“Sopir, Bapak.”
Lukas berdecak geram. Dia menarik napas dalam sambil membuang muka untuk meredam kekesalan.
“Kamu becanda?! Siapa peduli tentang si kacung itu? Dia memang sudah tahu sama sepertimu!” bentak Lukas. Dia menggertakkan giginya menahan amarah.
Lukas berdiri, “Cepat bereskan itu lalu ambil yang baru!” Pria itu mendengus, “Mengganggu saja!” keluhnya sampai akhirnya kembali ke dalam kamar.
Wanita itu mengembuskan napas lega. Dia menatap sekali lagi ke arah pintu di mana Alana berada. Hanya dalam waktu sepersekian detik, Alana keluar.
Lagi-lagi tatapan Alana sangat tidak bersahabat. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi sorot matanya sudah sangat jelas menegaskan siapa dia di rumah itu. Dan juga tentu saja, ancamannya pada si wanita bukan main-main, itu adalah ancaman yang tidak ragu Alana lakukan jika memang perlu.
*
“Astaga, Lana! Dari mana saja, kamu?”
“Kamu tetap pulang ke rumah karena mengkhawatirkan suamimu itu?”
“Kamu terluka! Harusnya kamu diam saja.”
“Ayo, aku antar kamu kembali ke ruang perawatan.”
Kendrik mencecar Alana begitu melihat sosok wanita itu berjalan gontai di lorong rumah sakit.
Alana tidak menjawab. Dia duduk di kursi, tidak menghiraukan lelaki di sampingnya.
“Bagaimana keadaan Kak Lukas? Apa dia sudah lebih baik? Aneh, aku tidak menyangka lelaki kekar dan berotot seperti dirinya akan sangat mudah tumbang saat ditimpa musibah seperti ini.”
“Ternyata, di balik sosoknya yang sangar, justru ia menyimpan kelembutan dan kerapuhan dalam hatinya. Kak Lukas pasti sangat terpukul atas kematian kakekmu ….”
“Diam!” Suara dingin Alana seketika membuat mulut Kendrik terkatup rapat.
Kendrik menggeser posisi duduk. Dia sedikit menjauh dari istri kakak sepupunya.
Untuk beberapa detik yang terasa sangat lambat dan canggung, Kendrik akhirnya tidak bisa menahan diri lagi.
“Aku sudah menghubungi Om dan Tante. Mereka sebentar lagi akan tiba.”
“Oh, ya. Dan mereka sungguh menyesal tidak bisa menghadiri pemakaman Kakek Bramanta. Mereka baru bisa mendapat tiket beberapa jam yang lalu.”
Alana tersenyum kecut. Dia yakin kedua mertuanya yang selama ini bersikap sangat manis terhadapnya sudah bersekongkol dengan putra kesayangan mereka.
Dalam diamnya, sedari tadi justru pikiran Alana penuh sesak dengan berbagai pertanyaan dan segala hal yang harus dia lakukan mulai sekarang.
Jika sebelumnya Alana nyaris tidak bisa berpikir jernih karena kematian kakeknya, saat ini Alana justru dibuat kalut dengan prahara rumah tangganya yang di ambang kehancuran.
Bukan hanya rumah tangganya saja, tetapi juga semua aset berharga milik keluarganya akan segera jatuh ke tangan orang yang salah jika dia tidak berpikir dengan cepat.
“Kendrik,” panggil Alana akhirnya.
“Iya!” Kendrik langsung merapatkan diri. Dengan penuh perhatian, dia menatap tulus Alana.
Alana mengalihkan perhatiannya dari dinding putih rumah sakit. “Apa kamu masih mencintaiku?” Tatapannya terlihat dingin dan penuh ambisi.
Kendrik terdiam beberapa saat, dia mengamati bagaimana bola mata indah milik wanita di depannya menatapnya sedemikian rupa.
Kendrik tidak tahu apa yang menimpa Alana sehingga membuat wanita itu menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya seorang wanita bersuami tanyakan pada seseorang. Terlebih pada adik sepupu dari suaminya sendiri.
Kendrik menelan ludah kasar. Otaknya berupaya menyusun kalimat yang sangat bertentangan dengan apa yang hatinya katakan.
Nanar di mata Alana kian kentara, wanita cantik itu mengulas senyum. “Jujurlah, Kendrik. Aku muak dengan kebohongan,” pinta Alana.
