Share

Marah

"Gw gak suka cara seperti ini," kataku saat sampai di ruangan laki-laki menyebalkan yang sukanya ngatur hidup gw.

"Yang sopan kalau bicara," katanya santai.

"Gw cabut," kataku malas meladeni dia yang pasti ada maunya.

"Duduk," katanya dingin.

Tetap saja aku tidak terpengaruh dan sialnya saat membuka pintu para begundal itu sudah berdiri dengan siaga.

"Mau Lo apasih?" Kata gw dan menghempaskan pintu sekuat yang gw bisa

"Semakin hari kamu semakin tidak sopan," gerutunya lagi.

"Gw malas bicara sopan santun sama orang yang bahkan juah lebih tidak sopan," kataku malas.

"Aku ini tetap palamu," jawabnya marah.

"Baru ngakuin gw sekarang?" Jawabku sarkatis.

"Sudahlah, percuma bicara basa basi dengan mu," jawabnya lagi yang membuatku memutuar bolamata dengan malas.

"Segera selesaikan kuliahmu," katanya memulai dan aku hanya mengangkat alis sebagai tanda tidak mengerti.

"Kau harus segera mengambil ahli perusahaan ini," sambungnya.

"Gw gak tertarik, bukanya anak Lo bukan cuma gw," jawabku malas.

"Adit," hardiknya.

"Gw gak tertarik sama harta Lo dan hmmmm, anak Lo yang satu lagi mungkin mengemis minta posisi ini," kataku remeh.

"Kau tau, aku tidak akan pernah menyerahkan jabatan ini kepadanya," gumam bapak tua itu lagi.

"Itu urusanmu," jawabku santai.

"Cepat atau lambat kau pasti akan menempati posisi ini," gumamnya yang aku jawab dengan kekehan.

"Dalam mimpimu mungkin," kataku remeh.

"Kami sudah tua dan kau seharusnya," ujarnya yang aku potong.

"Aku tidak perduli, seperti kau yang selama ini juga tidak perduli dengan hidup ku," kataku sarkas.

"Itu masalahku dan kau harus melupakannya," ujar laki-laki sialan ini.

"Kau fikir, bagaimana gw hidup bagaikan gelandangan dari kecil bisa dilupakan begitu saja? Bagaimana mama hidup dengan pekerjaan serabutan dan kau hidup mewah dengan wanita murahanmu itu," kataku murka.

"Haaah, kau masih dendam dengan masalalu," gumamnya yang membuat rahangku mengeras.

"Lagipula gw bukan mama yang dengan gampang memaafkan laki-laki brengsek sepertimu," kataku tajam.

"Fikirkan baik-baik, kau akan menyesal jika semua ini tidak jatuh ketanganku," gumamnya yang aku abaikan.

"Baikalh, sesekali pulang lah, mama merindukan mu," ujarnya yang membuat rahangku mengeras.

"Selagi dia disana maka hanya mimpi bagimu melihatku di tempat terkutuk itu," ujarku dan meninggalkan ruangan yang bagaikan neraka itu.

"Minggir berengsek," kataku saat melihat beberapa penjaga menghalangiku.

"Biarkan," ujar laki-laki yang berstatus sebagai papakuitu.

"Baik tuan," ujar si penjaga dan membiarkan aku berlalu begitu saja.

"Sialan," umpatku dan meninju lif beberapa kali.

"Kau Mapur," ujar sebuah suara yang terdengar seperti melodi dari neraka.

"Bukan urusanmu," geramku.

"Hmm, masih saja pemarah seperti biasanya," kata sialan yang sok baik itu.

"Jangan sering-sering, gw alergi melihat gelandangan seperti Lo," katanya yang membuat emosiku seketika memuncak.

"Lo bilang apa?" Kataku dan menarik kerah bajunya.

"Gembel," ujarnya yang membuat aku seketika menyarangkan tinju kerusuk laki-laki sialan ini.

"Hahaha, preman," ujarnya dan saat aku berniat menghajarnya lagi, aku dihalangi oleh security.

"Seret dia keluar," kata laki-laki sialan itu yang membuat gw semakin meradang.

"Lepas sialan," ucapku dan yah mereka segera melepaskan, mereka tau siapa yang sedang ditahannya ini.

