Share

1 – Daffa dan Kota Biru

Bicara tentang jejak mengingatkan goresan

Kutatap sekeliling, kilauan jingga menghiasi langit sore. Nampak jelas bayangan memantul pada genangan air. Sampai kapan aku akan terjebak labirin masa lalu? Sungguh, aku ingin melupakan, lelaki yang satu tahun belakangan menciptakan titik kenangan yang indah.

Biasanya, habis hujan begini. Kak Daffa sering meneleponku sambil bilang, "Percayalah sayang. 99,9% hujan yang turun bukan air, tapi rasa rinduku padamu."

Kak Daffa selalu berhasil membuat aku tersenyum, kisah yang kami ciptakan dengan jarak usia terpaut dua tahun membuat aku harus mengikhlaskannya. Dia lebih memilih melanjutkan studi di negara Jerman dan sudah dipastikan, aku tidak bisa menjalin hubungan jarak jauh.

Hampir setengah jam aku melamun, menatap dengan tatapan kosong.

Aku, Alisya Cantara remaja kecil berusia 16 tahun. Kenangan yang tercipta bersama kak Daffa begitu indah, bantu Aiys melupakan goresan jejak yang terlukis.

"Aiys.. bantu kakak," suara kak Amel memecahkan lamunan Aiys.

Kak Amel, satu-satunya kakak yang Aiys miliki sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

“Ya kak," sahut Aiys.

"Kenapa lama bangat jawabannya? Pindahkan buku-buku ini kedalam lemari!"

Aiys melihat tumpukan buku yang menganak sungai, mulai dari majalah Bobo, majalah turun-menurun sedari kak Amel kecil.

"Semuanya disusun rapi, jangan acak-acakan," kata kak Amel dengan posisi berdecak pinggang.

"Bantuin dong kak, jangan hanya memerintahkan!" protes Aiys.

Suatu hal yang mustahil jika kak Amel mau membantu, Aiys sudah tau dan mengerti. Kalau kakak itu bos di rumah kalau tidak ada mama dan papa.

“Kak, kenapa ini dipindahkan?” tanya Aiys.

Kak Amel memandang Aiys sebentar, “Katanya Papa mau dipindahkan kerja, biar tidak sulit saja nanti,” jawabnya santai.

Aiys terdiam, “Pindah,” ulanganya.

“Kemana?” tambah Aiys.

“Tidak tau, belum pasti juga, tidak perlu dipikirkan,” balas kak Amel lagi.

Aiys sedikit kesal, tapi tetap Aiys kerjakan. Aiys melangkahkan kaki menuju tumpukkan buku. Setiap buku yang mau diangkat, diperiksa sebentar melalui sampulnyanya. Satu setengah jam telah berlalu, ini angkatan yang keduabelas kali Aiys bolak balik memindahkan dan menyusun buku legenda keluarga ini. Aiys memutuskan istirahat sebentar duduk beralasan koran, Aiys menyandarkan kepala ke lemari. Seakan lemari sudah siap menerima semua curahan hatinya. Tinggal beberapa angkatan lagi, yok semangat. Aiys bangkit dan kembali menyusun buku yang akan Aiys pindahkan.

Saat buku keempat sudah ditangan. Seketika fokus bidikan mata Aiys pada buku bersampul coklat, dihiasi bunga dan dedaunan yang sudah kering. Bunga mawar dan melati mendominasi, sudut kanan bagian bawah terdapat bunga mawar, dan sudut kiri bagian atas terdapat bunga melati dihubungkan dengan dedaunan;tulang dedaunan.

Kenangan Kota Biru

Tulisan pertama yang Aiys baca, lembar pertama buku ini. Pada lembar kedua terdapat sebuah foto lelaki dengan perempuan berpose dengan gaya tangan diangkat setinggi kepala. Dua jari, telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

Aiys memandanggi, lagi dan lagi. Pikiran dan hatinya bertolak belakang. Tanpa disadari, dengan mudahnya air menetes dari kelompok matanya. Bahkan saat dunia berputar dan berubah, kenangan yang tercetak lewat lembaran foto akan tetap abadi. Aiys tidak membenci perpisahan, terimakasih telah menciptakan jejak, Aiys bersyukur pernah dipertemukan dengan Daffa. Aiys melanjutkan, membuka lembaran ketiga. Album kecil ini, kenangan dari Daffa.

***

Dua minggu lagi siswa dan siswi SMA 1 Nusantara akan pergi studi banding.

Alisya, yang mendengar kabar itupun cepat-cepat memberi tahu Daffa. Kakak kelas yang berstatus pacarnya. Hubungannya telah tersebar luas, jadi tidak heran kalau Aiys berani menghampiri Daffa ke kelasnya meski Aiys masih tergolong murid baru.

Sesampai di depan kelasnya, Aiys langsung menunggu di bangku depan kelas. Biasaya tidak sampai satu menit Aiys menunggu Daffa sudah keluar menemuinya. Aiys hanya remaja biasa, berstatus siswi baru lagi. Sedangkan Daffa, siswa berprestasi di sekolah. Aiys juga heran, kenapa bisa dekat semudah itu dengan Daffa. Apalagi, mengingat dirinya yang introvert.

"Dah lama?" sapa Daffa.

"Barusan kok, hehehehe."

"Tumben, nyamperin. Kangen ya?" goda Daffa.

"Iya, rindu. Karena sejatinya hatiku telah membersamaimu, wkwkwk," jawab Aiys tertawa.

"Hatiku, terkunci didalam hatimu juga. Jangan izinkan keluar!" tatapan Daffa begitu teduh, membuat Aiys melumer.