Kendrik mendesah.
“Kamu tahu persis Alana. Kamu tahu persis itu. Aku selalu mencintaimu. Dengan atau tanpa balasan.”
Sebagaimana Lukas yang memiliki tambatan hati selama bertahun-tahun. Kendrik pun demikian, sejak Kendrik masih SMP, dirinya sangat mendambakan Alana. Yang sayangnya, karena mereka terpaut usia 3 tahun, maka saat pertama kali Kendrik mengatakan cintanya pada Alana yang saat itu sudah kelas 3 SMA, maka Alana tidak pernah menggubrisnya.
Terlebih, Alana sudah lebih dulu dijodohkan dengan Lukas oleh kedua keluarga mereka.
Alana menutup wajah dengan kedua tangan. Pikirannya masih semrawut. Tapi jawaban pria di sampingnya seakan memberikan secercah harapan.
Alana menarik napas dalam. Dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi, bertumpang kaki lalu berpangku tangan. Dengan tatapan lurus ke depan, Alana berucap,
“Siapa yang akan kamu pilih, aku atau keluargamu?”
Kendrik membeliak, kembali dibuat bingung oleh Alana.
“Aku tidak punya banyak waktu, Kendrik. Jawablah.” Nada suara Alana jauh lebih tenang dari sebelumnya.
Kendrik berdeham, “Apa yang kamu maksud, Lana? Tolong jelaskan semuanya lebih dulu,” pinta Kendrik hati-hati.
Alana tersenyum tipis. Kendrik memang selalu bisa setenang ini, lelaki itu membawa atmosfer yang berbeda.
Alana berpaling, dia menatap lurus Kendrik dengan senyum kecut menghiasi wajah cantiknya.
“Lukas berselingkuh. Sepertinya sudah sangat lama. Dan sekarang, aku harus mencari cara untuk memastikan dia tidak mendapatkan seujung kukupun harta keluargaku.”
Kendrik ternganga sampai dia harus menutup mulutnya dengan tangan.
Alana tersenyum simpul.
Setelah beberapa saat, Kendrik meraih kedua tangan Alana.
Tatapan hangat Kendrik beradu dengan manik mata Alana yang sendu.
“Aku akan menjadi tameng sekaligus tombak untukmu, Lana.”
Alana tersenyum. Dia mengangguk.
Tepat saat keduanya masih berpegangan tangan, suara menggema memecah kedamaian.
“Alana!”
Alana berdiri menyambut kehadiran dua mertuanya, untuk saat ini dia terpaksa harus berpura-pura tidak tahu apa-apa perihal pengkhianatan keluarga Lukas.
“Alana, sayangku ….” Wanita paruh baya itu langsung memeluk Alana.
“Mama sangat menyesal tidak bisa pulang lebih awal dari Singapura. Oh, Nak. Kamu pasti sangat terpukul. Hal buruk banyak terjadi padamu, Nak. Ya Tuhan! Cucu kesayanganku juga kini malah harus dirawat.”
Alana memutar bola mata, kalau biasanya dia sangat nyaman berada di pelukan Miranda, kali ini dia justru cepat-cepat menarik diri. Dia sungguh muak.
“Tidak apa-apa, Ma. Ada Kendrik yang sudah sangat membantu.” Alana menjawab seadanya.
Papa mertua Alana tidak ketinggalan bersikap manis. Dia merentangkan tangan untuk memeluk menantunya dengan penuh perhatian. “Kamu pasti sangat ketakutan, sayang. Lukas memang suami yang payah! Papa akan menghukumnya nanti.”
Alana menahan diri untuk tidak mengumpat, dua orang tua ini memang sangat berbakat dalam bersandiwara.
“Lukas pasti sangat terpukul atas kematian Kakek. Tolong jangan hukum dia, Pa,” kata Alana berusaha tersenyum di akhir kalimatnya.
Kendrik terpaku, dia berpikir keras perihal kelakuan keluarga Om dan Tantenya.
Kendrik tidak mau percaya bahwa keluarganya sendiri tega melakukan kejahatan sejauh itu pada Alana. Tetapi, Kendrik tidak bisa menyangkalnya juga, dia tahu persis bagaimana tabiat keluarga Om dan Tantenya. Ingatan Kendrik lalu tertuju pada kejadian beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi, lamunan Kendrik buyar seketika.