"Kita lihat sejauh mana Lo bisa tertawa," gumamku dan meninggalkan perusahaan sialan ini.

Sepanjang perjalanan gw hanya bisa memaki tanpa henti, menyumpah serapahi laki-laki sialan yang egois itu, maunya menang sendiri, suka ngatur. Ditambah dengan anak laknatnya yang sok berkuasa, sok pintar dan sok kaya.

"Sial sial sial sial," makiku dan menendang jok mobil ini.

"Asuh mas, nanti mobil saya rusak," kata supir taxi yang aku tumpangi.

"Gw ganti," balasku sewot.

"Mau makan apa anak dan istri saya nanti mas," katanya lagi yang membuat aku menghembuskan nafas dengan malas.

"8ni uanganya," kataku setelah sampai ditempat tujuan.

"Terimakasih mas," ujar sisupir tersenyum manis saat melihat uang yang gw beri lebih dari Hargo.

"Hmmm," jawabku malas dan segera menuju kemobilku yang tadi gw tinggal.

"Berengsek," gumam gw dan menendang ban mobilku.

"Kenapa harus hari ini," gumamku dan sialnya hp gw malah berbunyi.

"Mama," gumamku dana egera mengangkat panggilan dari wanita yang sudah melahirkan ge itu.

"Ada apa ma?" Kataku tanpa basa basi.

"Halo dit, kata papa kamu tadi kekantor, kenapa tidak mampir sayang, mama merindukanmu," kata mama yang aku jawab dengan tarikan nafas.

"Kamu sehat kan nak?" Tanya mama selali.

"Aku baik-baik saja ma, tadi aku buru-buru," jawabku.

"Kamu terlalu sibuk, kapan bisa ketemu mama," ujar Mama lagi.

"Kalau ada waktu," jawabku.

"Selalu begitu," gumam mama yang membuatku merasa bersalah.

"Besok kita bertemu ditaman tempat biasa," putusku.

"Kenapa selalu disana, tidak bisa kerumah?" Kata mama lagi.

"Maa, Adit sibuk," kataku lagi.

"Baikalh, besok kita ketemu," ucap mama.

"Yasudah, Adi tutup dulu," kataku dan segera memutuskan sambungan telepon kami.

Tidak bukan gw marah kepada mama,gw cuma tidak mau mam semakin sedih, mengingat hubungan gw dengan laki-laki sialan itu tidak pernah akur, maka gw jamin mama akan semakin sedih saja saat melihat pertengkaran diantara kami. Sebisa mungkin gw harus menjauh agar mama tidak merasa sedih terus menerus.

"Kenapa selalu terasa sangat menyebalkan," gumam gw dan melakukan mobil tanpa arah dan tujuan.

"Gadis nakal," gumamku saat melihat Tia dari kejauhan bersama seorang laki-laki.

"Kita lihat saja," kataku dan segera memarkirkan mobilku.

Dengan santai aku segera menuju ketempat gadis bar-bar itu berada dan sepertinya dua tidak sadar dengan keberadaan ku dan itu menajdi hal yang sangat menguntungkan.

"Hay sayang," kataku dan merangkul Tia yang tampaknya sedang asik berbicara dengan laki-laki ini.

"Kamu," geramnya melotot.

"Dia siapa?" Tanya laki-laki itu kepada Tia.

"Dia bukan" ucap Tia yang langsung aku potong.

"Kenalkan gw pacarnya Tia," jawabku tajam.

"Pacar?" Katanya tergagap.

"Gak percaya," kataku dengan alis terangkat.

"Jangan asal," kata Tia yang kembali aku potong. Kali ini bukan dengan perkataan melainkan dengan kecupan singkat di pipinya.

"Adit....." Teriaknya marah dan aku hanya santai saja.

"Sialan, cowok mesum gak punya otak," maki Tia kepadaku.

"Sebaiknya Lo pergi, cewek gw lagi mode ngamuk, gw takut Lo jantungan nanti," kataku santai dan menatap cowok yang terlihat masih bingung itu.

"Nyebelin, jangan ngaku-ngaku Lo," teriak Tia dengan pukula dahsyatnya.

"Malu sayang diliatin banyak ornag," kataku dan menangkap tangannya.

"Bodo amat," jawab Tia dan kembali memukulku dengan membabi buta.

