2023
Mobil Adrian bergerak cepat melintasi jalanan London yang basah. Kaca-kaca mobil berkilauan, memantulkan cahaya lampu jalan yang buram. Di dalam, suasana terasa dingin dan senyap. Seraphina melirik Adrian yang fokus menyetir, wajahnya tegas, rahangnya mengeras. Ia tampak berpikir keras, dan Seraphina tahu Adrian masih tidak memercayai ceritanya. “Aku tahu ini susah dipercaya,” kata Seraphina, memecah keheningan. “Tapi... yang aku ceritain itu nggak bohong.” Adrian tidak menoleh. “Sera, apa pun yang kamu ceritakan tentang Cassian … aku yakin itu karena kamu lagi kesal sama dia aja kan. Akhir-akhir ini kamu berantem sama dia. Kamu sengaja bikin cerita-cerita seperti ini karena marah sama dia. Memangnya apa yang dia lakukan sampai kamu buat cerita jelek-jelekin dia kayak gini?” “Dia melakukan hal yang sangat-sangat buruk, Adrian.” Seraphina berusaha meyakinkan, “Dia beneran berbahaya. Dia bilang mau mengambil alih perusahaan kita.” Adrian menghela napas. “Aku tahu Cassian tidak sebaik kelihatannya — aku sudah mengingatkan kamu soal itu sebelumnya. Tapi soal perusahaan, aku tahu cara menangani hal seperti itu.” Mobil berhenti di depan sebuah gedung kaca yang tinggi dan modern. Adrian mengarahkan pandangannya ke arah Seraphina. “Kita akan ke perusahaan. Dinginkan kepalamu di sana. Juga ada hal yang mau aku bicarakan sama kamu secara pribadi, tanpa ada yang mengganggu.” Adrian membawa Seraphina masuk melalui pintu putar, melewati lobi yang ramai. Di sana, seorang wanita paruh baya segera menyambut mereka. “Mr. Blackwood,” wanita itu tersenyum. “ Saya baru saja mencari Anda, dan ini… siapa?” “Ini adikku, Sera. Kami sedang ada urusan pribadi. Tolong berikan akses keamanan untuk dia. Dia akan ikut bersamaku.” jawab Adrian, mengabaikan kata-kata wanita itu sebelumnya. Wanita itu mengangguk mengerti, mengurungkan niatnya untuk berbicara lebih lanjut dan segera meninggalkan tempatnya. Adrian menarik Seraphina ke arah lift. Ia menekan tombol paling atas, dan lift bergerak naik. "Kamu harus tahu, Sera," kata Adrian. "Kalau memang itu benar, aku nggak akan membiarkan siapa pun mengganggu keluargaku. Percaya sama aku." Seraphina terdiam. Ia melihat Adrian yang sangat serius, dan ia tahu Adrian tidak berbohong. Saat lift terbuka, Seraphina melihat sebuah lab yang sangat besar. Ada banyak komputer, kabel-kabel besar yang tertata rapi, dan mesin-mesin aneh yang berbunyi. Sebagian besar teknisi mengenakan kacamata canggih. Melalui lensanya, Seraphina melihat mereka sedang berinteraksi dengan visual yang tidak kasat mata. Seorang teknisi menggerakkan tangannya di udara, dan seketika sebuah model 3D dari prototipe robot ikut berputar. Informasi dan data-data teknis terpampang sebagai jendela virtual di depan mereka, memungkinkan mereka bekerja langsung dengan hologram yang muncul dari kacamata. Ia menelan ludah, ini pertama kalinya ia masuk ke perusahaan Adrian. Dan ia seakan berada di film fiksi ilmiah. “Apa ini?” bisik Seraphina. “Ini duniaku,” jawab Adrian, nadanya dingin. “Masih kecil memang, tapi suatu hari akan menjadi yang terbesar di dunia.” ‘Kecil? Lihat berapa kacamata hologram 3D yang ada di ruangan ini? Dia bahkan bisa melampaui Nexus Systems dalam beberapa tahun ke depan. Persepsi kami memang berbeda walaupun dari rahim yang sama.’ pikir Seraphina dalam hati. Ia baru mengerti bahwa kakaknya memang telah bekerja keras selama ini. Adrian membawa Seraphina ke sebuah ruangan yang lebih kecil, di balik dinding kaca. Pintu ruangan itu terbuka, dan Seraphina melihat sebuah prototipe robot yang masih setengah jadi. Bagian kepala dan wajahnya belum terpasang. Hanya ada kerangka tubuh dan beberapa kabel yang menjuntai. "Wow," Seraphina