Lian menjulurkan tangannya di tepat di leher wanita cantik itu.
"T-Tuan s-saya bisa mati," ucap Nalaa dengan nada yang terdengar rendah. "Mati atau bukan itu bukan urusanku, kamu lancang sudah menumpahkan kopi pada dokumen penting saya, dan ini balasan untuk orang yang tidak tahu diri." Nalaa merasa tidak punya berat badan dan sangat ringan. "T-Tuan b-bukan saya yang mengotori me..jam Tu...aann." Pandangan Nalaa mulai mengabur begitu juga dengan gerakan wanita itu yang mulai melemah, Giok datang karena mendengar keributan yang terjadi di ruangan kerja Lian. Melihat pemandangan itu laki-laki yang usianya sama seperti Lian pun segera mencegah atasan sekaligus temannya itu untuk menghentikan cekikan di leher pengasuh barunya. "Lepaskan dia, Tuan Lian dia bisa mati dan Tuan akan kena masalah lebih besar lagi," ujar Gio dengan nada tegas memberitahu tindakan atasannya tersebut. Lian melepaskan cekikan di leher Nalaa hingga wanita itu hampir saja terjatuh membentur lantai jika Gio tidak membantu menopang tubuhnya. Laki-laki itu membawa Nalaa yang sudah tidak sadarkan diri ke sofa terdekat, "Tuan Anda hampir saja membunuh dia!" "Aku tidak peduli, dia sudah merusak dokumen yang ada di atas meja!" tegas Lian dingin dengan kilatan amarah yang memuncak. Gio menarik napas dalam dan mulai menenangkan tuannya tersebut, "Anda sudah melihat rekaman Cctv?" tanya Gio lembut. "Belum!" "Lihat dulu Tuan!" Gio menyerahkan tablet yang kini dia berikan kepada Lian, laki-laki yang memakai pakaian formal itu mengusap rambutnya kasar dan berteriak pelan, kini pandangannya tertuju pada wanita yang dia sakiti tadi. Dalam rekaman CCTV terlihat jika kucing putih kesayangannya yang menumpahkan kopi di atas meja tanpa sengaja, tetapi malah menyalahkan Nalaa yang tidak melakukan kesalahan tersebut. "Panggil dokter Harun ke sini,dia harus mendapatkan pemeriksaan karena kesalahanku." Gio hanya menunduk lalu pergi, sebuah senyuman tipis terlihat dari laki-laki tersebut. Lian hanya merutuki kebodohannya sendiri melihat wanita cantik itu tidak lagi melawan dirinya, "Im sorry girl." Laki-laki itu hanya meraup napas dalam-dalam dan mengeluarkan perlahan, kecemasannya masih belum beraaakhir karena Nalaa belum sepenuhnya sadar. Laki-laki itu duduk sangat jauh dari posisi Nalaa yang tadi dibaringkan di sofa oleh Gio, dalam hati Lian pun dia berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama sebelum adanya sebuah bukti. Tidak berapa lama seorang dokter yang merupakan dokter keluarga Ganeswara muncul bersama dengan Gio. "Selamat pagi, Tuan apa yang sedang Anda rasakan saat ini," ujar laki-laki itu dengan nada ramah kepada Lian. "Periksa saja wanita itu, bagaimanapun caranya agar dia segera sadar, aku tidak mau ada wanita yang sakit di wilayahku, hanya buat orang kesal bahkan bisa jadi menularkan penyakit," tutur Lian dengan kata-kata pedas. Gio hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah atasannya tersebut, Lian memang terkenal dingin dan tidak pandang lawan, dia akan bersikap dengan cuek meskipun itu kepada wanita juga, jika wanita tersebut sudah mengusik ketenangannya. Dokter tersebut maju dan memeriksa keadaan Nalaa, laki-laki yang memakai jas putih itu menoleh kepada Lian, "Dia harus segera dirawat di rumah sakit, detak jantungnya semakin melemah dan dia terlihat sangat ketakutan." Lian hanya terdiam dengan wajah dinginnya, lalu dengan mudah memerintah Gio untuk membawa Nalaa ke rumah sakit. Tepar saat itu ponsel Nalaa berbunyi di sana tertera nama sahabatnya. Ponsel itu kini ada di sofa, melihat ada nama Septi di sana, Lian mengangkat panggilan tersebut dan diam mendengarkan ocehan wanita di seberang sana. "Nalaa kamu ada di mana? Aku nyari kamu di cafe asmara juga tidak ada, terus kata mereka kamu tidak bisa dihubungi, kamu kenapa Nalaa? Kalau ada apa-apa bilang padaku, apa kontrakan kamu nunggak, aku yang akan bantu kamu lunasin, tapi bicaralah Nalaa," oceh seseorang di seberang sana. Karena Lian kesal dengan ucapan wanita yang dia tadi