Share

BAB 6 : FITNAH KEJAM

Hari baru yang penuh makna dengan berpakaian seragam khas honorer, Diana tampak keren dan sangat cantik terlihat. Tak pernah dibayangkannya jika dia memulai hari-harinya ke depan sebagai staf honorer di salah satu kecamatan baru di kabupaten tempat tinggalnya. Kecamatan baru yang memang membutuhkan banyak tenaga untuk melayani kepentingan masyarakat yang memerlukannya.

            “Selamat pagi, saudara-saudari sekalian. Alhamdulilah kita panjatkan puji dan syukur atas nikmat dan rahmat sehat jasmani dan rohani sehingga kita semua masih dapat melaksanakan pelayanan kepada amsyarakat dengan baik. Untuk itu marilah kita memberikan pelayanan yang ramah, cepat dan rapih serta tertib sehingga masyarakat senang dan sesuai dengan standard operasi prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. Mari bersama kita wujudkan SOP pelayanan public  yang baik menuju good government,” kata Pak Camat dalam sambutan apel pagi.

            Diana mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh Pak Camat. Bagi dirinya yang baru kerja hari ini belum familiar dengan kata SOP, kalau sop dia tahu, itu gulai sop yang biasa dihidangkan ketika ibunya memasak jika ada pertemuan keluarga,misalnya arisan keluarga, hajatan atau hari raya islam.

Ternyata dalam dunia ada sop juga pikirnya tapi bukan sop gulai, melainkan standard dalam bekerja agar baik dan benar sehingga melahirkan pelayanan yang prima bagi masyarakat.

            “Yul, tadi itu Pak Camat bilang SOP. Setahuku sop gulai aja?” candanya kepada Yuli teman kerjanya.

            “Dasar cupu kamu,Diana. SOP gulai dengan SOP pekerjaan itu beda,” kata Yuli menjawab candaan Diana juga ikut tertawa mendengarnya.

            “Maklum, Yul. Aku kan baru tahu hari ini kalau ada SOP dalam bekerja,” ucapnya malu, karena ditertawakan juga oleh Eko dan Fitra, teman staf yang lainnya.

            “Yuli ... yuli ... kamu juga sih! Tidak menerangkan langsung kepada Dina pengertiannya, supaya dia tahu dan menerapkannya dalam bekerja,” ucap Eko menyalahkan Yuli yang tidak langsung menerangkan pengertian SOP begitu Diana bertanya.

            “Wajar saja kalau Diana belum mengerti, dia kan baru bergabung hari ini bersama kita,” ujar Fitra membela Diana yang menjadi malu dibuatnya.

            “SOP itu singkatan dari Standar Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman cara kerja yang sudah terstandarisasi berisi petunjuk  untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja bagi instansi pemerintah maupun non pemerintah,usaha maupun non usaha.”

Yuli menerangkan dengan ringkas pengertian SOP kepada Diana.

            ‘Intinya Diana, kita itu dituntun untuk bekerja sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh pemerintah agar melahirkan pelayanan umum yang cepat dan tepat sehingga mmasyarakat senang,” sambung Eko menambahkan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh Diana.

            ‘Salah satunya itu lihat poster di depan kita, terapkan 3 S, yaitu Senyum, Salam dan Sapa,” ungkap Fitra menunjuk poster 3S yang tergantung di samping pintu ruangan tempat mereka bekerja sekarang.

            “Terapkan senyum jika ada masyarakat yang datang, ucapkan salam dengan ramah dan santun kemudian sapa dengan sopan,”Selamat pagi,Bapak,Ibu,Mas,Adik, ada yang bisa saya bantu!”

            “Oh, begitu ya,” ucap Diana menganggukkan kepala tanda dia mulai mengerti seiring berjalannya waktu, maka semakin tahulah dia cara bekerja yang sesuai dengan standard operasional prosedur.

            ************************************

            Hari demi hari mulai dilaluinya dengan riang dan gembira, sedikit demi sedikit dia mulai pahami dengan prosedur pekerjaannya. Ketekunannya dalam bekerja membuat kagum rekan-rekan dan pak camat termasuk pak sekcam yang menyanjung cara kerja Diana.

            Kesibukannya bekerja membuatnya semakin dekat dengan pak sekcam, sebab dirinya sebab di traktir dan dibonceng pak sekcam jika ada acara kunjungan ke kampung. Kedekatan antara dirinya dengan Pak Wongso menambah cemburu beberapa orang staf perempuan yang merasa tersaingi olehnya.

            “Dasar ganjen, caper terus sama pak sekcam kerjaannya,” umpat staf yang tak senang mencemoohkan Diana.

            “Ya, dasar janda gatal!” maki temannya merendakan harga dirinya Diana.

            “Hei, jangan asal ngomong kamu orang. Iri sih iri tapi enggak sudah segitunya juga,” bentak Yuli memaki staf yang mengatakan Diana tadi.

            “Jangan kamu ikut campur urusan kita,Yul. Kamu emang temannya wajar kamu membelanya,” ucap mereka kepada Yuli.

