Share

Bab 4

Author: Sarisha
Setelah mendengar ucapan Talia, Tristan langsung membanting gelasnya ke meja. “Aku yang mengizinkannya. Kenapa?”

“Tanpa izinku, atas dasar apa kalian masuk ke kamarku dan sentuh barangku?”

“Talia, ini rumah Keluarga Howard. Helena itu tunanganku, dia boleh masuk ke kamar mana pun di rumah ini.”

Talia langsung merasa bagaikan sudah disiram dengan air dingin.

Helena pun “menegur” dengan lembut, “Tristan, kenapa kamu ngomong begitu ke Tally. Tally bisa sedih.”

Seusai berbicara, Helena berkata pada Talia, “Tally, pembantu bilang, pakaian dan sepatu Tristan ditaruh di kamarmu. Anak perempuan pada dasarnya punya banyak pakaian. Kalau barang-barangnya tempati setengah lemarimu, kamu mana punya tempat simpan barang-barangmu lagi. Jadi, aku langsung masuk ke kamarmu untuk pindahkan semua barang-barangnya ke kamar kami.”

Sebelumnya, Tristan sangat lengket dengan Talia. Selama ini, dia tidak pernah menerima sepucuk pun surat cinta dari orang lain gara-gara Tristan.

Setelahnya, Tristan pun langsung memindahkan semua pakaiannya ke kamar Talia, dengan alasan ingin mengenakan pakaian dan dasi yang dipilihkan Talia pergi kerja setiap hari. Talia bahkan lebih hafal di mata letak pakaian dan dasi Tristan daripada Tristan sendiri.

Talia buru-buru naik dan masuk ke kamarnya. Saat ini, semua barangnya sangat berantakan hingga dia hampir mengira kamarnya sudah kemalingan. Semua pakaian, sepatu, dan kosmetiknya berserakan di lantai.

Talia menunjuk ke arah lantai yang berantakan dan bertanya, “Begini caramu ambil baju?”

Helena seketika berlinang air mata. “Maaf, Tally, aku nggak hati-hati ....”

“Nggak hati-hati buat kamarku seperti diterpa angin puting beliung? Kalau begitu, nggak hati-hatimu benar-benar luar biasa!”

Setelah mendengar sindiran Talia, Tristan langsung mengernyit dan menegur, “Talia, perhatikan kata-katamu!”

Talia pun tertawa. “Jadi, meski aku nggak lakukan apa-apa kali ini, semuanya juga salahku?”

“Helena itu calon kakak iparmu. Kamu harus hormati dia.”

“Tristan, gimana kalau kamu lihat sendiri?”

Tristan melangkah naik. Saat melihat kekacauan di kamar Talia, dia juga terkejut untuk sejenak. Namun, hanya sejenak. Pada detik selanjutnya, dia memandang Helena dengan penuh kasih sayang dan berkata sambil tertawa, “Kelak, biar pembantu saja yang bereskan kamar kita.”

“Tapi, aku nggak suka orang lain sentuh barangku, apalagi ... gaun tidur.”

Helena sengaja menekankan kata “gaun tidur”. Kemudian, wajahnya langsung merona merah.

Tristan pun mengangguk pasrah. “Ya sudah. Kalau begitu, biar aku saja yang beres-beres. Kamu cuma perlu istirahat. Oke?”

Helena menjulurkan lidahnya dengan tampang usil. “Tristan, apa aku terlalu bodoh?”

“Nggak apa-apa. Selama ada aku, nggak masalah juga kalau kamu bodoh.”

Talia memejamkan matanya. Dia tidak pernah begitu membenci prosedur serah terima pekerjaan seperti saat ini. Jika bukan karena harus menyelesaikan prosedur itu, dia sangat ingin langsung terbang ke belahan dunia lain. Dia tidak ingin menyaksikan kekacauan dan pemandangan memuakkan seperti ini lagi.

“Talia, hitung saja berapa banyak pakaian dan barangmu yang rusak, lalu kasih tahu aku. Aku akan ganti rugi.”

