Share

Dekat

Akhir-akhir ini aku semakin sibuk dengan masalah skripsi, bimbingan dengan dosen yang menurutku sangat kiler dan di tambah dengan tingkah resek Adit yang membuat aku selalu naik darah.

Entah di sengaja atau tidak, laki-laki urakan itu selau saja nimbrung saat aku baik dalam kesusahan maupun sedang sendirian, seperti penguntit saja, atau dia benar-benar menguntitku.

Seperti waktu itu saat aku sedang kesal dengan guru bimbingan ku, tiba-tiba saja dia nongol di dekat kantin tempat biasa aku nongkrong jika Nara sedang sibuk.

"Ngapain Lo kesini," gerutu sewot saat dia datang menenteng dua mangkok dengan senyuman manisnya.

"Makan lah," jawab Adit santai dan duduk di sampingku.

"Jauh-jauh sana," gerutuku semakin kesal.

"Jangan jutek-jutek, makan dulu," ujarnya dan mengansurkan bakso kesukaan ku, tidak pake bihun dan tentu saja dengan sambal yang pedas.

"Tumben banget baik, biasanya nyebelin banget," ujarku tapi tak ayal tetap menyantap makanan didepan mata. Sayang kalau di buang kan.

"Nah gitu kan adem liatnya," gumam Adit yang aku abaikan.

Asik dengan bakso yang sangat menggugah selera itu.

Pernah juga waktu itu saat aku pulang kemalaman ke kosan, hari itu aku ada janji dengan teman satu kampung, mau mengajak Nara tapi gadis itu sibuk dengan Febri yang semakin memonopolinya, bikin sebal tapi juga bikin aku bahagia, karena menurutku Nara jauh lebih bahagia dengan Febri dari pada dengan Andi mantan pacarnya yang gila itu.

Malam itu aku datang menggunakan taxi dan sialnya karena keasikan ngobrol tidak sadar jam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan yang membuat aku semakin sial lagi taxi yang sulit di daerah itu sedangkan temanku itu di jemput dengan motor oleh kekasihnya.

"Malang sekali nasip jones," gumamku.

Tidak lama menunggu tiba-tiba saja Adit datang dan menawarkan tumpangan, merasa aneh sih waktu itu tapi karena tidak ada pilihan lain jadilah aku mau diantarkan pulang oleh Adit.

Yah dengan terpaksa aku memberitahukan alamatku kepada laki-laki sialan itu.

"Seneng Lo," gerutuku saat sampai dikosan dia masih saja nyengir bagaikan kuda.

"Nanti aku apelin, ok," katanya lagi yang membuat aku terbelalak.

"Enak aja, pacar juga enggak mau ngapel aja Lo," sewotku.

"Kan pdkt dulu Aya baru, masa langsung jadian aja sih," ujarnya lagi.

"Siapa juga yang mau pdkt sama Lo," gerutuku lagi.

"Nah tadi minta dijadiin pacar," kayanya yang membuat aku benar-benar naik darah.

"Susah ngomong sama irnag gila," kata ku dan dengan menghentakkan kaki segera menuju kedalam kosanku. Lama-lama ngeladenin ornag gila gitu bisa buat aku gila juga.

Bukan hanya itu saja pertemuan yang kami alami, masih banyak lagi terutama saat dikampus, padahal setau aku dia bukanlah mahasiswa di kampus kami.

..........

Hari ini dengan malas-malasan aku menuju ke ruangan dosen pembimbing, memberikan refisi proposal yang kemarin kami bahas, sialnya aku berangkat sendiri tadi karena Nara tidak ada jadwal bimbingan hari ini.

"Kok ngenes banget gw," gerutuku sendirian.

"Biasanya ada Nara yang bisa gw recokin," ujarku lagi, lalu menarik nafas dengan berat.

"Teman banyak, tapi yang benar-benar perduli cuma sebiji," gerutuku lagi.

"Apa bayar orang aja yah?" Fikiran gilaku kembali melanglang buana.

"Tapi kan itu sama aja bohong," ujarku dan memukul pelan kepalaku.

"Sudahlah Tia jangan memikirkan hal tidak berguna seperti itu," gumamku dan segera mengetok pintu kayu yang terlihat sangat menakutkan di depan mataku.

"Masuk," suara bas di dalam sana menginterupsi ku.

Dengan ogah-ogahan aku segera masuk dan tidak lupa memasang senyum senatural mungkin, meskipun hati masih ngomel tapi wajah harus terlihat tetap indah.

"Taruh saja diatas meja," ujarnya tanpa melihatku.

"Ini pak," kataku lagi.

"Eehh kamu," katanya menatapku saat aku sudah menaruh proposal yang kemarin sudah aku perbaiki.