"Kak, ada studi banding. Udah tau kak?" tanya Aiys.

"Iya, udah tau. Sebenarnya kakak mau ke kelas kamu, taunya udah sampai duluan."

Daffa mengantari Aiys ke kelas, sepanjang koridor sekolah, banyak tatapan mengarah ke arahnya berdua. Ada diam-diam teriak dan ada juga yang melihat sebelah mata.

Persiapan terus dimaksimalkan oleh panitia studi banding, hingga besok hari yang di tunggu datang. Perjalanan yang jauh besok membuat Aiys harus cepat-cepat istirahat agar besok segar, andai Aiys mariposa.

Makan banyak, tidur, bangun-bangun jadi beautiful.

            Masih pagi, peserta studi banding telah berkumpul di halaman sekolah sambil menunggu bis sekolah datang. Pagi ini cukup dingin, Aiys dari tadi menyatukan kedua telapak tangannya mencari kehangatan.

"Aiys.. " sapa Keysa, satu-satunya sahabat Aiys.

"Iya, ada apa Key? Dingin bangat ya," sahut Aiys.

"Kamu jadinya mobil mana?" tanya Keysa.

"Satu bis sama kak Daffa, hehehehe"  jawab Aiys sambil jelajahi pemandangan sekitar mencari  Daffa.

"Kamu belum baca pengumuman terakhir?" tanya Keysa dengan mata membulat.

"Emangnya ada apa?" heran Aiys.

Kesya menatap Aiys, "Tidak boleh beda angkatan," terang Keysa.

"Iya? Sejak kapan? Terus Aiys gimana?" gelisah Aiys.

"Coba kamu hubungi kak Daffa!" saran Keysa.

"Iya, the right Key, kamu benar sahabat Aiys yang terbaik," sambil merangkul.

"Terkadang," tambah Aiys, diiringi gelak tawa.

Aiys langsung menghubungi Daffa, plant A yang  disusun dengan matang berada diujung tanduk.

[Hallo, kak Daf..] sapa Aiys ketika panggilan terhubung.

[Iya, Hallo Aiys..] jawab Daffa.

[Kakak dimana? Katanya ga boleh beda angkatan semobil. Hiks..]

[Kakak, dibelakangmu.]

Daffa, langsung menatap Aiys penuh harap. Di sudut kelopak matanya, dapat Aiys tangkap. Sekarang lagi tidak baik-baik saja. Aiys diam, rencana awalnya kami gagal total.

"Aiys.. benar," katanya terbata.

"Udah, jangan lanjutkan kak,"

"Jangan sedih Aiys," bujuk Daffa.

Aiys masih diam seribu bahasa, pikirannya kalut. Empat jam perjalanan, mau ngapain Aiys selama itu? Pasti akan membosankan. Merenung, main game, tidur, atau.. ngobrol bareng Keysa.

Iya, Keysa. Dia duduk dengan siapa? Aiys tidak mau sendirian, dengan cepat Aiys berlalu dari hadapan  Daffa.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Mau cari Keysaaa," jawab Aiys setengah teriak, karena diantara Aiys dan Daffa sudah tercipta jarak.

Tidak sampai sepuluh hitungan , Aiys dapati Keysa asyik dengan kameranya di samping mobil.

"Key, untung kamu masih disini," kata Aiys sambil ngosngosan.

"Habis lomba lari kamu?" ledek Keysa.

"Ya, ga boleh," muka cemberut. "Btw, kamu duduk dengan siapa?" Tanya Aiys.

"Dengan kamukan," sambil mengangkat alis matanya.

"Benar, terimakasih," sambil memeluknya.

Waktu mau melangkah, Aiys memeluk Keysa lagi. Kenapa Aiys bisa sebodoh ini? Hampir saja Aiys tinggalkan Keysa sendirian. Keysa tidak akan marah, tapi dengan siapa ia duduk nanti. Aiys tau kali, Keysa yang tidak bisa dekat dengan teman sekelas kecuali dengannya. Sedari kecil berteman, dan Aiys bisa menghitung jari siapa yang pernah dekat dengan Keysa.

Daffa yang melihat Aiys pergi langsung mengejarnya, langkah Daffa terdiam mendapati Aiys dan Keysa berpelukan. Dengan langkah pelan, Daffa menghampiri Aiys.

“Aiys, tidak akan kubiarkan kamu sedih,” ucap Daffa pelan.

“Kakak, bilang sama Bapak Zardi gimana?” tanya Daffa.

“Jangan, jangan kak. Tidak apa-apa pisah. Asal hati kita tetap menyatu,” jawab Aiys pelan juga dengan senyumnya.

Walau sebenarnya Aiys sangat ingin duduk bersama Daffa, namun memilih sahabat atau cinta. Itu rumit.

Perjalanan tidak sesulit yang Aiys bayangkan. Rute terakhir di air terjun dan danau. Seru, kata yang bisa Aiys ucapkan. Semuanya diluar ekspektasinya. Setiap pemberhentian Daffa selalu menghampiri Aiys. Banyak kenangan yang diciptakan dan tak lupa diabadikan.

Kali ini, Daffa malah mengajak Aiys ke termaga yang berada di tepi danau. Dipeluk kilauan senja, diiringi suara air, dimeriahkan kicauan burung. Daffa memberikan album kecil kepada Aiys.

"Abadikan, kenangan kita disini Aiys. Aku tidak mau kamu sedih, kalaupun itu terjadi. Lihatlah gambar ini, ciptakan lagi senyum itu!"

 Kenangan Kota Biru

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status