Share

PoV Adnan

last update Last Updated: 2024-04-27 11:38:06

Bab 5

PoV Adnan

"Ayo kita menikah."

Aku meny0d0rkan cincin lamaranku padanya, berlutut di hadapan Aisyah, juga memberikan sekuntum bunga merah muda yang kupesan jauh-jauh hari bersama cincin itu.

"Hah? Kapan? Sekarang?" jawabnya menggemaskan. Matanya membulat, wajahnya memerah, dia tersenyum senang kemudian menangis terharu setelah aku mengucapkan kalimat yang paling ingin didengarnya setelah kami menjalin hubungan selama tiga tahun.

"Haha, bukan. Maksudnya, aku ingin segera menikah denganmu. Aku pikir tiga tahun cukup untuk saling mengenal. Orang tua kita juga sudah merestui."

"Mas Adnan bicara begini serius, ‘kan? Tidak bercanda?"

"Mana mungkin aku bercanda. Aku ingin kita segera ke tahap yang lebih serius, Aisyah."

"Mas, terima kasih. Aku terharu juga bahagia. Selama ini pun kamu tidak pernah merendahkan martabatku."

"Tentu saja, Aisyah. Tidak ada alasan untuk aku melukai harga diri dan perasaan dari orang yang aku cintai. Kalaupun itu terjadi, artinya aku sudah gil4 atau terlalu kecewa."

Kami saling berbincang dari hati ke hati di sebuah kafe yang menawarkan pemandangan indah, menyegarkan dengan tema taman-taman bunga.

Beberapa hari ini aku sibuk mengurus bisn*sku yang semakin berkembang. Dan sekarang menumpahkan semua perasaan rinduku dengan meluangkan waktu dengannya, Aisyah, wanita cantik dan terhormat yang sangat aku cintai.

"Bagaimana? Kamu belum menjawab lamaranku, loh. Aku tidak sabar mendengarkan jawabannya. Lututku sudah keram," ucapku dengan nada bercanda.

Aisyah tersenyum lebar, sudut bibirnya membentuk lengkungan sempurna. Dia menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab, "Bismillah, aku terima, Mas! Aku terima lamaranmu," jawabnya diiringi tetesan air mata.

Walaupun baru lamaran yang belum melibatkan keluarga besar, tetapi itu cukup membuat hatiku bahagia. Impian untuk hidup dengan Aisyah tak lama lagi akan menjadi kenyataan. Secinta itu aku terhadapnya.

Tiga hari kemudian, sedikit mendadak. Kami melakukan acara lamaran sederhana. Setelah lamaran itu disetujui, kami sekeluarga sepakat agar pernikahannya dilakukan sekitar dua bulan kemudian untuk melakukan persiapan yang matang.

Isi pikiranku semuanya mengenai wanita berhijab itu. Aku mendambakan kehidupan yang harmonis bersamanya. Hari-hari bahagia yang akan kujalani bersama Aisyah, selalu terbayang jelas setiap detik dalam benakku ….

Penantian selama tiga tahun ini … pasti akan berbuah manis. Insya Allah.

***

Menurut prakiraan cuaca, seharusnya hari ini cerah tanpa hujan atau awan mendung. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.

Aku bersiap untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor untuk mengurus beberapa hal.

"Aku rindu dengan Aisyah. Dia sedang apa, ya? Apa aku coba telepon saja? Tapi ini masih terlalu pagi. Mungkin dia masih istirahat," ucapku. Padahal kami baru bertemu kemarin untuk makan malam bersama keluarga besarnya.

Sedikit taburan garam di atas telur mata sapi, semangkuk sereal, dan segelas air putih hangat, aku siap untuk sarapan.

Tak sampai tiga puluh menit, aku telah tiba di kantor. Suasana masih cukup sepi, aku langsung naik dengan menggunakan lift khusus petinggi perusahaan.

“Selamat pagi, Pak Adnan,” sapa Nita—sekertarisku—begitu aku melewati mejanya yang terletak di depan ruanganku.

“Pagi, Nita. Gimana? Ada update apa kemarin setelah saya pulang?” tanyaku.