Talia pun tertawa saking kesalnya. Ternyata, Tristan juga bisa menggunakan uang menyelesaikan masalah. Apalagi, masalah itu adalah masalah dengannya.

Helena sengaja menyikut lengan Talia dan berbisik, “Tally, minta saja jumlah yang lebih banyak. Selama ada aku, aku pasti akan buat dia kasih kamu seberapa banyak pun yang kamu minta.”

Tristan berujar dengan penuh kasih sayang, “Sekarang, kamu sudah mau berpihak dan bersekongkol sama orang luar untuk menguras dompet suamimu sendiri?”

Talia mencibir. Berpihak pada orang luar. Benar juga, sekarang, Tristan dan Helena barulah keluarga yang paling dekat. Sementara itu, dia hanyalah putri asuh Keluarga Howard. Dia memang hanyalah orang luar.

Ponsel Talia tiba-tiba berdering. Yang menelepon adalah Gary.

Setelah menenangkan diri, Talia mengangkat telepon itu. “Ada apa, Pak Gary?”

Gary bertanya, “Talia, seingatku, ada sekelompok foto burung yang pernah kamu ambil dan hasilnya sangat bagus. Kepala redaksi kantor majalah di sini mau melihatnya. Kamu bisa kirimkan film negatifnya padaku?”

“Oke, Pak Gary. Tunggu bentar, ya.”

Talia kembali ke kamar. Dia terbiasa menggunakan kamera film. Semua film negatif itu disimpannya di sebuah lemari yang dikunci. Ketika hendak membuka laci itu dengan kunci, dia malah menyadari bahwa laci itu basah total.

“Tally, maaf. Tadi, aku nggak sengaja tumpahkan kopi. Aku takut mengotori lacimu, makanya aku bersihkan seluruh lacimu dengan air ....”

Begitu mendengarnya, hati Talia langsung terasa makin dingin. Dia malas berbicara dengan Helena lagi, lalu langsung membuka kunci laci itu. Begitu melihat keadaan di dalam laci, hatinya benar-benar hancur.

Sebaris demi sebaris film negatif itu terendam dalam air. Ada yang terbuka, ada yang sudah berubah warna, ada yang kusut. Bahkan airnya juga berubah warna menjadi cokelat.

Ini semua adalah film negatif dari hasil karya Talia selama tiga tahun terakhir. Sekarang, semuanya sudah hancur!

Talia sangat murka hingga seluruh tubuhnya gemetar dan dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

Entah sejak kapan, Tristan sudah masuk. Saat melihat keadaan di dalam laci, dia berkata dengan acuh tak acuh, “Hitung juga kerugian film-film negatif ini. Aku akan bantu Helena ganti rugi.”

Amarah Talia langsung meledak. “Memangnya dia mampu ganti rugi? Dia nggak tahu apa arti film negatif ini bagiku. Memangnya kamu juga nggak tahu!”

Tristan mengerutkan keningnya. “Sekarang, film negatifnya sudah rusak. Meski marah, kamu juga nggak bisa ubah apa pun. Helena berbaik hati mau bantu bereskan pakaianku. Dia cuma nggak hati-hati menumpahkan kopi.”

“Memangnya semua masalah bisa diselesaikan cuma dengan bilang nggak hati-hati? Jadi, kalau ada orang yang nggak hati-hati tabrak orang dengan mobil, sepatah kata maaf saja sudah bisa buat masalahnya berlalu?”

“Talia!” Tristan berkata dengan nada yang lebih galak, “Jangan campuradukkan masalahnya. Memangnya film negatif dan nyawa orang sama? Kamu tinggal ambil ulang gambarnya kalau film negatifnya rusak. Memangnya keadaannya seserius itu?”

Dari ujung telepon, terdengar suara khawatir Gary bertanya, “Talia, ada apa? Sudah terjadi sesuatu di rumah?”