"Mau gw bungkam sama ciuman lagi?" Kataku saat menangkap kedua tangan gadis bar-bar ku ini.

"Mesum," jatanya dan menendang kakiku.

"Aaawws," kataku meringis saat Tia berhasil menendang tulang keningku.

"Rasain, siapa suru jadi cowok resek dan nyebelin," katanya dan sekarang tangannya lah yang melayang memukuli tubuhku.

"Ampun, ampun," kataku lagi.

"Rasain," kata Tia dan semakin semangat menghajarku.

"Cowok sialan, gembel gak tau diri" makinya tali untunglah kali ini tanpa pukulan.

"Capek," tanyaku.

"Sialan," sungut Tia.

"Sama pacar gak boelh galak-galak," kataku lagi.

"Ogah gw pacaran sama Lo, urakan gitu," ujar Tia.

"Kalau gw berubah emangnya Lo mau?" Tantangku.

"Ogah," katanya lagi.

"Gw serius," ucapku dan menangkap tangan Tia yang bermuatan kembali memukulku.

"Lepas," kata Tia saat terjadi adegan saling tatap-tatapan beberapa saat.

"Kenap, Takut jatuh cinta?" Godaku yang sukses mendapatkan geplakan dikepalai oleh gadis bar-bar dan pemarah ini.

"Sakit tau," kataku dan mengusap bagian yang tadi di geplak Tia.

"Rasain," gumamnya.

"Kalau aku geger otak, kamu hatus tanggung jawab," kataku lagi.

"Bego, mana ada geger otak cuma karena geplakan gitu," jawab Tia sewot.

"Pokoknya harus tanggung jawab," kataku lagi dan Tia dengan santainya meninggalkan aku.

"Eehh, tanggung jawab oii," kataku dan mengejar langkah kakinya.

"Sinting," kata Tia lagi dan pergi meninggalkanku.

Hay Hay Hay, gimana bab ini?

Tulis pendapatnya yah, ditunggu.

Terimakasih buat yang sudah mampir.

Jangan bosan-bosan buat selalu kasih kritik dan sarannya buat aku, biar cerita ini bisa lebih baik kedepannya. Daaahhhhh.

"Gw gak suka cara seperti ini," kataku saat sampai di ruangan laki-laki menyebalkan yang sukanya ngatur hidup gw.

"Yang sopan kalau bicara," katanya santai.

"Gw cabut," kataku malas meladeni dia yang pasti ada maunya.

"Duduk," katanya dingin.

Tetap saja aku tidak terpengaruh dan sialnya saat membuka pintu para begundal itu sudah berdiri dengan siaga.

"Mau Lo apasih?" Kata gw dan menghempaskan pintu sekuat yang gw bisa

"Semakin hari kamu semakin tidak sopan," gerutunya lagi.

"Gw malas bicara sopan santun sama orang yang bahkan juah lebih tidak sopan," kataku malas.

"Aku ini tetap papamu," jawabnya marah.

"Baru ngakuin gw sekarang?" Jawabku sarkatis.

"Sudahlah, percuma bicara basa basi dengan mu," jawabnya lagi yang membuatku memutuar bolamata dengan malas.

"Segera selesaikan kuliahmu," katanya memulai dan aku hanya mengangkat alis sebagai tanda tidak mengerti.

"Kau harus segera mengambil ahli perusahaan ini," sambungnya.

"Gw gak tertarik, bukanya anak Lo bukan cuma gw," jawabku malas.

"Adit," hardiknya.

"Gw gak tertarik sama harta Lo dan hmmmm, anak Lo yang satu lagi mungkin mengemis minta posisi ini," kataku remeh.

"Kau tau, aku tidak akan pernah menyerahkan jabatan ini kepadanya," gumam bapak tua itu lagi.

"Itu urusanmu," jawabku santai.

"Cepat atau lambat kau pasti akan menempati posisi ini," gumamnya yang aku jawab dengan kekehan.

"Dalam mimpimu mungkin," kataku remeh.

"Kami sudah tua dan kau seharusnya," ujarnya yang aku potong.

"Aku tidak perduli, seperti kau yang selama ini juga tidak perduli dengan hidup ku," kataku sarkas.

"Itu masalaluku dan kau harus melupakannya," ujar laki-laki sialan ini.