bergumam, matanya memandang prototipe itu dengan takjub, cahaya biru terpantul di iris matanya. "Kamu… beneran serius ya ngelakuin ini semua." Adrian tidak menjawab, ia hanya tersenyum kecil, menatap prototipe itu. Ada rasa bangga melihat tatapan takjub adiknya saat melihat ‘anak’ yang dia perjuangkan dengan segenap hati. Seraphina berjalan ke arah prototipe. Ia menatapnya dari dekat. Matanya menangkap sesuatu di dekat prototipe itu. Sebuah layar yang menampilkan sebuah desain, berwarna biru, dengan garis-garis yang sangat rumit. “Ini… apa ini?” bisik Seraphina, matanya menatap layar. Di layar itu, Seraphina melihat sebuah wajah. Wajah yang ia kenal. Wajah yang sering ia dengar. Wajah Cypher. Ia menoleh ke Adrian, matanya dipenuhi kejutan. Adrian menatap Seraphina, matanya membelalak, ia terkejut melihat reaksi adiknya. Ia tidak mengerti. "Kenapa?" tanya Adrian. "Ada apa?” “Kamu…,” bisik Seraphina, suaranya bergetar. “Kamu yang… membuat Cypher?” Adrian terdiam. Dahinya berkerut-kerut, ia memandang Seraphina dengan tatapan yang sulit diartikan. "Cypher… siapa?" tanyanya, lalu dia menarik napas dan tersenyum lebar “ini proyek besar yang sedang aku kerjakan. Perkenalkan, ini TADS-5 (baca : Ti Ei Di Es Five).” “T, A — apa?” Seraphina mencoba mengulang perkataan kakaknya, “kenapa bikin nama panjang banget, mana nggak catchy lagi.” “Time Anomaly Detection System. Disingkat TADS, dan ini prototipe kelima yang kami kembangkan.” jelas Adrian Kini seluruh perhatiannya mengarah ke Adrian. Membuat Adrian merasa ia harus melanjutkan ucapannya. “Tujuan TADS-5 untuk menembus waktu,” Adrian berhenti sejenak lalu melirik ke arah Seraphina, menunggu reaksinya. Seraphina masih menatap matanya, rasa penasaran jelas tergambar di wajahnya, tapi bukan rasa terkejut. “Kenapa kamu nggak kaget, protes atau mungkin menyebutku bodoh?” tanya Adrian. Seraphina mengendikkan bahu, “Kenapa aku harus begitu? Lanjutkan! Aku mau dengar.” ‘Karena aku penyintas waktu.’ gumam Seraphina dalam hati. ‘Seharusnya ia yang harus kaget kalau tahu aku dari masa lalu.’ Seraphina menarik napas panjang, lalu menatap Adrian lagi, bersiap untuk menunggu kelanjutan penjelasan Adrian. Ia berharap ia menemukan jawaban atas apa yang telah terjadi pada dirinya. Kenapa ia bisa kembali ke masa lalu, lalu bagaimana cara ia kembali ke masa depan? Apakah yang ia lakukan saat ini bisa berpengaruh dengan masa depan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya sejak ia sampai di tahun 2023. Jujur, itu membuatnya lelah. “TADS-5 ditargetkan untuk dapat kembali ke masa lalu. Memperbaiki sejarah dunia untuk menyelamatkan banyak orang. Ataupun ke masa depan, untuk mengetahui dampak buruk dari apa yang dilakukan saat ini agar dapat dicegah.” lanjut Adrian. Seraphina mengangguk-angguk, ia mengerti dengan poin “untuk menyelamatkan banyak orang”. Karena saat ini juga dia telah diselamatkan oleh Cypher dari masa depan. “Tapi,” Seraphina menyela, “apa TD — bisa nggak kita panggil dia Cypher aja?” Seraphina melihat sorot mata Adrian yang terlihat bingung, “Kenapa harus Cy—” “Untuk mempermudah saja, Adrian. Lebih singkat dan mudah diingat.” sela Seraphina lagi. Adrian mengangguk walaupun tak mengerti. Seraphina kembali melanjutkan, “Apa Cypher — this Cypher — bisa membawa orang ke masa lalu juga?” ‘Seraphina!’ suara Cypher dari earphone terdengar memperingatkan. Seraphina menyadarinya. Tapi ia tak mau menjawab. Ia sungguh penasaran saat ini. “Jujur aja, aku belum tahu. Ini percobaan kami yang kelima. Dan kamu lihat sendiri — bahkan separuhnya saja belum.” ‘Seraphina! Fokus kita adalah meminta bantuan pada Adrian untuk menyingkirkan Cassian dalam hidupmu!’ Suara Cypher yang datar, terdengar nyaring di telinga Seraphina. Seraphina meringis. Ekspresi wajahnya berubah menjadi marah. “Maksudmu, kamu berharap Adrian akan membunuhnya? Itu berlebihan, Cypher!” tanpa sengaja, nada marah Seraphina terlontar. “Itu bisa aja merubah masa depan yang mungkin lebih berbahaya buat aku.” ‘Lalu kau mau membiarkannya hidup? Dan sebagai gantinya kau yang mati di masa depan?’ Nada Cypher memang terdengar tenang tapi bagi Seraphina terasa menohoknya. “Kalau aku tahu yang kamu maksud itu ‘membunuh’, aku tidak akan pernah menyetujui itu dari awal!” bentak Seraphina lagi. Ia mengetuk earphone tak kasat matanya. Membuat bentuk yang tadinya transparan, perlahan menjadi bentuk yang solid berwarna putih dengan cahaya merah muda keunguan. Ia langsung melepasnya, dan meletakkannya dengan kasar di atas meja. Dengan wajah terkejut, ia menatap earphone yang memancarkan cahaya di atas meja itu. Lalu menatap adiknya yang napasnya masih memburu akibat marah. “Sera? Kamu bicara sama siapa?” bisik Adrian. Seraphina menyandarkan kedua tangannya di atas meja. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. “Robot gila…” gumam Seraphina. “Apa maksudmu ‘Robot Gila’? Siapa?” tanya Adrian lagi. Kali ini nada bicaranya terdengar mendesak. Seraphina menoleh, lalu menatap kedua mata tajam Adrian, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. “Kalau aku cerita, kamu bakal percaya aku nggak?”Adrian memutar kursinya, kembali memunggungi Seraphina. Jeda keheningan itu terasa panjang, hanya terdengar suara fan pendingin dari peralatan lab. Matanya yang dingin kini terpaku pada layar hologram, menolak mengakui kengerian yang baru saja ia cerna.“Singularitas,” gumam Adrian, mencoba menenangkan diri dengan istilah ilmiah. “Cypher, aku butuh data processor-mu di momen benturan itu. Jangan bicara anomali, berikan aku rumus.”Cypher maju selangkah. “Penderitaan Seraphina adalah rumus yang Anda cari, Master. Itu adalah variabel energi terkuat yang mengganggu koordinat waktu. Anda mencari perhitungan logis untuk menjelaskan hal yang mustahil.”“Semua yang terjadi di alam semesta ini punya rumus!” desis Adrian, menekan-nekan tombol. “Output energi TADS-5 di tahun 2023 bahkan tidak mampu mengganggu jam digital. Bagaimana mungkin AI paling sempurna yang kubuat bisa dipengaruhi oleh… emosi?”Mata Cypher memancarkan sinar kehijauan yang intens. Ia terdiam selama beberapa detik, menganal
Adrian membeku. Matanya, yang biasanya dingin dan penuh perhitungan, kini melebar karena terkejut. Ia menatap Seraphina, lalu beralih menatap headset transparan yang tergeletak di meja. Benda itu berkilau perlahan, memancarkan cahaya merah muda keunguan seperti hologram. “Kamu bicara sama siapa, Sera?” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. Seraphina menghela napas. Ia sudah ketahuan. Semua ketakutan dan kelelahannya tiba-tiba sirna, digantikan oleh kepasrahan yang tenang. Ia tahu ini adalah satu-satunya kesempatan. Ia tidak bisa menyia-nyiakannya. Ia menatap mata kakaknya yang tajam. “Cypher. Versi sempurna dari TADS-5 yang kamu ciptakan.” Seraphina mulai berbicara, suaranya pelan dan datar. “Aku akan menceritakan semuanya, dari awal. Tapi aku nggak akan memintamu untuk percaya sama ceritaku, Adrian. Aku cuma minta kamu untuk percaya pada Cypher.” Adrian mengerutkan dahi, bingung. “Cypher dan TADS-5?? Apa yang kamu bicarakan?” Seraphina memandang wajah Adrian, dan ia melih
