Share

BAB 3 : Rencana Pernikahan Kedua

Ayu beralih menatap Zahwa yang hanya diam saja. "Dan kamu Zahwa, seharusnya kamu itu sadar diri akan kondisi kamu yang mandul itu!. Kalo kamu tidak bisa memberikan anak mama keturunan setidaknya izinkan suami kamu menikah lagi!"

Zahwa diam sejenak menelan salivanya dengan susah payah, ditatapnya sekilas wajah Bram dan kembali menatap Ayu. "Zahwa tau dan sadar akan kondisi Zahwa saat ini ma, dan Zahwa juga ingin mas Bram memiliki anak-" ucapan Zahwa terjeda menahan rasa perih ditengorokan nya "Zahwa ikhlas mas Bram menikah lagi"

"Kamu kuat Zahwa, dan apa yang kamu lakukan ini juga sudah benar!" ucap nya dalam hati menguatkan diri sendiri menahan bulir bening yang sudah mengenang dipupuk matanya agar tak jatuh.

Ayu tersenyum senang mendengar Zahwa memperbolehkan anaknya menikah lagi, toh ini juga ia lakukan untuk kebaikan anaknya.

"Sayang kamu ini apa-apaan bilang seperti itu?, kamu tau dengan jelas pernikahan bukan sebuah permainan yang harus kita lakukan kapan saja!, mas minta tarik ucapan kamu sekarang juga!"

Zahwa mengeleng pelan. "Zahwa ingin mas Bram menikah lagi dan memiliki seorang anak meski anak itu bukan dari rahim Zahwa" ucap Zahwa tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.

"Sudahlah Bram, Zahwa saja tidak apa-apa kamu madu, sekarang kita fokus saja sama pernikahan kamu dan juga Gea" ucap Ayu beralih menatap Gea. "Bukan begitu sayang?"

"I-iyah tante, Gea ikut baiknya saja"

Melihat Gea malah mengiyakan ucapan Ayu, tangan Bram terkepal kuat, sedangkan Zahwa istrinya itu hanya diam menatap lurus kedepan.

"Ikut aku!" bisik Bram pada telinga Zahwa. Dirinya berjalan terlebih dahulu meninggalkan meja makan ke halaman depan.

"Ma,Gea, aku pamit dulu sebentar" ucap Zahwa mendapat kibasan dari Ayu.

Zahwa menuju tempat suaminya yang terlebih dahulu pergi, dari kejauhan Zahwa melihat Bram berada di taman depan rumah.

"Ada apa mas?" tanya Zahwa pura-pura tak tahu.

"Apa maksud mu menyetujui ucapan mama tadi?!" tanya Bram to the poin.

"Mas Gea sepertinya wanita baik, dan menurut aku dia cocok dengan kamu-"

"Cocok?, omong kosong apa ini Zahwa?!"

"Mas diantara kita tidak ada yang bisa menjamin kapan aku akan hamil, bahkan bisa saja kalo aku tidak akan pernah memberikan mu anak. Dan Gea, dia wanita yang sudah pasti bisa memberikan mu anak"

"Za-"

Tangan Zahwa meraih tangan Bram. "Lakukan ini demi aku mas, terima Gea menjadi istri mu"

"Apa kamu tau Gea itu seorang model?" tanya Bram sebelum menjawab pertanyaan Zahwa.

"Memang kenapa kalo Gea seorang model?, apa ada yang salah?"

Bram tau bagaimana dunia artis dan model tak sedikit dari mereka yang menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan projek besar. Dan tentang Gea Bram tidak tau bagaimana dunia wanita itu selama ini karena setahunya Gea tinggal diluar negeri untuk mengembangkan karirnya dan tiba-tiba pulang dan langsung untuk dijodohkan dengannya.

"Mas jangan menilai seseorang terlalu cepat, karena bisa saja penilaian kamu itu berubah menjadi fitnah karena telah menilai seseorang tanpa mengetahui seluk beluk kehidupannya" kata Zahwa seolah-olah tau apa yang tengah dipikirkannya.

"Jadi aku harap kamu bisa menerima pernikahan ini" lanjutnya.

Bram menatap lekat wajah Zahwa, kedua pasang mata itu bertemu dengan tatapan sendu. Bram yang sangat sulit untuk menduakan Zahwa sekarang harus diminta menikahi Gea oleh istrinya sendiri, Sedangkan Zahwa harus mulai belajar ikhlas untuk membagi suami nya untuk wanita lain mulai detik ini.

"Apa kamu yakin dengan keputusan mu?" tanya Bram lirih.

Bulir bening yang Zahwa tahan sejak tadi jatuh bersamaan dengan anggukan kecil sebagai jawaban pertanyaan Bram.

Bram tersenyum kaku mendapat anggukan Zahwa. "Aku akan melakukan ini untuk mu, tapi jangan pernah meminta ku untuk mencintai Gea seperti aku mencintaimu, karena itu tidak akan pernah aku lakukan!"

