Share

Adit dan Tia
Adit dan Tia
Author: Senada

Pertemuan

"Lo mau maling yah," kataku dan memegang tangan laki-laki urakan yang sedang memegang dompetku.

"Maling-maling," teriakku dan sialnya dia segera menutup mulutku dengan tangannya.

"Jangan asal nuduh," katanya lagi.

"Lepas berengsek," gerakku dan berusaha melepaskan tangannya yang menutup mulutku.

"Gw cuma mau ngembaliin dompet Lo yang jatuh," katanya dan melepaskan bekapan mulutku.

"Alasan aja," geramku dan merampas dompetku yang ada ditangan laki-laki itu.

"Terserah mbak kalau gak percaya," jawabnya cuek.

"Anak jalanan dan rusak seperti kalian kalau bukan maling yah pasti preman," gumamku lagi.

"Sembarangan," katanya lagi.

"Lihat tato satu badan, rambut gak keurus, meskipun tampang tidak terlalu menyeramkan saya sudah bisa tebak," gumamku sewot.

"Mbak ditolongin bukanya terimakasih," gumamnya.

"Ngapain terimakasih, kalau gak ketahuan sama saya sudah hilang ini dompet," jawabku sewot.

"Susah ngomong sama embak," katanya lalu pergi begitu saja.

"Eehh, dasar maling," kataku keras.

"Mbak jangan asal ngomong," ujarnya berbalik.

"Saya benar kok," kataku lagi.

"Ada apa?" Kata laki-laki lain yang sama gembelnya dengan maling itu.

"Bukan apa-apa," jawabnya lagi.

"Situ temannya? Pantas sama-sama gembel," kataku kasar.

"Eehh jangan asal ngomong mbak," ujarnya sewot.

"Emang benar, buktinya itu teman situ mau maling dompet saya," tuduhku.

"Emang ada buktinya," kata temannya lagi.

"Tadi ada," kataku.

"Wah gak benar ini Dit, dia nuduh Lo," ujar siteman cowok itu.

"Udah lah, ayok pergi," kata laki-laki yang dipanggil Dit itu.

"Enak aja, tanggung jawab Lo, kalau barang gw ada yang hilang giaman?" Kataku tidak terima.

"Lo benar-benar yah," kata sitemannya tadi.

"Sudahlah," katanya lagi.

"Cemen," ujarku berapi-api.

"Wah ngelunjak," kata temannya lagi.

"Apa Lo!" Ujarku sewot.

"Ini kartu mana gw dan jika barang mbak terbukti ada yang hilang silahkan hubungi nomor ini kalau enggak cari aja ke alamatnya, gw pasti tanggung jawab," kata dia lagi lalu pergi begitu saja meskipun aku masih mendumel.

"Kenapa Lo?" Kata Nara yang baru sampai.

"Itu ada berandalan mau nyuri dompet gw," ujarku sewot.

"Gila berani banget, siang bolong gini lagi," ucap Nara geleng-geleng.

"Tau tuh, untung ketahuan," kataku lagi.

"Terus orangnya udah diamankan?" Kata Nara.

"Dia cabut," jawabku.

"Kok tumben Lo lepas?" Tanya Nara dengan alis terangkat.

"Dia ngasih kartu namanya dan gw pasti bakalan nguber dia kalau sampai ada barang gw yang hilang," jawabku senget sambil menatap kearah mana tu cowok berandalan pergi.

"Waaahh zaman sekarang maling aja pake kartu nama, canggih," ucap Nara yang mendapatkan pelototan dariku.

"Udah ah, sebel banget gw," ujarku dan menarik Nara pergi dari tempat itu.

"Gw ada janji sama bu Mita dodol," kata Nara lagi.

"Yaudah Sono, gw mau bobok cantik," kataku dan meninggalkan Nara seorang diri.

Sesampainya di kosan aku merebahkan diri diatas tempat tidur ternyamanku.

"Lelah hayati," gumamku.

"Mana perbaikan seabrak lagi," kataku tidak semangat.

"Mau liburan......" Kataku tapi itu hanya hayalan semata.

"Tidur deh, siapatau bisa mimpi liburan ke Eropa," gumamku dan memejamkan mata tanpa perduli dengan pakaianku yang masih menggunakan baju dari kampus tadi.

"Gila kebo banget gw," kataku saat terbang dari mimpi indahku dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 6 sore.

"Gangguin Nara deh," kataku semangat.

"Nara......," Teriakku didepan pintu kamarnya.

Tidak ada jawaban dan kembali aku berteriak.

"Raaaaaaa" kataku lagi.

"Berisik Tia," geram teman satu kosanku yang lain.

"Yeee, kayak Lo pada enggak aja," dumelku.

"Ini anak kemana lagi?" Gerutuku dan mencoba membuka pintu kamarnya.

