Share

3. Pertemuan Pertama

Kelas XII IPS 2 sangat berisik. Sebab guru belum juga masuk untuk memulai pembelajaran. Siswi berbando biru muda yang duduk di kursi nomor dua dekat jedela itu tampak gelisah. 

Dia Meylan, kerap dipanggil Mey. Gadis bermata sipit dengan rambut sebahu. Dan kulitnya yang putih selalu membuat orang mengira kalau dia adalah gadis keturunan cina dan beragama lain. Padahal Mey asli orang Indonesia dan beragama Islam. 

Hal yang membuatnya gelisah bukanlah tentang tanggapan orang, tapi tentang ke mana perginya sahabat satu-satunya. Yaitu Gentari Parwani. 

Mey sangat yakin kalau Gentari datang ke sekolah, tapi. Kenapa belum ada di kelas di jam seperti ini. Tiba-tiba saja kegelisaan menyerang dirinya. 

Mey sudah bersiap akan bangkit, ingin mencari Gentari tapi. Guru dan beberapa orang dewasa lain sudah lebih dulu masuk. Mey mendengkus. 

Bu Farah datang dengan sepasang orang dewasa, memakai baju yang tampak mahal dan terlihat sangat beribawa, di belakang mereka berdiri dua orang berjas serba hitam dan kacamata bertenger di batang hidung mereka. Dua orang itu berdiri tepat di belakang sepasang orang dewasa dengan aura wibawa yang kental. 

"Selamat pagi anak-anak."

Seisi kelas menjawab sapaan guru mereka, lalu para kaum hawa langsung berbisik-bisik dengan senyuman tak jelas melihat ada lelaki tampan di samping guru mereka. 

Wanita dewasa di samping si lelaki  tampan jelas melihat tingkah aneh siswi-siswi langsung saja dia menyelipkan tangan mulusnya pada lengan berotot yang berlapis oleh jas di sampingnya. 

"Anak kecil yang buruk," katanya pelan, tapi masih bisa didengar oleh sang lelaki. 

Lelaki itu menoleh. 

"Jangan begitu, Nes."

"Aku memang bener, kan? Mereka terus ngeliat kamu, Gam. Seakan kamu adalah santapan yang empuk. Ck, menjijikkan."

Lelaki itu menghela napas pelan, lalu kembali menatap lurus memberikan senyuman hangat. 

"Anak-anak perkenalkan mereka adalah Bapak Agam Delniels dan Ibu Anes Ermis Delniels. Hari ini Pak Agam dan Ibu Anes resmi menjadi salah satu penyuntik dana di sekolah kita. Kepada Bapak dan Ibu kami ucapkan terima kasih." Bu Farah sedikit membungkuk dan tersenyum, dibalas Agam dengan sedikit membungkuk pula dan mengucapkan 'sama-sama'

Setelah Agam dan Anes memasuki setiap kelas dan melihat sesi belajar. Mereka ditemani kepala sekolah berkeliling sekolah Purnama. 

Baru setengah perjalan tiba-tiba Anes mendapat telpon dari kantornya. Wajah Anes tampak langsung berubah drastis. Sepertinya ada masalah. 

"Agam, aku harus pergi. Ada sedikit kendala di kantor. Kamu nggak masalahkan. Kalau aku tinggal?" kata Anes dengan sedikit mendongak melihat Agam yang sedikit tinggi darinya. 

Kalau kubilang masalah apa kamu mau peduli? 

"Iya, nggak masalah kamu pergi aja. Kantor selalu penting untukmu, kan?" balas Agam, dia tak balas memandang Anes. Dia lebih memilih melihat lapangan luas di depannya. 

"Agam, jangan bilang begitu." Anes tampak memelas. Dia menyentuh lengan Agam guna membuat Agam mau menoleh padanya. 

Agam terlalu lemah dihadapan Anes. Lelaki itu tidak bisa bertingkah mengacuhkan wanita yang sejak lima tahun sudah bersamanya. Anes adalah wanita yang sangat Agam cintai. 

Menampilkan senyum terbaiknya. Agam pun mengangguk, memangnya apa lagi yang bisa Agam katakan. Walau Agam melarang pun, pasti Anes akan tetap pergi. Begitulah Anes. 

"Pergilah," kata Agam. Anes langsung merasa lega saat sudah mendapati senyum terbaik Agam. 

"Aku pasti pulang tepat waktu." Anes mengusap lengan Agam sekali lalu pergi tanpa menoleh lagi. 

Jika tidak mengingat dia sedang di mana mungkin Agam sudah berakhir dengan beberapa botol alkohol, atau paling tidak berdiam diri di sudut ruangan dan merenungi nasibnya. 

"Apa Bapak masih ingin melanjutkan?" tanya kepala sekolah dengan sopan. 

Agam mengangguk. Mereka kembali berkeliling sampai di ujung koridor lantai dasar. Tiba-tiba saja ponsel kepala sekolah gantian berbunyi. Kepala sekolah meminta izin mengangkat ponsel lalu beliau sedikit menjauh. 