“Tidak ada, Pak, hanya datang satu paket saja yang ditujukan untuk Bapak dan sudah saya simpan di atas meja,” sahutnya.

“Paket? Dari?” tanyaku penasaran.

“Tidak ada nama pengirimnya, Pak, tapi ada kartu terselip.”

“Oke, baiklah, terima kasih, ya, Nit.”

“Sama-sama, Pak.”

Kulanjutkan langkah menuju ruang kerjaku dan benar saja, saat pintu did0r0ng tampak terlihat sebuah buket bunga yang sangat cantik dan satu buah kotak kecil yang dihias pita gold. Aku membuka kotak yang begitu menarik perhatianku. Namun, apa yang ada di dalam kotak itu benar-benar membuat 0t4kku mendidih.

Bagaimana tidak? Kotak itu berisi beberapa lembar foto yang menampilkan perbuatan dua anak manusia di atas r4nj4ng yang pemeran wanitanya adalah ... Aisyah! Calon istriku!

"Astagfirullah hal adzim!.”

Perasaan marah, kecewa, dan runtuh karena foto-foto itu. Kepercayaan yang aku berikan selama tiga tahun ini telah dikhianati oleh wanita yang sangat aku cintai. Semua waktu, kasih sayang, dan pengorbanan yang aku berikan dibalas secara kontan oleh Aisyah dengan pengkhianatannya.

"Aisyah! Tega kamu melakukan ini. Padahal kamu selalu bilang bahwa kamu bahagia karena aku memperlakukanmu dengan hormat! Tidak pernah berpikiran mes*m tentangmu apalagi mencoba untuk menyent*hmu. Tapi kenapa? Kenapa kamu yang bersyukur karena sikapku itu malah memberikan tub*hmu pada pria lain? Kenapa kamu memadu kasih dengan pria lain padahal kamu bilang bahwa kamu mencintai aku? Apa itu semua bohong? Jadi, selama tiga tahun ini kamu menipu aku dengan sikap manismu, Aisyah?!"

Aku memukul meja, frustrasi. Tidak tahan rasanya melihat wanita yang akan segera kunikahi malah berbuat asusila dengan pria lain.

Selama satu minggu sebelum pernikahan, aku mengurung diri di rumah. Kutolak semua panggilan telepon dari semua orang, termasuk Aisyah. Chat darinya juga kuabaikan karena terlalu sakit hati.

"Tidak! Daripada seperti ini terus tanpa kebenaran yang jelas, sebaiknya aku periksa saja foto ini kepada ahlinya."

Ya, aku akan mendatangi seorang pakar telematika, untuk memastikan kebenarannya. aku mencoba bertabayun dengan semua ini. Setelah membuat janji, sore ini merupakan jadwal pertemuan kami.

Dengan berpakaian asal-asalan dan membasuh muka ala kadarnya, aku yang tidak pernah menj4m4h makanan berat selama satu minggu ini melajukan mobil dengan menahan rasa sakit yang membelenggu jiwa.

"Tolong periksa keaslian foto ini," ujar ku tegas.

"Baiklah, tunggu sebentar."

Beberapa waktu menunggu, akhirnya beliau angkat bicara.

"Sudah dicek berkali-kali pun, saya tidak dapat menemukan bagian mana yang palsu atau dimodifikasi. Semuanya asli."

Dia menatapku dengan iba. Lalu menawarkan, "Apa Anda mau agar saya mengeceknya lagi? Mungkin ada kesalahan—"

"Tidak!"

Aku mengambil kasar semua foto-foto itu tanpa tertinggal satu pun. Kemudian pergi dengan membawa rasa sakit yang teramat sangat.

"Aisyah! Aku tak tidak bisa terima dengan semua pengkhianatanmu. Baiklah, kamu akan menuai apa yang telah kamu lakukan padaku!"

Hingga tiba waktunya hari yang sejak lama kita impikan, kamu begitu cantik dan anggun dengan pakaian pengantin itu, tiba saatnya aku mengucap ijab, sumpah setia, dan serangkaian acara sakral untuk menjadikan kita sebagai pasangan halal.