"Elah pasti dia lagi pacaran sama gebetan barunya," gumamku saat melihat kamar Nara kosong melompong.

"Dari pada ngenes mendingan jalan sendiri aja," gumamku dan berlari kekamar untuk bersih-bersih.

"Taxi," panggilku dengan melambai.

"Kemana mbak?" Tanya disulutnya.

"Jalan aja dulu," kataku dan sisupir untunglah nurut.

Tidak punya tujuan akhirnya aku hanya muter-muter saja.

"Mbak mau kemana sih udah satu jam ini kita muter-muter," kata si supir taxi.

"Berhenti didepan aja deh pak," kataku akhirnya.

"Baik mbak," katanya dan akhirnya aku turun disebuah restoran yang lumayan ramain.

"Pas ini perut bunyi," gumamku dan dengan riang melangkah menuju kedalam restoran.

"Akhirnya," gumamku kekenyangan setelah makan.

"Hay cantik," ujar dua orang cowok nampeein mejaku.

Dilihat dari penampilannya sih ini pasti pereman dan aku malas meladeninya, mana tato diseluruh badan lagi.

"Gak sekain tuh gigi di tato," gumamku dalam hati.

"Wah sombong banget bro," kata si teman yang menyapa tadi.

"Sendirian aja nih," kata si tatoan lagi.

"Pelayan," panggilku dan untunglah dia datangnya cepat dan setelah membayar aku segera meninggalkan restoran ini dan gw tentu saja dua preman tadi.

Lebih baik cari aman daripada bikin onar dan pasti aku akan malu setengah mati jadi pusat perhatian pengunjung restoran itu.

Sayangnya aku fikir mereka akan berhenti tapi sayang mereka malah mebgekoriku.

"Sial," gumamku dan mempercepat langkah kakiku.

"Waahh jangan cepat-cepat cantik nanti jatuh," kata si pereman dan tetap mengejarku.

"Kalian pergi saja, jangan ganggu gw," kataku akhirnya.

"Kita cuma mau kenalan kok, jangan terlalu sombong," ujar meekea lagi.

"Gw gak mau kenalan sama kalian," jawabku cepat.

"Waah, sombong dan galak gini enak nih," kata si teman yang tatoan lagi.

"Enak palalo," sewotku.

"Mantap," ujar mereka smabil tertawa.

"Gila," kataku dan kembali melangkah.

"Galak-galak menggemaskan," ujar mereka lagi dan tertawa terbahak-bahak.

"Ini taxi mana lagi," gerutuku dan semakin mempercepat langkah kakiku.

"Ayo seret aja, mumpung sepi," kata si tatoan dan sialnya disini benar-benar sepi dan aku meeutuk didalam hatiku.

"Tolong," teriakku saat sekarang langkah kakiku bukan jalan lagi tali sudah berlari dan sialnya tidak ada satu orangpun yang menolongku meskipun satu-satu mobil lewat.

"Sial," umapatku lagi.

"Tolong," kataku dan mendapatkan tawa dari mereka.

"Percuma teriak-teriak gitu mbak, gak bakalan ada yang nolongin," kata mereka dan tetap mengejarku.

"Pergi berengsek," kataku lagi dan sialnya aku malah tersandung.

"Nahkan dibilangin juga apa," ucap mereka sambil tertawa.

"Pergi berengsek, aku lapor polisi baru tau rasa," kataku lagi.

"Lapor aja mbak, kita gak takut," kata mereka lagi.

"Tolong," teriakku lagi.

"Lepas," kataku saat mereka memegang pergelangan tanganku.

"Lepas," bunyi sebuah suara yang membuat mereka melepaskan tangannya dariku.

"Jangan ikut campur," ujar mereka entah kepada siapa.

"Lo ganggu cewek gw bangsat," kata si cowok dan aku hanya bisa menutup mulut saat melihat perkelahian didepan mataku.

"Mati Lo berengsek," kata ornag itu dan menghajar dua preman tadi.

"Sudah tidak apa-apa mbak," kata laki-laki itu setelah diu preman bajingan itu kabur.

"Kamu?" Kataku kaget.

"Mau saya antar?" Tawarnya.

"Tidak usah dan terimakasih," kataku dan untunglah aku melihat sebuah taxi yang lewat dan akhirnya aku bisa pulang kekosanku lagi.

"Hari yang sial," gumamku didalam taxi.

"Kenapa mbak?" Tanya sisupir yang aku jawab dengan gelengan.

Sesampainya dikosan aku ingin bercerita kepada Nara tapi sayang sepertinya gadis itu juga sedang banyak masalah dan akhirnya aku putuskan untuk menyimpan sendiri saja.

Gimana bab ini?

Maaf kalau typo masih bertebaran. Tungguin kelanjutannya yah teman-teman, mohon kritik dan sarannya juga. Terimakasih buat yang sudah baca.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Winda
Moga sukses buat Radit dan Tia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status