“Kamu boleh pulang, Kendrik. Alana akan aman bersama kami,” kata Ferry yang melihat Kendrik termenung.
“Ah, ya. Terima kasih banyak Keken. Kamu memang selalu bisa diandalkan,” timpal Miranda seraya menepuk-nepuk pundak Kendrik.
“Kendrik, Tante. Atau paling tidak panggil aku Ken. Aku bukan anak usia 12 tahun lagi!” sahut Kendrik kesal.
Miranda dan suaminya tertawa. Mereka bertingkah bak dua orang tua yang begitu hangat dan perhatian.
“Oh ya, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan pada kalian. Sepertinya … ini akan menjadi masalah besar.” Kendrik mengeluarkan handphone dari saku celananya.
Dia membuat raut wajah dua orang tua di depannya berubah seketika. Tidak terkecuali Alana yang juga turut penasaran.
Kendrik menunjukkan sebuah video, namun baru saja rekaman yang sepertinya diambil secara diam-diam tersebut diputar beberapa detik, Miranda langsung merebut hp Kendrik. Dia nampak panik sekaligus terkejut.
“Dari mana kamu dapat video ini?!” bentak Ferry. Matanya melotot seperti akan keluar dari tempatnya.
Alana menatap Kendrik dan orang tua Lukas secara bergantian. “Memangnya itu video apa?”
Kendrik menjawab, “Itu video ….”
Berdasarkan hasil rapat, dewan direksi dan para pemegang saham setuju untuk melakukan pemungutan suara guna menentukan siapa yang berhak menduduki posisi CEO di perusahaan Golden Stone Corporation.Lukas sempat menampik keputusan tersebut karena CEO sebelumnya, yang tidak lain adalah Kakek Bramanta sudah memberinya mandat dengan menjadi CEO pengganti, yang mana hal tersebut sudah membuktikan bahwa Lukas layak dan berhak berada di posisinya saat ini.Akan tetapi, jajaran direksi mematahkan alibi Lukas dengan mengatakan bahwa mereka memiliki hak untuk memilih siapa yang akan menjadi pimpinan di perusahaan.Alana puas, dia pulang dengan satu kemenangan di tangan. Dua Minggu lagi Alana dan Lukas sama-sama akan melakukan presentasi di depan orang-orang yang memiliki kendali di perusahaan.Mereka akan bertarung menentukan siapa yang memang layak menjadi penerus perusahaan batu mulya tersebut.Sayangnya, Alana masih memiliki PR yang tidak kalah penting, dia masih belum bisa meyakinkan Ketua
[Aku menemukan invoice yang agak mencurigakan. Cepatlah datang ke sini.] Membaca pesan lanjutan dari Alana, Kendrik menelan ludah, dia lalu menyalakan mesin mobil dan beranjak dari sana. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak.Beberapa waktu kemudian, Kendrik tiba di sebuah apartemen yang terletak di dekat perbatasan antara kota Jakarta dan Bandung.Seorang wanita muda membukakan pintu. Sejenak, lelaki itu termangu melihat wajah seorang gadis yang cukup menarik perhatiannya. Gadis dengan perawakan mungil, kulit kuning langsat, berwajah manis dengan hidung bangir dan bibir tipis.“Silakan masuk, Pak. Anda pasti Pak Kendrik, kan?” Si gadis membuat Kendrik tersadar.“Ehem.” Kendrik berdeham. “Iya, saya Kendrik. Terima kasih.” Pria itu mengatakannya sambil melangkah masuk.Begitu masuk ke ruangan utama, Kendrik melihat Alana duduk terpekur di depan komputer. Alana tampak serius dengan dua orang pemuda yang juga sedang fokus menatap layar laptop masing-masing.“Ternyata d