Zahwa tersenyum, ia pernah mendengar istilah cinta datang karena terbiasa dan sebagai seorang perempuan Zahwa tau kalo Gea suatu saat nanti juga ingin dicintai seperti dirinya. "Iyah, aku tidak akan pernah memaksa mu soal itu"

Bram langsung memeluk tubuh Zahwa dengan erat, meminta pada Tuhan agar menghentikan waktu sebentar saja agar dirinya bisa memeluk Zahwa selama yang ia bisa.

***

Selesai mengajar Zahwa bersiap menemui Gea. Tadi saat dirinya masih mengajar tiba-tiba sebuah pesan masuk dari wanita itu memintanya untuk bertemu berbicara dari hati ke hati, tentu hal itu membuat Zahwa merasa penasaran apa yang ingin dikatakan Gea.

Memesan ojek online Zahwa menuju cafe yang ditentukan Gea.

Sampai di cafe Zahwa melangkah masuk, mengedarkan pandangan ke segala arah mencari kebaradaan Gea, sampai matanya menangkap Gea duduk seorang diri dipinggir jendela.

Zahwa melangkah mendekat kearah Gea menyapa gadis dengan tubuh profesional tersebut dengan suara hangat. "Hai"

"Zahwa?, Silahkan duduk" Gea mempersilahkan Zahwa yang baru saja datang. Dilihat dari seragam yang masih melekat pada tubuh Zahwa Gea yakin istri Bram itu baru pulang mengajar.

"Maaf telah menganggu waktumu"

Zahwa mengeleng. "Kamu tidak menganggu sama sekali. Ngomong-ngomong kamu dapat nomer ponselku dari siapa?" tanya Zahwa penasaran dari mana Gea bisa menghubunginya.

"Ahh itu, aku minta sama tante ayu tadi pagi"

Zahwa mengangguk kecil.

"Za, ada yang ingin aku bicarakan pada mu"

"Apa?"

Gea meremas tangannya sedikit grogi. "Ini soal pernikahan ku dengan Bram"

Hela nafas lembut keluar dari rongga hidung Zahwa, kedua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Ada apa?, Apa kamu menginginkan sesuatu untuk pernikahan mu?, Bilang saja nanti akan aku siapkan"

"Bu-bukan itu" Gea merasa bingung saat Zahwa sudah salah menerima ucapannya.

Zahwa melihat raut wajah Gea yang merasa sungkan untuk berbicara padanya dengan lembut tangan Zahwa terulur menggenggam tangan Gea.

"Ada apa Ge, bicara lah jangan sungkan" Bujuk Zahwa agar Gea segera mengatakan yang ingin wanita itu sampaikan.

"Zahwa"

"Hmm"

"Apa kamu ikhlas mas Bram menikah dengan ku?" Tanya Gea membalas tatapan mata Zahwa.

"Iyah aku sudah ikhlas" jawabnya mantap.

"Tapi Za aku tidak ingin di cap pelakor oleh orang-orang diluar sana. Kamu tau sendiri pernikahan ini terjadi karena tante ayu yang meminta ku untuk menikah dengan mas Bram"

"Terus apa yang bisa aku lakukan untuk mu?" tanya Zahwa pada intinya.

Gea semakin di buat grogi, mau tak mau ia harus mengatakan nya sekarang, dan di lihat dari cara bicaranya Zahwa wanita yang baik dan pasti akan memahami kondisinya. "Aku ingin salah satu dari kita keluar dari rumah tante Ayu"

Mendengar hal tersebut Zahwa dengan cepat menarik kembali tangannya.

"Apa maksudmu?" Zahwa butuh alasan kuat untuk hal tersebut, baginya ucapan Gea tadi seperti sindiran agar dirinya yang keluar dari dalam rumah Rivaldo setelah menyerahkan suaminya pada Gea.

"Jangan salah paham dulu Za, bukan niat ku untuk mengusir mu dari sana hanya saja bukankah lebih baik dari kita keluar dari sana?"

"Kalo kamu tak mau tak apa maka aku yang akan mengalah, karena kamu sudah menyetujui pernikahan ini saja aku sudah merasa sangat senang"

Kening Zahwa menimbulkan garis halus mendengar ucapan Gea seperti seorang yang sudah lama menyukai Bram.

"Kalo aku boleh jujur aku mencintai Bram jauh sebelum kamu menjadi istrinya"

Duar!

"Dan aku rasa kamu sudah dengar kalo aku berada di luar negeri beberapa tahun belakangan ini bukan?, itu semua aku lakukan karena mendengar Bram akan segera menikah dengan mu. Jujur hatiku saat itu sangat sakit Za, Bram adalah pria pertama yang berhasil menarik perhatian ku sampai sekarang"

"Sampai sekarang?" dada Zahwa bergetar hebat mendengar pengakuan Gea yang begitu lantang.

"Iyah sampai sekarang Za, dan aku juga ingin berterimakasih pada mu yang telah menyetujui pernikahan ini. Karena jujur aku sudah lama sekali membayangkan bisa menikah dengan Bram" tangan Gea kembali meraih tangan Zahwa. "Terimakasih Za"

Zahwa hanya menunjukan senyum kaku pada wajahnya.

"Jadi siapa diantara kita yang akan keluar dari rumah itu?" tanya Gea.

Zahwa menarik nafas panjang mengisi stok udara pada paru-parunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status