"Iya oak," jawabku dengan senyuman manis.

Dia segera membalik-balik proposal ku dan setelahnya ucapan mematikan itu segera meluncur begitu saja.

"Aku sarankan dua pilihan untuk mu, mencari judul baru atau kebali memperbaiki latar belakang masalahnya," kata dosen sialan ini yang membuat petir bagaikan menyambar di gendnag telingaku.

"Ma ma maksud bapak apa?" Gumamku tidak paham.

"Begini, setelah saya lihat sepertinya latar belakang masalah yang kamu ambil tidak singkron dengan teori yang ada, sedangkan untuk menentukan proposal ini lolos adalah teori yang mendukung," ujar beliau lagi.

"Tapi kemarin bukannya bapak sudah terima," kataku menahan tangis.

"Iya, tapi setelah aku baca-baca kemarin sepertinya tidak nyambung, aku memberimu dua pilihan itu atau kamu bisa menemukan teori yang pas mengenai hal itu," ujarnya lagi dan aku benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi.

"Kalau begitu saya permisi," kataku dan segera meninggalkan tempat terkutuk itu.

Dengan sedikit berlari aku menuju ketaman belakang, menumpahkan tangisanku yah sudah mati-matian aku bendung.

"Sialan, brengsek, maunya apa ha," makiku dan air mata terus saja mengalir di pipiku.

"Mau nya ini dan itu, aku sudah mati-matian mengikutinya dan sekarang tinggal sedikit lagi dia malah minta aku mengubahnya, benar-benar tidak punya perasaan," kataku lagi dan tangisanku malah makin menjadi.

"Sialan, mati saja kau," ujarku yang langsung di sahuti oleh sebuah suara.

"Eehh gak boleh ngomong gitu," ujar suara berat di belakangku.

"Kamu?" Ujaraku saat menemukan Adit berdiri tidak tauh dari ku. Dengan segera aku menghapus air mata yang tadi menggenang dipipiku.

"Nangis boleh, kesal boleh, tapi jangan menyumpahi orang seperti itu," katanya santai dan mendekat.

"Lo gak tau apa-apa jangan ikut campur," ujarku marah.

"Mungkin gw emang gak tau, tapi gak gitu juga kali," ujarnya dan duduk di sebelahku.

"Ngapain Lo kesini, mau ngetawain gw," ujarku lagi.

"Siapa bilang? Memangnya ada maslah apa sama cewek cengeng," uajranya dan aku tatap dengan tajam.

"Gw gak cegeng," kataku tidak terima.

"Ok-ok, tapi kalau ada masalah dan mau nangis yah nangis aja, manusia itu kalau lagi sedih dan kesal wajar kok nangis buat meluapkan kemarahannya, apalagi cewek, itu hal biasa asal dia gak selalu cengeng di setiap ada Maslah aja," ujar Adit yang malah semakin membuat gw menangis.

"Cup-cup," kata Adit dan merengkuh tubuhku, membawanya kedalam pelukannya yang terasa hangat.

"Jangan resek yah Lo," kataku dan dengan gilanya gw malah ngelapin ingusku kelapanya Adit.

"Jangan mulai Aya," gumam Adit tapi tidak melepaskan pelukan kami.

"Bodo amat," gerutuku dan kembali melakukan hal yang menjijikkan itu.

"Gila," ujara Adit saat aku sudah melepaskan pelukannya.

"Rasain, siapa suruh peluk-peluk," gerutu ku.

"Haaah, serba salah deh," ujar Adit dan setelahnya aku malah terkekeh.

"Nah gitu kan cantik," ujar Adit yang membuat aku jadi salting.

"Apaan, gombalannya receh," gumamku lagi tali tak ayal rasanya pipiku dijalari aliran panas.

"Ayo makan," kata Adit yang membuat aku mengernyit.

"Biasanya kalau habis nangis itu perut suka keroncong," ujarnya yang benar adanya.

"Hmmm," jawabku dengan gumam dan hari itu aku habiskan bersama Adit, tertawa mendengarkan leluconnya yang garing tapi malah terus-menerus membuat aku tertawa tanpa henti.

Hari itu tidak terasa membuat kami semakin dekat dan aku sudah tidak memikirkan lagi apapun yang akan terjadi kedepannya, apakah akan baik-baik saja atau hal yang tidak aku inginkan akan terjadi lagi, seperti kisah di masa laluku.

Hay Hay Hay Hay Hay, ketemu lagi kita, maaf ya baru sempat up hari ini. Hehehehe

Semoga kalian gak bosen sama cerita ini, terimakasih buat yang sudah mampir dan kalau bisa bolehlah kasih kriti dan sarannya agar aku bisa semakin membuat tulisan lebih baik lagi. Daaaahh semuaaaaa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status