Setelah sambungan telepon terputus Lukas mengirimkan lokasi sebuah rumah sakit. Alana memberitahu ke mana tujuan mereka saat ini pada pria yang duduk di kursi kemudi.Setengah jam kemudian, Alana sampai. Dia menggendong Nathan yang masih mengantuk. Lukas ada di luar, sepertinya dia tidak sabar menunggu Alana. Begitu mereka bertemu, Lukas langsung memeluk Alana berikut putranya.Alana mematung. Dia sampai harus menahan napas karena Lukas memeluknya begitu erat.Merasa terhimpit, Nathan bangun. Dia mengucek mata dengan punggung tangan. Lukas merenggangkan pelukan. Dia mengecup pipi Nathan, lalu Alana. Sialnya, Alana refleks menjauhkan wajahnya.Lukas mengernyitkan kening. “Kenapa?”Lidah Alana kelu. Bodoh, pikir Alana. Dia mestinya bersikap biasa saja, bahkan seharusnya dia sedikit berakting dengan pura-pura khawatir karena Lukas tiba-tiba memintanya datang ke sana.Nathan turun dari gendongan ibunya. “Siapa yang masuk rumah sakit, sayang?” Alana mengalihkan pembicaraan.Lukas membuan
Alana yang tidak mampu mengutarakan tawarannya membuat waktu bergerak lambat menciptakan atmosfer yang tidak nyaman. Kendrik memutuskan keluar agar dapat berpikir jernih dengan menghirup udara segar.Alana yang terdiam di dalam mobil melihat koper hitam di tempat duduk Kendrik sebelumnya. Dia sudah memulai, otomatis harus berani menyelesaikan, termasuk mengambil risiko sebesar apa pun.Wanita dengan kulit wajah pucat dan tatapan mata sayu itu mencibir dirinya sendiri yang malah ragu-ragu dalam bertindak. Alana ikut keluar. Dia berdeham lalu berkata, “Ada banyak rencana besar bahkan gila yang sudah tersusun rapi di kepalaku. Sayangnya, aku terlalu pengecut.”Kendrik berpangku tangan. Rambutnya yang sedikit panjang lagi ikal diterpa angin sore. “Aku tahu kamu pasti sangat muak dan marah atas segala hal buruk yang terjadi. Tapi, itu bukan berarti kamu boleh menjadi orang yang kehilangan hati nurani.”Alana terdiam.Kendrik mengembuskan napas panjang, tangan kanannya menyugar rambut yang
Pintu yang terbuka lebar memperlihatkan dua orang berpakaian sipil yang diikuti oleh seorang karyawan di kantor pengacara tersebut. Salah satu dari mereka mengeluarkan kartu identitas polisi.“Selamat siang. Kami dari Satuan Reskrim Polres Kota. Saudari Miranda Arvenzo, anda ditangkap atas dugaan tindak kekerasan terhadap saudari Citra Ayu,” ungkap petugas seraya memperlihatkan surat penangkapan.Seisi ruangan tersentak. Miranda nyaris kehilangan keseimbangan, untungnya Ferry sigap menahan istrinya.Lukas tidak percaya, dia membaca surat perintah penangkapan yang dibawa petugas.“Pasti ada kesalahan. Tidak mungkin,” racau Miranda. Dia bersembunyi dalam dekapan suaminya.Lukas menatap kedua orangtuanya, meminta penjelasan.Alana menyaksikan segalanya dengan kepala yang penuh tanya. Dia tidak bisa mengasumsikan apa-apa.Satu petugas yang lainnya bersiap membawa Miranda yang bersikukuh tidak mau beranjak. “Silakan ikut kami ke kantor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”“Saya tidak b
Miranda mengibaskan tangan. “Tidak ada, sayang. Kendrik memang jahil, dia senang membuat lelucon tentang kami. Tapi sesungguhnya ini memalukan dan tidak sopan.” “Kita selesaikan nanti, Kendrik. Jangan kekanak-kanakan seperti ini!” Sorot mata Ferry menyiratkan sesuatu yang lain.Alana penasaran video apa yang Kendrik miliki sehingga membuat kedua mertuanya berang.Kendrik meminta maaf lalu meminta handphonenya kembali.Sebelum menyerahkannya, Miranda menghapus video tersebut lebih dulu.Alana terus menatap Kendrik, meminta penjelasan. Namun, Kendrik hanya mengangkat kedua bahunya.Miranda lantas merangkul Alana, mengajaknya mendekat ke jendela ruang perawatan putranya.“Sekarang kita fokus pada keadaan Nathan. Cucu kesayangan Mama itu pasti akan baik-baik saja.” Miranda mulai tergugu, dia menangis yang justru membuat Alana risi padanya.Tangis Miranda semakin mengaung, suaminya sigap menenangkan. Kedua orang tua penuh drama tersebut lalu duduk sambil berpelukan.Kendrik memperhatikan