menghubungi Nalaa, laki-laki itu segera memutuskan panggilan dan menonaktifkan ponsel tersebut. Lian mengesah pelan dan meninju angin kuat, "Kenapa aku jadi seperti ini? Bahkan setelah melihat wajahnya rasa kesal itu tiba-tiba datang." Laki-laki yang kini duduk di sebelah berkas yang tadi ketumpahan kopi tadi hanya bisa melihat kekacauan yang disebabkan oleh kucing miliknya sendiri. Lian duduk dengan gelisah, sementara di rumah sakit Nalaa langsung ditangani dengan intensif. Dokter keluarga Ganeswara itu mulai memeriksa keadaan Nalaa yang ada di ruang IGD. Saat napas pasien hampir menghilang, dokter melakukan beberapa tindakan darurat untuk menyelamatkan pasien. 1. *Resusitasi kardiopulmoner (RJP)*: Jika pasien mengalami henti napas dan henti jantung, dokter akan melakukan RJP untuk memulihkan fungsi jantung dan napas. 2. *Intubasi*: Dokter akan memasukkan selang endotrakeal ke dalam trakea pasien untuk membantu pasien bernapas. 3. *Ventilasi mekanik*: Dokter akan menggunakan ventilator untuk membantu pasien bernapas. 4. *Pemberian obat*: Dokter mungkin akan memberikan obat-obatan untuk membantu meningkatkan fungsi jantung dan napas. Selain itu, dokter juga akan melakukan beberapa tindakan lain seperti: *Pemeriksaan fisik*: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab kesulitan napas. *Monitoring*: Dokter akan memantau kondisi pasien secara terus-menerus untuk mengetahui perubahan kondisi pasien. *Kolaborasi dengan tim*: Dokter akan bekerja sama dengan tim medis lain untuk memberikan perawatan yang tepat. Tujuan utama adalah untuk menyelamatkan pasien dan memulihkan fungsi napas dan jantung. Gio berdiri dengan wajah dingin, berharap jika Nalaa baik-baik saja. Hingga dokter itu pun keluar dari ruangan IGD. "Bagaimana kondisi Non Nalaa?" "Untung saja kamu tepat waktu menelpon dan kita juga berhasil membawa dia ke rumah sakit, jika tidak mungkin nyawanya akan hilang." Gio tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut, selang berapa detik ponsel miliknya berbunyi, di sana tertera Tuan Lian. "Iya Tuan ada yang bisa saya bantu?" "Bagaimana kondisi wanita itu?" tanya pelan Lian yang masih terasa dingin dan kaku. "Dia sudah melewati masa kritis, Tuan namun hampir saja dia kehilangan nyawanya karena jantungnya hampir tidak berdetak lagi, karena pasokan oksigennya terhalang." Gio menjelaskan apa yang dia ketahui sedikit, dia juga membaca sebuah artikel saat Nalaa diperiksa tadi. Helaan napas lega terdengar sangat lirih, ada senyum tipis yang tercetak di wajah Gio, dia melihat perubahan dari seorang Lian yang kaku dan juga dingin terhadap wanita. "Kalau begitu, kamu pulang sekarang dan bawakan beberapa makanan untuk wanita itu nanti setelah selesai melewati masa kritis," perintah Lian kepada Gio. "Iya Tuan." Panggilan itupun berakhir, Lian duduk dengan memijit kepalanya yang terasa berat, dia juga harus mengulang pekerjaannya yang dia buat tadi, hingga sebuah notifikasi masuk, mata Lian terbelalak dan tidak percaya apa yang dia sekarang....Notifikasi yang baru saja masuk membuat Lian membeku beberapa detik. Laki-laki itu menatap layar ponselnya dengan tatapan tajam--sebuah pesan dari Pengacara keluarga Ganeswara, Mr. Taufan. ["Tuan Muda, sesuai wasiat almarhum Ayah Anda, kami diharapkan bertemu dengan calon pendamping Anda dalam waktu dua hari ke depan. Harap informasikan waktu dan tempat. Ini menyangkut pembebasan saham terakhir dan warisan utama Mahkota Ganeswara."] Lian mengusap wajahnya kasar, bibirnya terkatup rapat seakan menahan sumpah serapah yang nyaris keluar. Satu sisi otaknya ingin mengabaikan semua ini. Namun sisi lainnya tahu betul--warisan utama Mahkota Ganeswara bukan sekadar simbol, itu kekuatan, pengaruh, dan tahta. "Calon istri?" gumam Lian lirih sambil berdiri pelan. Pandangannya menyapu ruangan kerja miliknya yang masih kacau karena insiden sebelumnya. Dia terdiam, napasnya mulai berat. Dan wajah Nalaa--wanita yang hampir dia bunuh--muncul begitu saja tanpa permisi di dalam pikirannya. "Tidak.
