"Sayang, udah waktunya jemput Cela, kamu gak lupa 'kan?""Oh enggak doong, jahat banget kalau aku sampe lupa hehe.""Hehe makasih istrikuu Sayang, aku percaya sama kamu, kamu baik-baik ya, tolong jaga Cela baik-baik juga.""Siap, Pak Bos."Obrolan mereka berakhir. Laura tersenyum lebar. Kadang ia merasa tak percaya karena punya suami sebaik Fras yang selalu mendukung apapun keinginannya."Makasih Mas, aku mencintai, mu."Dreeet."Astagfirullah." Laura menginjak pedal rem mendadak saat seekor kucing melompat ke kaca mobilnya."Kucing siapa sih? Tapi kayaknya kucing liar. Duh mati enggak ya?"Laura pun turun sebentar. Ia lantas memeriksa kolong mobilnya."Ah gak ada apa-apa, kemana kucingnya ya?"Setelah mencari sebentar, Laura kembali naik dan melajukan mobilnya."Ada-ada aja sih, padahal lagi buru-buru begini," katanya sambil menggeleng-geleng kepala dan terus fokus menyetir.---Teeettt!Bel sekolah Zehra bunyi nyaring. Sejurus dengan itu pintu gerbang juga terbuka lebar. Anak-ana
"M-Mas, aku ... aku ...." Laura tergagap, air matanya mulai menggenang karena untuk pertamakalinya Fras membentak."Maaf Ma, Pa, kami akan bantu lapor polisi saja untuk kasus ini, tapi Mama dan Papa diharap untuk tenang ya," kata seorang pengajar yang tengah bersama mereka. Pengajar itu cukup paham rupanya kondisi antara Fras dan Laura mulai memanas."Ya sudah tunggu apa lagi?! Memang itu tugas kalian 'kan? Bisa-bisanya kalian lalai!" sentak Fras.Mereka terperanjat, tak kecuali Laura, sampai dengan refleks air matanya luruh membasahi pipi."Kalau sampai anak saya gak cepat ditemukan, saya akan tuntut sekolah ini," kata Fras lagi.Gegas pria itu pergi ke mobilnya. Laura cepat mengekor. Mereka pun akhirnya memutuskan pulang dengan harapan Zehra sudah ada di rumah. Tapi saat sampai rumah lagi-lagi mereka harus kecewa."Gak ada Non Cela pulang, Nyonya," jawab Pak Iglo yang merupakan security rumah mereka."Ya ampun, Cela ... kemana kamu, Nak?" Laura makin terisak. Pikirannya kacau dan be
"M-Mami?" gumamnya dengan bibir bergetar. Wajah Fras memucat seketika saat menyadari mertuanya sedang berdiri melihat mereka dengan tatapan tak percaya.Sementara Dewi tersenyum jahat."Baguslah," gumamnya pelan, meski Dewi tak menduga Nyonya Trissy akan secepat itu tahu soal rahasia mereka."Fras, kamu? Jadi kamu?"Plak!Tangan Nyonya Trissy mendarat hebat di pipi Fras sebelum pria itu bicara. Panas menjalar di tangan Nyonya Trissy seperti panas yang sepuluh tahun lalu ia rasakan. Sepuluh tahun lalu saat ia menampar Aris suaminya."Mami, ini ....""Jadi kamu ..? Kalian ..? Apa benar apa yang Mami dengar ini?" Nyonya Trissy menggeleng-geleng tak percaya seraya menatap keduanya secara bergantian.Fras mematung dengan tubuh bergetar. Sementara Dewi hanya mengerling malas."Kenapa diam, Fras?! Apa benar semua yang Mami dengar tadi? Apa benar kamu adalah suaminya Dewi yang kabur 4 tahun lalu?!" sentak Nyonya Trissy lagi.Mulut Fras mengatup-ngatup. Lidahnya juga mendadak kelu."Katakan, F
"Loh memangnya kenapa, Mi?" tanya Laura cepat."Biar kamu istirahat di sini saja dulu malam ini, supaya Mami gak terlalu khawatir.""Oh gitu, gimana, Mas?" Laura minta pendapat Fras.Pria itu meremas wajah, "ya sudah, gimana baiknya saja."Malam itupun mereka sepakat menginap di rumah Nyonya Trissy.---Sementara Zehra di tepi jalan. Dia masih duduk termenung di atas tembok pembatas jalan menunggu Dewi datang. Sejak tadi gadis itu tak berpindah, ia juga terus memeluk tas sekolahnya sambil menggoyang-goyangkan kaki kecilnya dengan pelan.Di atas sana. Matahari mulai meninggi, menyorot tepat pada kepala gadis kecil itu sampai membuat seragam sekolah yang dipakainya basah oleh keringat."Mamah di mana? Kenapa lama cekali?" lirihnya.Bayang-bayang Dewi sedang tersenyum padanya akhir-akhir ini terus saja melintas, membuat gadis kecil itu mau dengan sabar menuggu ibunya lebih lama, agar ibunya merasa bangga padanya. Padahal perut Zehra mulai terasa lapar, tapi gadis itu tak melakukan apap