“Adnan Malik, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya, Aisyah Medina Suryadinata dengan mas kawin seperangkat alat salat dan u4ng tun4i lima puluh jut4 rupi4h dib4y4r tun4i.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Medina Suryadinata dengan mas kawin tersebut dib4y4r tun4i.”

Tun4i. Ya, tun4i sudah janjiku untuk menikahimu, Aisyah. Aku bukan lelaki yang dengan mudah mengingkari janji. Namun, aku juga bukan manusia yang memiliki keluasan hati untuk menerima rasa sakit ini. Kutunaikan janjiku, lalu kukembalikan kita pada semula. Kamu dengan orang tuamu dan aku kembali kepada orang tuaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akad Tanpa Malam Pertama    ENDING

    Bab 80 TAMAT “Masa, sih, itu bukan dia? Mirip banget, Ah.” ~@Dyannie_Alexander.. “Katanya udah ada konfirmasi kalau itu bukan dia, masalahnya udah beres.” ~@Adelia Bellez. “Jaman sekarang emang ngeri banget! Semua bisa dimanipulasi jadi semirip mungkin. Semangat, Kak!” ~@Rina Novita. “Kayaknya emang bukan dia deh. Itu mah cuman orang yang gak suka sama dia. Dia kan penulis sukses, makanya pada iri terus sengaja ngejebak dia pake foto palsu.” ~@Noeroel Arifin. “Ini bukan pengalihan isu, kan? Atau klarifikasinya bohong biar dia dapet simpati, terus bukunya laris lagi?” ~@HambaAllahpalingtaat. “Gue tim Kakak ini, sih, dari dulu, gak pernah ikut ngehujat.” ~@Rafika_Duri.Merasa bosan dan kesepian, pagi hariku setelah sarapan diawali dengan membuka komentar-komentar di media sosial. Ujaran kebencian yang waktu itu sempat memenuhi setiap postingan mengenai diriku, kini mulai reda. Padahal, dulu mereka orang-orang yang sama sekali tidak mengenal aku secara nyata sampai memburu ke ak

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Adnan Minta Rujuk

    BAB 79_Adnan Minta RujukBeberapa minggu kemudian, di sebuah ballroom hotel ternama …. Beberapa orang sibuk berlalu lalang, memasang pernak-pernik, menghias ruangan itu dengan beberapa yang memberikan kesan mewah dan indah. Sebagiannya lagi sibuk mendekorasi, mengatur kursi-kursi untuk tamu undangan, tata letak bunga-bungaan untuk menambah kesan mewah, dan panggung utama yang menjadi puncak perhatian dari kedua mempelai. Aku ikut andil dalam proses mempersiapkan semua ini agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Sementara Azmina …. “Aisyah!” Gadis itu memanggilku dari arah belakang. Dia datang dengan wajah berseri bersama calon suaminya, Raja yang juga memberikan kesan hangat padaku. “Mina, kok, malah ke sini? Harusnya kamu istirahat. Nanti malam, kan, acaranya jangan sampe kecapean kamu kecapean, lho,” ucapku merasa khawatir. Azmina tiba-tiba memelukku dengan erat sambil berucap, “Jangan khawatir, habis ini aku langsung pulang, kok. Aku ke sini mau bilang makasih ban

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Dilamar

    Bab 78Dilamar Malam hari setelah pulang dari acara jalan-jalan bersama keluarga, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian bersiap-siap untuk Salat Magrib berjamaah di ruang keluarga dengan Ayah sebagai imamnya. Azmina yang masih dalam proses belajar mengenal agama lebih dalam, ikut bergabung bersama kami. Aku sangat bersyukur sekali kepada karunia dan kebahagiaan yang Allah berikan padaku. Semoga kebahagiaan dan kehangatan ini bertahan selamanya. Ayah yang sejak lama tidak mengimami salatku dan Ibu dengan dalih sibuk oleh pekerjaannya, kini mulai berubah. Begitu pula dengan Ibu yang hanya sesekali masak dan lebih sering membeli lauk di luar, kini mulai membiasakan dirinya lagi untuk memasak demi keluarganya yang sudah lengkap. Kedatangan Azmina mengembalikan angin lama yang telah hilang di keluarga kami. Usai salat berjamaah, aku dan Azmina langsung masuk kamar. Kami bercengkerama sebentar sambil menunggu azan Isya tiba. “Aisyah, kamu dan Yudha bagaiman