Talia menghela napas panjang, lalu menjawab, “Pak Gary, film negatifku mungkin ... nggak bisa kuberikan padamu dalam waktu dekat. Nanti, aku akan cari waktu untuk ambil foto-foto baru, lalu mengirimkannya padamu.”

“Oke, nggak usah buru-buru. Visanya juga baru bisa keluar setengah bulan lagi.”

“Oke.”

Tristan menangkap kata-kata penting. “Visa? Kamu mau pergi ke luar negeri?”
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 20

    Waktu adalah obat penyembuh luka yang terbaik.Pada Natal setahun kemudian, Tristan yang sudah pulang ke dalam negeri sekian lama akhirnya pergi ke rumah yang pernah ditinggali Talia dulu untuk yang pertama kalinya. Berhubung dia sudah memberi perintah, tetap ada orang yang membersihkan dan merawat rumah ini.Tristan tidak mengizinkan siapa pun mengubah bahkan hanya sebuah pajangan pun di rumah ini. Jadi, setiap sudut rumah ini masih sama seperti dulu, sama seperti sebelum Talia pergi.Tristan sudah meliburkan pembantu yang dibayar per jam itu. Dia mengambil peralatan menyapu dan berencana untuk membersihkan rumah secara pribadi.Pada saat ini, surat itu tiba. Kurir yang mengantar surat itu telah pergi. Hanya kata-kata di atas amplop yang dapat menunjukkan asal-usul surat itu.Tristan mengejar ke luar untuk mencari kurir itu dan mengonfirmasi informasi kontak pengirim. Namun, usahanya sia-sia. Dia hanya bisa kembali ke rumah dan membuka surat itu.Isi surat itu sangat sederhana. Itu ad

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 19

    Talia memandang ke arah bukit yang penuh dengan pohon berwarna-warni, lalu mengusulkan, “Sam, aku berencana mau daki gunung untuk ambil foto pemandangan musim gugur. Kamu mau ikut?”Samuel tentu saja setuju. “Oke. Nggak peduli kamu pergi ke mana, aku akan selalu temani kamu.”Talia tertawa lagi. “Aku mau tinggal di dekat Gunung Arpin untuk beberapa saat. Oke?”“Kalau begitu, aku akan kemas koper kita.” Samuel selalu memenuhi janjinya. “Kamu tidur saja dulu sebentar. Setelah beres-beres, aku akan bangunkan kamu.”Ketika Talia dan Samuel memutuskan lokasi perjalanan mereka selanjutnya, Tristan sedang duduk di dalam kamar yang gelap sambil membaca data di ponselnya. Hanya ada sebuah lampu tidur yang menyala dalam kamar. Lampu remang itu menyinari wajahnya dan membuatnya terlihat seperti seorang vampir yang tinggal di kastil tua.Asisten mengetuk pintu dan melapor, “Pak Tristan, sesuai permintaanmu, kami sudah temukan lagi beberapa orang yang memenuhi syarat.”Tristan baru menjawab, “Masuk

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 18

    Helena merasa sangat takut, tetapi juga tidak berani kabur. Utangnya begitu banyak. Jika dia tidak mendapatkan uang dari Tristan dan orang-orang itu menemukannya, dia pasti mati.Tristan mendengar pembantu melaporkan nama Helena. “Nona Helena yang sengaja oleskan lipstik ke tubuhnya dan buat Nona Tally salah paham.”Setelah mendengar sampai di sini, segala sesuatu sudah terungkap dengan jelas. Mereka semua adalah orang dewasa. Lipstik yang dioleskan di tubuh paling mirip dengan bekas ciuman.Helena melihat Tristan memutuskan sambungan telepon, lalu berbalik lagi dan mengisyaratkan sesuatu pada asistennya yang berada tidak jauh di sana. Tristan berkata, “Tangani hal ini. Aku nggak mau ketemu sama dia lagi.”Asisten itu langsung memahami maksud Tristan. Dia segera membawa orang untuk menyeret Helena pergi dan mencegah Helena yang menangis mendekati Tristan.Tristan naik ke mobil sendiri, lalu pergi ke tempat tinggal Talia secepat mungkin. Dia harus menemukan Talia dan mengklarifikasi sem