Lian menjulurkan tangannya di tepat di leher wanita cantik itu. "T-Tuan s-saya bisa mati," ucap Nalaa dengan nada yang terdengar rendah. "Mati atau bukan itu bukan urusanku, kamu lancang sudah menumpahkan kopi pada dokumen penting saya, dan ini balasan untuk orang yang tidak tahu diri." Nalaa merasa tidak punya berat badan dan sangat ringan. "T-Tuan b-bukan saya yang mengotori me..jam Tu...aann." Pandangan Nalaa mulai mengabur begitu juga dengan gerakan wanita itu yang mulai melemah, Giok datang karena mendengar keributan yang terjadi di ruangan kerja Lian. Melihat pemandangan itu laki-laki yang usianya sama seperti Lian pun segera mencegah atasan sekaligus temannya itu untuk menghentikan cekikan di leher pengasuh barunya. "Lepaskan dia, Tuan Lian dia bisa mati dan Tuan akan kena masalah lebih besar lagi," ujar Gio dengan nada tegas memberitahu tindakan atasannya tersebut. Lian melepaskan cekikan di leher Nalaa hingga wanita itu hampir saja terjatuh membentur lantai jika Gio
Ketukan pelan terdengar dari balik pintu."Non Nalaa, Tuan Lian menunggu di ruang kerjanya," suara Bi Yuni lembut namun tegas.Nalaa masih berdiri kaku di depan cermin besar dalam kamar yang mewah namun asing baginya. Seragam abu tua yang dikenakan melekat pas di tubuhnya, terlalu pas. Lehernya terasa sesak, dan dada sesak bukan karena ukuran pakaian itu--melainkan karena rasa takut yang mengendap dalam benaknya. Nalaa kini resmi menjadi pengasuh pribadi pria paling menakutkan yang pernah dirinya temui yaitu Lian--sosok yang dirumorkan kejam.Dengan langkah ragu, Nalaa keluar dari kamar. Setiap jengkal lorong di mansion itu seperti lorong penjara mewah baginya. Nalaa mengikuti arah yang Bi Yuni tunjukkan, hingga sampai di sebuah pintu besar berukir emas."Masuklah," ucap Bi Yuni pelan, sebelum pergi meninggalkannya sendiri.Dengan tangan gemetar, Nalaa mengetuk pelan."Masuk." Suara dingin itu sudah berapa kali dia dengan sehari ini berulang kali, dan membuat Nalaa takut jika membuat
Tubuh tinggi itu hanya diam dengan tatapan tajam dan sulit diartikan, tidak ada yang bisa Nalaa lakukan selain merutuki kecerobohannya. Lian melempar jas mahalnya ke wajah ketakutan Nalaa yang kini terlihat pucat pasi."Cuci sampai wangi jangan ada noda sekecil apapun, atau nyawamu taruhannya."Perkataan itu membuat Nalaa semakin merinding dan takut jika ucapan dari laki-laki yang dia tahu namanya adalah Lian itu menjadi kenyataan, dia tidak siap jika harus mati muda apalagi neneknya yang sedang sakit parah. Dengan nada gemetar dia menjawab lirih, "Baik, Tuan." Nalaa memegang jas kotor itu dengan erat, dia berniat untuk pulang dan mencuci jas mahal tuan arogan itu di rumah saja, namun langkah kakinya berhenti saat Nalaa mendengar nada dingin, "Mau lari kemana?""Saya hanya ingin mencuci jas mahal Anda di rumah saya, Tuan.""Cuci saja di mansion saya, saya membutuhkan seorang pelayan yang mengurus pakaian kerja saya dan semua keperluan saya dalam jangka waktu satu bulan,' tegas Lian
"Hari ini adalah batas pembayaran operasi Nenek Lestari, jika dalam kurun waktu 24 jam maka kami tidak bisa membantu Anda, Nona!"perkataan seorang wanita yang memakai pakaian serba putih itu dengan nada ramah, namun juga membuat sesak di dada wanita cantik yang kini duduk di kursinya saat pelajaran berlangsung. Materi hari ini tidak masuk ke otak Nalaazara Kimora Carelia, dia sibuk dengan pikirannya sendiri, mencari solusi untuk biaya transplatasi jantung Nenek tercintanya yang sangat fantastis. Pelajaran hari itu selesai lebih cepat karena salah satu dosen tidak hadir dan memberikan tugas di kelas Nalaa. Septi yang merupakan teman sekelas nalaa pun melihat tingkah sahabatnya yang sedari tadi hanya bengong, wanita cantik itu menyikut Nalaa dengan sengaja, membuat Nalaa terkejut dan reflek menoleh arah Septi."Apa dosennya sudah datang?" pertanyaan reflek Nalaa ketika sahabatnya berusaha membuatnya bicara dia terbebas dari lamunan."Malah sudah pergi dari kelas, kamu kenapa sih sedar