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Kehangatan itu kembali kurasakan

    Bab 77_Kehangatan itu kembali kurasakan “Azmina?” Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan bingung. Dia mengaga selama beberapa menit di depan pintu masuk rumah. Sementara aku menunduk dengan canggung. “Sebenarnya bukan pilihan untuk datang ke sini, tapi Raja enggak bisa dihubungi, mungkin dia lagi enggak di apartemen atau lagi sibuk kerja—” “Ya Allah, Alhamdulillah.” Pria itu memeluk tubuhku dengan erat tanpa mengizinkan aku menyelesaikan alasanku datang kemari. Aku? Entah kenapa tak ingin menolak apalagi berontak. Dia mengusap-ngusap punggungku dengan lembut sambil berkata, “Tidak apa-apa, Sayang. Kamu tidak usah memberikan alasan apa pun untuk pulang ke rumahmu sendiri. Maafkan Ayah dan Ibu, ya.” Mendengar ucapannya, hatiku terenyuh. Tanpa sadar, air mataku jatuh tanpa diminta. Bercucuran sampai membasahi baju yang ia gunakan di bagian dada. Aku menangis seperti anak kecil. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang yang sangat aku kenali. “Siapa, Yah? Kok, lama? Ayo,

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Azmina

    Bab 76_Pov Azmina Pria itu datang sambil membawa sebuah keranjang kecil berisi bunga yang ia taburkan di atas pusara Ibu, kemudian menengadahkan tangannya untuk berdoa dengan wajah serius, tetapi tenang. Aku mendorong tubuh Raja untuk menjauh, lalu mendekat pada pria itu sembari menodongnya dengan pertanyaan yang penuh dengan perasaan dendam. “Apa yang Anda lakukan di sini? Berani-beraninya Anda datang ke pemakaman Ibu saya!” Dia menyelesaikan doanya, masih berdiam diri di depan pusara Ibu, menjawab pertanyaanku tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. “Ayah datang untuk mendoakan Ibu angkat kamu, Nak. Ayah juga ingin menyampaikan rasa terima kasih karena dia sudah membesarkan dan memberikan kamu kasih sayang selama Ayah dan Ibu tidak ada di sisimu.” Aku tertawa kecil mengejek ucapan tidak masuk akalnya. Kenapa laki-laki biadab ini berperilaku seolah-olah dia adalah orang tuaku yang berbudi setelah meninggalkan aku selama ini? Setelah aku harus bertahan hidup sebagai pela*ur

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Ibu, kenapa meninggalkanku?

    Bab 75_Bu, Kenapa meninggalkanku? 77 panggilan tidak terjawab, 105 pesan belum terbaca selama tiga hari. Semuanya berasal dari orang yang sama. Aku ingin sekali mengabaikan semua pesan-pesan itu, tetapi selain dia tidak ada satupun orang di dunia ini yang berpihak padaku, yang menjadi tumpuan dan sandaranku … tidak ada. Apalagi saat ini pikiranku sangat berantakan gara-gara kondisi Ibu. Persetan dengan Rahadi! Dia harus menerima semua konsekuensinya! “Pak, berhenti di depan sana saja, ya, depan toserba.” Sopir taksi meng-iyakan permintaanku. Aku segera turun dan berlari menuju bangunan besar dan megah, lingkungan apartemen yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu terlepas dari harta kekayaan mereka. Kutekan kata sandi apartemen itu melalui monitor layar sentuh di pintu apartemen. Setelah berhasil terbuka, aku langsung berlari dan memeluknya dengan erat, menangis tersedu-sedu menumpahkan semua kekesalan dan rasa sakit yang membuat isi kepalaku berantakan. Pria itu tertegu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status