            Ketidaksukaan mereka kepada Diana semakin brutal saja, tanpa disadari oleh Diana mereka memfoto dan merekam kedekatannya dengan  Pak Wongso. Foto dan rekaman tersebut mereka kirimkan kepada istri pak sekam, sehingga istrinya marah dan melabrak Diana di ruangan pak sekcam sendiri.

            “Oh, jadi kamu yang namanya Diana. Cantik juga, pantasan suami saya suka sama kamu,” bentaknya kepada Diana begitu istri pak sekcam tersebut melabrak Diana sambil menjambak rambutnya sehingga Diana terjengkang.

            “Ibu salah paham. Kami tidak mempunyai hubungan khusus kok,” ucap Diana membela dirinya yang merasa tidak bersalah dalam kesalahpahaman ini.

            “Bukti sudah ada pada saya, Ini .....” umpat istri pak sekcam melemparkan bungkusan foto-foto mesra antara dirinya dan suaminya,” Ini juga rekamannya viral kamu berduaan dengan suami saya.”

            “Astagfirullah,Bu. Ini fitnah. Ini semua salah paham,” kata Diana berusaha meluruskan bahwa semua bukti berupa foto dan rekaman itu tidak benarnya adanya,”Foto dan rekaman itu sudah diedit, saya tidak pernah berpose sedekat dan semesra itu dengan suami ibu.”

            “Benar, Ma. Foto dan rekaman itu editan, mama percaya papa dong,” kata pak wongso berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya kepada istrinya.

            “Diam kamu, Mas. Laki-laki mana yang mau mengaku kalau selingkuh!” bentaknya kepada ssuaminya yang menuntun pak wongso mundur untuk menghindari amarahnya semakin menjadi.

            Bunyi ribu-ribut diruangan Pak Sekcam membuat semua pegawai kecamatan mengerumuninya dan sampailah ke telinga Pak Camat yang sedang istirahat di rumah dinasnya. Mendengar keributan tersebut Pak Camat meleraikan kesalahpahaman tersebut.

            “Maaf, Ibu. Tolong ini kantor, dan saya Camat disini, Jangan buat keributan di kantor ini, mari saya damaikan,” ujar Pak camat marah meninggi suaranya memandang tajam istri pak sekcam.

            “Ini bukan urusan Bapak tapi urusan suami saya!” Istri pak sekcam masih tidak mau mendengarkan omongan pak camat.

            “Kalau ibu tidak mau didamaikan, saya akan usir ibu dari ruangan ini,” ancam pak camat sambil memanggil petugas Satpol PP untuk berjaga dan bersiap mengusir istri pak sekcam jika tak mau dilerai.

            “Kelakuan ibu ini seperti orang bar-bar yang tidak punya etika dan penddikan. Malu sama suami yang merupakan orang nomor dua di kecamatan ini. Mau ibu taruh dimana muka suaminya jika dimalukan seperti ini hanya bermodalkan foto dan rekaman yang ngak benar.” Nasehat Pak Camat mencoba menenangkan istri pak sekcam yang terlihat mendengus sinis.

            “Setahu saya, Pak Wongso ini sudah menganggap Diana sebagai anak sendiri. Dan saya lihat kedekatan  mereka tak lebihnya seperti ayah dan anak gadisnya. Tak benar yang Ibu tuduhkan!” Pak Camat menambahkan keterangannya.

            “Tapi bukti-bukti ..... ini,Pak!” ucap istrinya pak sekcam menyodorkan foto yang bertebaran di lantai ruangan.

            “Ini bukti editan, Bu. Lihat ini gambarnya blurb dan tidak sempurna, banyak markup pixel yang terjadi. Kemudian sebagai Camat saya yakin foto-foto ini salah besar, foto ini sengaja diambil dan diedit oleh seseornag yang memang punya maksud tertentu kurang baik,” kata Pak camat mengomentari salah satu foto yang diteliti dengan seksama.

            “Ya, Bu. Saya saksinya, jika ke ruangan bapak juga Diana ngajak saya supaya tidak timbul fitnah katanya. Kemudian pintu ruangan Bapak tidak pernah dikunci jika ada tamu, wajar setiap orang bisa memoto kegiatan pak sekcam dan tamunya,” kata Yuli memberikan keterangan tambahan guna menyakinkan pendapat pak camat bahwa foto-foto tersebut adalah editan.

            “Ya, kamu semua satu kantor dengan suami saya. Mana mungkin kalian tidak membela mereka,” katanya masih dongkol dan kesal.

            “Bu, jika ada hal buruk yang terjadi di kantor ini dan kami semua menyembunyikannya, maka saya yang duluan akan dipecat karena melindungi kejahatan, perselingkuhan dan sebagainya. Berat hukumannya bagi saya, Bu. Tentu saja saya tidak akan menaruhkan jabatan saya hanya untuk merestui perselingkuhan pak sekcam,suami ibu,” ungkap Pak camat marah mendengar tuduhan persekongkolan mufakat jahat kepada dirinya dan stafnya.

            “Sebaiknya pak sekcam bawa istrinya keluar dari ruangan ini, enggak enak dilihat masyarakat,” ucap pak camat sambil meninggalkan mereka semua yang mulai membubarkan diri takut dibubarkan Satpol PP karena sudah bersiap di depan ruangan jika keributan berlanjut.

=== BERSAMBUNG BAB 7 ==

               

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status