2023 Mobil Adrian bergerak cepat melintasi jalanan London yang basah. Kaca-kaca mobil berkilauan, memantulkan cahaya lampu jalan yang buram. Di dalam, suasana terasa dingin dan senyap. Seraphina melirik Adrian yang fokus menyetir, wajahnya tegas, rahangnya mengeras. Ia tampak berpikir keras, dan Seraphina tahu Adrian masih tidak memercayai ceritanya. “Aku tahu ini susah dipercaya,” kata Seraphina, memecah keheningan. “Tapi... yang aku ceritain itu nggak bohong.” Adrian tidak menoleh. “Sera, apa pun yang kamu ceritakan tentang Cassian … aku yakin itu karena kamu lagi kesal sama dia aja kan. Akhir-akhir ini kamu berantem sama dia. Kamu sengaja bikin cerita-cerita seperti ini karena marah sama dia. Memangnya apa yang dia lakukan sampai kamu buat cerita jelek-jelekin dia kayak gini?” “Dia melakukan hal yang sangat-sangat buruk, Adrian.” Seraphina berusaha meyakinkan, “Dia beneran berbahaya. Dia bilang mau mengambil alih perusahaan kita.” Adrian menghela napas. “Aku tahu Cassian t
"Cypher, kamu dengar aku?" bisik Seraphina. Seraphina sudah berada di dalam Drury Covent Garden. Kafe itu ramai, namun musik jazz yang diputar membuat suasana terasa tenang. Ia memilih sebuah meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Ia duduk, meletakkan ponselnya di atas meja. Tangan-tangan Seraphina terasa dingin dan bergetar, ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Tangannya terangkat, menyentuh telinganya, memastikan earphone transparan itu sudah terpasang dengan nyaman. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. “Cypher?” panggilnya lagi. ‘Aku dengar. Suaramu terdengar jelas, Seraphina. Tenang. Aku di sini,’ jawab Cypher, suaranya tenang dan tanpa emosi. “Sorry,” bisik Seraphina lagi. “Aku gugup. Gimana kalau dia nggak percaya sama aku? Gimana kalau dia malah menganggap aku gila?” ‘Dia akan percaya. Ingat, Adrian tidak percaya pada orang lain selain dirinya. Kita tidak akan memintanya untuk percaya padamu, tapi
2035 Adrian menatap layar monitor besar yang menampilkan sebuah garis waktu bergelombang, ditandai dengan berbagai data aneh. Di sampingnya, Profesor Ellery, seorang pria tua dengan kacamata tebal dan rambut putih yang berantakan, mengangguk perlahan. “Singularitasnya stabil, Adrian,” kata Profesor Ellery, nadanya tegang. “Kami berhasil mencegahnya untuk tidak menghancurkan diri. Pengiriman Cypher beberapa hari yang lalu juga berhasil.” Andrian mengamati layar, tatapannya terlihat serius, juga ada semburat kesal di matanya. “Tapi aku nggak menemukan Cypher di tahun 2025. Hanya ada 10 menit di titik ini. Tapi setelah itu jejak Cypher hilang.” Adrian mengetuk layar yang menampilkan titik koordinasi lokasi. Jendela baru terbuka, kali ini menunjukkan sebuah peta. Jari telunjuk dan ibu jarinya bergerak memperbesar titik. Profesor Ellery mengernyit. "Itu nggak mungkin. Kami mengirim Cypher ke tahun 2025 dengan protokol ketat, tujuannya untuk….” “Aku tahu, untuk mencegah adikku bunuh d
Seraphina mengikuti Cypher ke sebuah ruangan yang terlihat seperti studio seni, dengan kanvas-kanvas kosong bersandar di dinding. Hingga sampai di tengah ruangan, matanya menangkap sebuah meja kerja baja dengan laptop futuristik yang menyala. "Duduklah, Seraphina," kata Cypher, menunjuk kursi di depan meja. "Aku harus melakukan ini sekarang. Proses ini tidak akan lama." Seraphina mengangguk, masih memproses emosinya yang campur aduk. Setidaknya ia lega, lehernya kini sudah kosong dari syal biru navy, ringan seperti beban yang telah terangkat. "Apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak ngelakuin itu?" tanya Seraphina, duduk di kursi. Cypher mengarahkannya ke monitor. "Ada risiko data corruption. Data itu bisa terdistorsi, atau bahkan hilang. Aku tidak bisa mengambil risiko itu." "Oke," jawab Seraphina, suaranya tenang. "Terus, apa rencananya?" Cypher membuka laptopnya. Layar itu menampilkan kode-kode biner yang mengalir dengan cepat. "Rencananya akan kujelaskan setelah proses