gini. Nanti dipanggil sarapan sama yang lain gimana?" protesku, mencoba mendorongnya."Udah, biarkan aja mereka sarapan duluan." Dia tetap kekeuh melanjutkan aksinya.Ngeyel banget sih, Bang!Tok! Tok! Tok!"Ilyas! Ayo sarapan!" panggil Mama.Bang Ilyas menghentikan aksinya dan mengacak rambutnya asal."Hmmm... Mama datang di saat yang tidak tepat. Padahal anaknya sedang berusaha memberikannya cucu!" omel suamiku lucu sekali. Aku cekikikan melihatnya."Nanti Ilyas dan Melia menyusul. Mama dan yang lain, lanjutkan aja sarapannya!" ujar suamiku dengan sedikit berteriak."Nggak bisa dong, Nak. Tante Yulia dan Saras akan pulang pagi ini. Jadi kita sarapan bersama dulu!" ujar Mama lagi. Wah, ternyata mereka tahu diri juga. Kupikir mau sampai aku dan suamiku pergi dari sini, baru mereka pulang.Tak perlu lah, tarik urat sepanjang hari. Karena p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status