"Kau fikir, bagaimana gw hidup bagaikan gelandangan dari kecil bisa dilupakan begitu saja? Bagaimana mama hidup dengan pekerjaan serabutan dan kau hidup mewah dengan wanita murahanmu itu," kataku murka.

"Haaah, kau masih dendam dengan masalalu," gumamnya yang membuat rahangku mengeras.

"Lagipula gw bukan mama yang dengan gampang memaafkan laki-laki brengsek sepertimu," kataku tajam.

"Fikirkan baik-baik, kau akan menyesal jika semua ini tidak jatuh ketanganmu," gumamnya yang aku abaikan.

"Baik lah, sesekali pulang lah, mama merindukan mu," ujarnya yang membuat rahangku mengeras.

"Selagi dia disana maka hanya mimpi bagimu melihatku di tempat terkutuk itu," ujarku dan meninggalkan ruangan yang bagaikan neraka itu.

"Minggir berengsek," kataku saat melihat beberapa penjaga menghalangiku.

"Biarkan," ujar laki-laki yang berstatus sebagai papaku itu.

"Baik tuan," ujar si penjaga dan membiarkan aku berlalu begitu saja.

"Sialan," umpatku dan meninju lif beberapa kali.

"Kau mampir," ujar sebuah suara yang terdengar seperti melodi dari neraka.

"Bukan urusanmu," geramku.

"Hmm, masih saja pemarah seperti biasanya," kata sialan yang sok baik itu.

"Jangan sering-sering, gw alergi melihat gelandangan seperti Lo," katanya yang membuat emosiku seketika memuncak.

"Lo bilang apa?" Kataku dan menarik kerah bajunya.

"Gembel," ujarnya yang membuat aku seketika menyarangkan tinju kerusuk laki-laki sialan ini.

"Hahaha, preman," ujarnya dan saat aku berniat menghajarnya lagi, aku dihalangi oleh security.

"Seret dia keluar," kata laki-laki sialan itu yang membuat gw semakin meradang.

"Lepas sialan," ucapku dan yah mereka segera melepaskan, mereka tau siapa yang sedang ditahannya ini.

"Kita lihat sejauh mana Lo bisa tertawa," gumamku dan meninggalkan perusahaan sialan ini.

Sepanjang perjalanan gw hanya bisa memaki tanpa henti, menyumpah serapahi laki-laki sialan yang egois itu, maunya menang sendiri, suka ngatur. Ditambah dengan anak laknatnya yang sok berkuasa, sok pintar dan sok kaya.

"Sial sial sial sial," makiku dan menendang jok mobil ini.

"Aduh mas, nanti mobil saya rusak," kata supir taxi yang aku tumpangi.

"Gw ganti," balasku sewot.

"Mau makan apa anak dan istri saya nanti mas," katanya lagi yang membuat aku menghembuskan nafas dengan malas.

"Ini uanganya," kataku setelah sampai ditempat tujuan.

"Terimakasih mas," ujar sisupir tersenyum manis saat melihat uang yang gw beri lebih dari Hargo.

"Hmmm," jawabku malas dan segera menuju kemobilku yang tadi gw tinggal.

"Berengsek," gumam gw dan menendang ban mobilku.

"Kenapa harus hari ini," gumamku dan sialnya hp gw malah berbunyi.

"Mama," gumamku dengan enggan mengangkat panggilan dari wanita yang sudah melahirkan gw itu.

"Ada apa ma?" Kataku tanpa basa basi.

"Halo dit, kata papa kamu tadi kekantor, kenapa tidak mampir sayang, mama merindukanmu," kata mama yang aku jawab dengan tarikan nafas.

"Kamu sehat kan nak?" Tanya mama selalu.

"Aku baik-baik saja ma, tadi aku buru-buru," jawabku.

"Kamu terlalu sibuk, kapan bisa ketemu mama," ujar Mama lagi.

"Kalau ada waktu," jawabku.

"Selalu begitu," gumam Mama yang membuatku merasa bersalah.

"Besok kita bertemu ditaman tempat biasa," putusku.

"Kenapa selalu disana, tidak bisa kerumah?" Kata Mama lagi.

"Maa, Adit sibuk," kataku lagi.

"Baikalh, besok kita ketemu," ucap Mama.

"Yasudah, Adi tutup dulu," kataku dan segera memutuskan sambungan telepon kami.