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 17

    Tristan melirik Talia dengan tidak percaya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi polisi sama sekali tidak memberinya kesempatan itu.Talia masih berdiri di tempat dalam diam. Sampai dia memastikan Tristan sudah dibawa pergi polisi untuk diinterogasi dan tidak dapat mengganggunya lagi, dia baru menelepon Samuel. “Kamu bisa datang jemput aku?”“Kamu di mana? Aku ke sana sekarang juga.” Samuel sama sekali tidak menanyakan alasannya. Dia hanya pergi mencari Talia secepat mungkin.Talia berdiri sendiri di pinggir jalan. Dia terlihat sangat lemah dan rapuh, seolah-olah embusan angin ringan sudah bisa menerbangkannya. Setelah melihat Samuel, dia bertanya dengan pelan, “Pak Gary baik-baik saja?”“Dia baik-baik saja, cuma merasa agak bingung.” Samuel menghibur, “Jangan khawatir. Aku sudah jelaskan semuanya kepadanya.”Talia mengangguk. “Oke.”Samuel hendak bertanya kenapa Talia terlihat makin sedih, tetapi mengurungkan niatnya. Setelah tiba di rumah Talia, lalu menuangkan secangkir teh hangat

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 16

    “Meski kamu sudah dewasa, kamu tumbuh besar di sisiku. Orang tuamu sudah meninggal. Aku tentu saja harus menjagamu. Aku nggak akan biarkan kamu ditipu sama orang nggak jelas!”Tristan juga sudah marah dan menatap Samuel dengan sangat dingin.Talia mana mungkin lanjut bersabar. Dia akhirnya tidak peduli lagi dan berkata, “Aku bukan bersama Samuel karena ngambek sama kamu. Aku benar-benar merasa dia adalah orang yang baik. Selama aku menghabiskan waktu dengannya belakangan ini, aku merasa sangat gembira dan nyaman ....”“Kalau aku bilang nggak boleh, ya nggak boleh!” Tristan langsung menyela dengan marah. Dia bahkan membanting sumpitnya ke meja hingga menimbulkan suara yang nyaring. “Talia, ikut aku pulang.”Kali ini, Talia juga tidak lagi bersabar demi menjaga perasaan Gary. Dia bangkit dan menjawab, “Ini bukan kediaman Keluarga Howard, bukan tempat kamu bisa pamer kekuatan atau semua orang harus patuh padamu!”“Talia, aku khawatir kamu ditipu!”“Kamu nggak berhenti bilang kamu harus me

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 15

    Setiap patah kata yang diucapkan Jeff bagaikan pisau yang menyayat hati Tristan. Entah sejak kapan, ekspresi Tristan menjadi sangat suram dan sepertinya akan menjadi makin suram lagi. Sebelum Jeff selesai memperkenalkan pasangan serasi itu, Tristan menyela, “Aku ada urusan mendadak siang ini. Kita ganti jadwal makan siang hari ini ke lain hari saja.”“Oke. Kalau begitu, hati-hati di jalan, Pak Tristan.” Jeff hanya berpesan, “Kalau sudah nggak sibuk, jangan lupa kirimkan gambar pemotretan yang kamu inginkan padaku. Nanti, aku akan kirimkan ke Bu Talia.”Jeff mengira ini adalah pertemuan pertama Tristan dan Talia. Entah Tristan tidak mendengar ucapan itu atau memang sengaja tidak mau menjawab, dia langsung melangkah pergi dengan cepat tanpa menoleh lagi.Sebelumnya, Jeff dan Tristan termasuk dapat mengobrol dengan akrab. Sekarang, Tristan malah tiba-tiba seperti orang yang berbeda. Jeff pun merasa kebingungan. Jelas-jelas, tidak ada seorang pun di lokasi yang menyinggung Tristan.Pada

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status