Agam menghirup udara yang lumayan segar, sebab di sekitar sana terdapat banyak pohon rindang yang menyebabkan udara sejuk. Saat mata kecoklatannya begitu serius memandang pepohohan yang berdiri gagah di sana. Dia melihat dari mulai daun di atas pohon sampai cabang-cabangnya lalu turun semakin kebawah. 

Sekilas tampak biasa-biasa saja, tapi saat dia mulai memicingkan matanya untuk memperjelas barulah Agam tahu kalau di balik dinding sana ada sepasang sepatu. Agam mulai mendekat, dan betapa kagetnya dia begitu mendapati seorang siswi tengah pingsan di sana. Ya, tentu saja pingsan, Agam cukup pintar. Tidak mungkin ada orang yang mau tiduran di tanah kotor seperti itu. 

Buru-buru mengambil tindakan Agam pun membopong tubuh siswi itu. Agam mendekat kepada kepala sekolah yang masih sibuk bertelepon. 

"Maaf, Pak. UKS di mana?" 

Kepala sekolah menoleh dan dia cukup kaget, mendapati Agam mengendong salah satu siswi pintar di sekolahnya. 

"Astaga ada apa dengan Gentari, Pak Agam?" tanya kepala sekolah spontan. 

"Saya tidak tau, Pak. Tadi saya menemukan dia sudah pingsan di bawah pohon besar," jelas Agam, cukup untuk membuat kepala sekolah mengerti. Lalu kepala sekolah menunjukkan di mana letak UKS pada Agam. 

***

Saat membuka mata, silau adalah hal yang paling menganggunya. Gentari berusaha duduk, tapi pusing langsung menyerangnya. Hingga tanpa segaja telinganya mendengar. 

"Pak, saya memang masih belum bisa memastikanya, tapi saya yakin siswi itu tengah mengandung," papar dokter Leni, selaku dokter yang kerap berada di UKS. 

"Bagaimana bisa siswi yang berprestasi seperti Gentari hamil di saat dia sendiri masih sekolah." Kepala sekolah tampaknya tidak yakin. 

Gentari menegang, gawat kepala sekolah mengetahui hal buruk itu. Gentari tak bisa berkutik, niatnya ingin duduk dan melihat orang-orang di depan pintu pun urung dia lakukan. 

"Pergaulan zaman sekarang memang benar-benar buruk, Pak." Suara asing itu turut menyapa indra pendengarannya. 

"Pak Agam, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Harusnya anda tidak menyaksikan dan mendengar kabar ini, saya sendiri malu menghetahui salah satu siswi kami hamil sementara dia masih sekolah."

"Tidak masalah, Pak."

Dokter Leni tampaknya sadar kalau Gentari sudah bangun. Terdengar langkah kaki mulai mendekat, Gentari pun semakin diserang panik. Dia ingin pura-pura tidak sadar dan kembali memejamkan mata, tapi tampaknya itu tidak memungkinkan sebab Dokter Leni lebih dulu melihatnya. 

"Kamu sudah sadar?"

Suara Dokter Leni menarik perhatian kepala sekolah dan Dewa. Mereka mendekat. Gentari langsung duduk, tiba-tiba saja sakit kepalanya menghilang. 

"Gentari apa benar kamu sedang mengandung? Apa kamu menyadari itu?" tanya Dokter Leni. Gentari memilin roknya, kepalanya masih menunduk, dia sungguh malu. Sungguh! 

"Dok, saya...."

"Gentari Parwani, kamu tahu ini berita yang sangat buruk. Apa orang tua kamu sudah mengetahui ini? Saya selaku kepala sekolah saja sangat malu," potong kepala sekolah. 

"Pak, s--saya--"

"Gentari bagaimana bisa murid berprestasi seperti kamu melakukan hal itu?" 

Kepala sekolah tampaknya tak membiarkan Gentari menjelaskan. Gentari kini terisak, habis sudah riwayatnya. 

"Pak--"

"Jujur saya tidak menduga ini dari kamu." 

"Pak, beri dia kesempatan untuk menjelaskan." Agam angkat suara. Dia sedikit tidak tega melihat Gentari yang baru saja sadar langsung diserang beberapa pertanyaan dan yang parahnya lagi Gentari tidak dibiarkan membela dirinya. 

Kepala sekolah menarik napasnya pelan. 

"Baiklah, berikan pembelaan kamu."

"Pak, saya nggak tau." Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Gentari tidak tahu harus berkata apa, dia kehilangan susunan kata-kata di otaknya. Gentari merasa malu, dia merasa seakan wajahnya sudah tercoreng oleh noda hitam. 

"Begini saja, kita panggil dokter khusus kandungan untuk memeriksa kebenaran kamu Gentari," usul Dokter Leni. 

Kepala Gentari langsung terangkat, Agam dapat melihat jelas wajah pucat gadis SMA itu. Jika dilihat Gentari mirip seseorang, tapi Agam tidak ingat mirip siapa itu. 

"Dok, saya--"

"Baik, saya akan hubungi dokter kenalan saya," tegas kepala sekolah. Kepala sekolah pergi keluar UKS lalu terlihat sibuk menghubungi seseorang. 

Gentari sungguh lemas, apa. Apa yang bisa gadis lemah ini lakukan, Gentari pasrah. Dia yakin pasti satu sekolah akan mengetahui kabar menjijikan ini. 

                                ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status