Tidak bukan gw marah kepada Mama, gw cuma tidak mau Mama semakin sedih, mengingat hubungan gw dengan laki-laki sialan itu tidak pernah akur, maka gw jamin mama akan semakin sedih saja saat melihat pertengkaran diantara kami. Sebisa mungkin gw harus menjauh agar Mama tidak merasa sedih terus menerus.

"Kenapa selalu terasa sangat menyebalkan," gumam gw dan melajukan mobil tanpa arah dan tujuan.

"Gadis nakal," gumamku saat melihat Tia dari kejauhan bersama seorang laki-laki.

"Kita lihat saja," kataku dan segera memarkirkan mobilku.

Dengan santai aku segera menuju ketempat gadis bar-bar itu berada dan sepertinya dia tidak sadar dengan keberadaan ku dan itu menajdi hal yang sangat menguntungkan.

"Hay sayang," kataku dan merangkul Tia yang tampaknya sedang asik berbicara dengan laki-laki ini.

"Kamu," geramnya melotot.

"Dia siapa?" Tanya laki-laki itu kepada Tia.

"Dia bukan" ucap Tia yang langsung aku potong.

"Kenalkan gw pacarnya Tia," jawabku tajam.

"Pacar?" Katanya tergagap.

"Gak percaya," kataku dengan alis terangkat.

"Jangan asal," kata Tia yang kembali aku potong. Kali ini bukan dengan perkataan melainkan dengan kecupan singkat di pipinya.

"Adit....." Teriaknya marah dan aku hanya santai saja.

"Sialan, cowok mesum gak punya otak," maki Tia kepadaku.

"Sebaiknya Lo pergi, cewek gw lagi mode ngamuk, gw takut Lo jantungan nanti," kataku santai dan menatap cowok yang terlihat masih bingung itu.

"Nyebelin, jangan ngaku-ngaku Lo," teriak Tia dengan pukula dahsyatnya.

"Malu sayang diliatin banyak ornag," kataku dan menangkap tangannya.

"Bodo amat," jawab Tia dan kembali memukulku dengan membabi buta.

"Mau gw bungkam sama ciuman lagi?" Kataku saat menangkap kedua tangan gadis bar-bar ku ini.

"Mesum," jatanya dan menendang kakiku.

"Aaawws," kataku meringis saat Tia berhasil menendang tulang keringku.

"Rasain, siapa suru jadi cowok resek dan nyebelin," katanya dan sekarang tangannya lah yang melayang memukuli tubuhku.

"Ampun, ampun," kataku lagi.

"Rasain," kata Tia dan semakin semangat menghajarku.

"Cowok sialan, gembel gak tau diri" makinya tapi untunglah kali ini tanpa pukulan.

"Capek," tanyaku.

"Sialan," sungut Tia.

"Sama pacar gak boelh galak-galak," kataku lagi.

"Ogah gw pacaran sama Lo, urakan gitu," ujar Tia.

"Kalau gw berubah emangnya Lo mau?" Tantangku.

"Ogah," katanya lagi.

"Gw serius," ucapku dan menangkap tangan Tia yang berniatan kembali memukulku.

"Lepas," kata Tia saat terjadi adegan saling tatap-tatapan beberapa saat.

"Kenap, Takut jatuh cinta?" Godaku yang sukses mendapatkan geplakan dikepala oleh gadis bar-bar dan pemarah ini.

"Sakit tau," kataku dan mengusap bagian yang tadi di geplak Tia.

"Rasain," gumamnya.

"Kalau aku geger otak, kamu hatus tanggung jawab," kataku lagi.

"Bego, mana ada geger otak cuma karena geplakan gitu," jawab Tia sewot.

"Pokoknya harus tanggung jawab," kataku lagi dan Tia dengan santainya meninggalkan aku.

"Eehh, tanggung jawab oii," kataku dan mengejar langkah kakinya.

"Sinting," kata Tia lagi dan pergi meninggalkanku.

Hay Hay Hay, gimana bab ini?

Tulis pendapatnya yah, ditunggu.

Terimakasih buat yang sudah mampir.

Jangan bosan-bosan buat selalu kasih kritik dan sarannya buat aku, biar cerita ini bisa lebih baik kedepannya. Daaahhhhh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status