Sementara Fras menelan ludahnya getir. Ia benar-benar merasa tak berdaya saat sikap mertuanya itu sudah tak lagi sama."Enggak Sayaang, Mama cuma mau berpesan sama kamu. Mulai sekarang, tolong berhentilah terlalu mempercayai orang lain. Beri kepercayaan, kasih sayang dan pengabdian sewajarnya saja. Pada siapapun itu, entah pada teman, suami atau pada anak-anak sekalipun. Karena kita gak akan pernah tahu bagaimana hati mereka di dalamnya. Jangan terlalu baik, sebab bisa saja orang yang paling kita percaya justru adalah orang yang akan paling menyakiti kita," ujar Nyonya Trissy panjang lebar.Laura makin tak paham. Berkali-kali ia mencoba memahami ucapan ibunya. Tapi percuma, kepala Laura yang tengah berat terasa makin berat saat ia harus memikirkan hal yang lainnya. Tapi di sisi lain dia benar-benar bingung dengan apa yang diucapkan Nyonya Trissy, sebab tak biasanya wanita paruh baya itu bicara begitu."Dan satu lagi. Tolong ingat ini baik-baik, Nak. Suatu saat jika kamu harus melepask
"Ya ampun Dewii!" Nyonya Trissy refleks lari saat melihat Dewi sudah tergeletak di bawah meja kompor."Dewi kamu kenapa? Dewi! Dewi!" Nyonya Trissy mengguncang tubuh Dewi yang panas tinggi dengan wajah pucat dan penuh keringat."Si Dewi demam, kecapekan kali ini," ucap Nyonya Trissy lagi seraya terus memeriksa kondisi Dewi. Sejurus dengan itu Fras yang hendak mengambil air minum datang."Fras, untung kamu datang, cepet tolongin ini si Dewi kenapa.""Loh kenapa dia, Mi?""Gak tahu, buruan sini."Setengah lari Fras menghampiri mereka."Ayo cepetan bawa Dewi ke mobil, Fras."Fras mengangguk tanpa bertanya lagi."Sebenernya dia kenapa, Mi?" tanya Fras saat mereka tengah dalam perjalanan ke rumah sakit."Kayaknya si Dewi kecapekan, dia belum terbiasa kerja berat. Istirahatnya juga mungkin kurang karena mikirin anaknya yang hilang," jawab Nyonya Trissy sambil terus memastikam kondisi Dewi yang makin memucat dan menggigil."Ya Tuhan, kasihan Dewi." Fras mulai merasa bersalah. Dia merasa wal
"Oke oke Dew, kamu tenang ya. Mulai sekarang kamu gak perlu mikirin soal uang atau yang lainnya lagi karena mulai sekarang aku yang akan kasih kamu uang buat kebutuhan kamu dan ibumu tiap bulannya," ujar Fras seraya melambai-lambaikan tangan agar Dewi tenang.Dewi tersenyum lebar dalam hati. Pelurunya tepat sasaran. Membuat Fras kembali bertanggungjawab atas hidupnya memang merupakan rencananya. Sebab dengan demikian, Fras akan berkomunkasi intens dengannya. Dan akhirnya pria itu terbiasa dengan hadirnya Dewi lagi.Semudah itu aku membuatmu iba padaku Fras, jadi bukan tidak mungkin aku yang akan menjadi pemenangnya. Lihat saja, cepat atau lambat, Laura bukan lagi jadi orang yang spesial bagimu, dan dia akan segera kamu depak. Kelakar Dewi dalam hatinya."Cih, kau makan saja uangmu itu Fras! Aku masih bisa cari uang sendiri." Dewi mendecih sok jual mahal."Dewi tolonglah. Ini memang sudah tanggung jawabku.""Kamu tahu ini tanggung jawabmu Fras? Terus kemana saja kamu selama ini?" Dewi
"Si Dewi, Non."Laura manggut-manggut sambil mengigit bibir."Pulang lagi ke rumah atau ke rumah sakit ya?" tanyanya sendiri.Setelah berpikir cukup lama akhirnya ia memutuskan pulang ke rumah saja. Laura pikir menunggu Fras datang sambil menunggu kabar dari kepolisian di rumah akan jauh lebih baik daripada harus pergi ke rumah sakit yang bisa saja akan mengganggu kenyamanan orang yang sedang dalam perawatan di sana."Kapan-kapan saja aku jenguk Dewi ke rumah Mami lagi," ucapnya.Laura kembali melajukan mobilnya pulang ke rumah.---Di rumah sakit, Dewi terus memanfaatkan momen itu untuk merebut hati Fras kembali. Segala cara ia lakukan semampunya agar Fras terus tertarik lagi padanya. Hingga kini hubungan di antara mereka sudah semakin jauh lebih baik."Mas Adek mau mandi.""Serius mau mandi? Nanti sakit lagi loh.""Hah, kata siapa?" "Kata Adek dulu, dulu kalau Mas lagi sakit Adek selalu bilang, jangan mandi dulu Mas nanti karentag, katanya gitu." Dewi menggelak tawa saat meliha