Bus berhenti di terminal tujuan. Zehra dan Dewi pun gegas turun.
"Kata Ibu abis dari terminal ini aku naik ojek." Dewi bergumam sendiri sambil memindai sekelilingnya, wanita itu mencari pangkalan ojek yang dimaksudkan Mbah Asti."Nah itu dia."Cepat, ditariknya kasar tangan Zehra hingga gadis kecil itu terseret-seret sambil mengaduh kesakitan."Aduuh ... cakit Mah, cakit tangan Cela.""Udah gak usah manja, biar cepet sampe kamu gak usah banyak ngeluh."Dewi benar-benar tak peduli walau Zehra capek ataupun sakit. Baginya, Zehra hanyalah beban, beban peninggalan suaminya yang kabur empat tahun silam."Ah sial, bakal aku kasih nih anak sama bapaknya kalo entar ketemu," dengusnya sambil mempercepat langkah.Sampai di pangkalan ojek, Dewi buru-buru menunjukan alamat yang akan dia tuju."Bang, bisa antar ke alamat ini?""Bisa Mbak, ayo."Abang ojek gegas memakai helm dan menyalakan motornya."Ini anaknya?" tanya abang ojek saat Dewi tengah sibuk memakai helm juga."Bukan, ini anak orang, mau saya anterin," jawabnya malas.Mood Dewi makin buruk saja, dia merasa sial bukan main karena di usianya yang masih muda ia sudah punya anak usia 3 tahun lebih. Sebab itu ia tak mau mengakui Zehra sebagai anaknya saat abang ojek atau siapapun yang tak ia kenal bertanya."Sini naik, tapi duduk yang bener, jangan bikin kesel mulu, dasar anak pembawa sial," umpat Dewi sambil menaikan bobot Zehra ke atas motor.Zehra mengangguk, lalu membetulkan posisinya dan memeluk abang ojek dengan erat.--Ojek pun sampai pada alamat yang dituju, yaitu rumah Nyonya Trissy."Makasih Bang, nih ongkosnya.""Ya Mbak sama-sama."Setelah abang ojek pergi, Dewi celingukan. Dia menatapi rumah megah yang kini ada di hadapannya itu dari ujung ke ujung sambil geleng-geleng kepala."Ck ck ck gila, ini rumah apa istana? Aku pikir rumah kayak gini cuma ada di sinetron doang."Tanpa menunggu lagi, Dewi cepat memencet bel yang tertempel di gapura pagar setinggi kurang lebih 2 meter itu.Ning nong!Seorang satpam datang."Ya, siapa? Ada perlu apa?""Saya mau ketemu Nyonya Trissy, Pak.""Maaf tapi siapa ya? Udah ada janji apa belum?"Pria tua berseragam satpam itu tentu tak akan dengan mudah membuka gerbang untuk orang asing."Saya anaknya Bik Asti Pak, ingin melamar kerja di sini."Satpam itu berbinar, "eh serius kamu anaknya Bik Asti?""Iya, Pak. Ibu saya menyuruh saya datang kesini untuk menemui Nyonya Trissy, katanya barangkali ada pekerjaan untuk saya di rumah ini, saya akan sangat senang bekerja di sini.""Oh ya ya, ayo ayo masuk." Satpam yang biasa dipanggil Pak Nes itu bersemangat. Sikapnya yang tadi kaku karena harus profesional dalam kerja mendadak ramah saat tahu Dewi adalah anaknya Bik Asti, teman kerja lamanya."Mah, ini lumah Ayah?" Zehra yang masih celingukan sebab berada di tempat baru itu bertanya polos."Ngimpi Ayahmu punya rumah segede gini," jawab Dewi ketus."Istirahat dulu di pos, sambil minum, kalian pasti capek ya?" Pak Nes mengajak Dewi dan Zehra duduk di pos tempanya bekerja sebentar."Makasih Pak, repot-repot."Mata Zehra berbinar saat melihat minuman yang diberikan Pak Nes sama dengan yang ia lihat saat tadi di dalam bus. Dengan cepat gadis itu pun mengambil minuman botol berwarna orange yang sejak tadi ia inginkan."Aciiik minuman olen, Cela sukaaa," soraknya.Pak Nes tersenyum melihat tingkah Zehra, sementara Dewi makin kesal, ia melotot pada gadis kecil itu."Kamu suka minuman orange ya? Di kulkas Bapak masih banyak tuh, oh ya, namanya siapa?""Cela.""Cela? Bagus namanya, Pak Nes suka.""Dan kamu? Siapa nama kamu?" tanya Pak Nes lagi, pada Dewi."Dewi, Pak."Pak Nes manggut-manggut."Nanti saya akan bawa kalian bertemu Nyonya Trissy, tapi kalian istirahat saja dulu di sini takut capek, habis perjalanan jauh, lagipula jam segini biasanya Nyonya Trissy sedang istirahat."Dewi mengangguk, "ya, Pak.""Bagaimana kabar Bik Asti?" tanya Pak Nes lagi."Ibu baik, tapi ya gitulah, penyakit orang sudah tua, biasa. Asam urat, darah tinggi, gitu-gitu aja gak aneh.""Ibumu itu pekerja keras banget pantes sekarang ngerasain efeknya ketika tua.""Ya Pak, mungkin gitu."Setelah sekitar 1 jam istirahat di pos satpam, Pak Nes pun membawa Dewi dan Zehra masuk."Ayo kita ke dalam."Pak Nes bangkit dan gegas menenteng tas pakaian yang tadi dibawa Dewi. Dipegangnya juga tangan Zehra dengan lembut lalu berjalan menuju pintu rumah.Ning nong!Pak Nes memijit bel, tak lama pintu terbuka. Seorang wanita usia 46 tahunan berdiri di depan mereka. Penampilannya sederhana tapi terlihat mewah.Adalah Nyonya Trissy, pemilik rumah yang sekaligus majikan dari Mbah Asti saat dulu bekerja di kota. Orang berhati baik yang kerap diceritakan Mbah Asti pada Dewi."Siapa ini, Pak?" tanya Nyonya Trissy."Ini Dewi, Nyonya. Anaknya Bik Asti.""Eh serius? Ini kamu? Anaknya Bik Asti? Ayo ayo masuk." Dengan semangat Nyonya Trissy mengajak Dewi dan Zehra masuk."Mau minum apa?""Sudah minum Nyonya, tadi di posnya Pak Nes.""Oh gitu, ini siapa?" Nyonya Trissy melirik ke arah gadis kecil yang sedang celingukan memandangi setiap sudut rumah megah itu."Ini, cucunya Bik Asti.""Oh anak kamu ya berarti?"Berat, tapi mau tak mau akhirnya Dewi mengangguk juga."Cantik sekali, berapa tahun kamu, Sayang? Sini sini. Siapa namamu?" Nyonya Trissy menarik tangan Zehra lembut dan mendudukannya di pangkuan."Tiga tahun Nyonya. Namanya Zehra." Dewi yang menjawab."Waah senang sakali saya, rumah ini kedatangan tamu kecil."Dewi senyum kuda saja."Nyonya, maaf sebelumnya, sebenarnya saya datang kesini karena saya sedang butuh pekerjaan. Barangkali Nyonya sedang butuh orang di sini, saya siap kerja apa saja.""Oh mau kerja? Tapi nanti Zehra gimana? Apa gak apa-apa kalau Zehra diasuh sambil kamu kerja?""Gak apa-apa Nyonya, justru saya takut kalau Nyonya tidak setuju saya kerja sambil bawa anak.""Gak apa-apa, malah saya senang ada anak kecil di rumah, ya maklumlah anak saya Laura belum juga dikaruniai anak, jadi saya belum nimang cucu sampai sekarang, padahal pengen banget," ujar Nyonya Trissy seraya sibuk mengelus-elus pipi Zehra yang dekil."Jadi beneran saya bisa kerja di sini Nyonya?" Dewi memastikan lagi.Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da