Share

Bab 4

Bus berhenti di terminal tujuan. Zehra dan Dewi pun gegas turun.

"Kata Ibu abis dari terminal ini aku naik ojek." Dewi bergumam sendiri sambil memindai sekelilingnya, wanita itu mencari pangkalan ojek yang dimaksudkan Mbah Asti.

"Nah itu dia."

Cepat, ditariknya kasar tangan Zehra hingga gadis kecil itu terseret-seret sambil mengaduh kesakitan.

"Aduuh ... cakit Mah, cakit tangan Cela."

"Udah gak usah manja, biar cepet sampe kamu gak usah banyak ngeluh."

Dewi benar-benar tak peduli walau Zehra capek ataupun sakit. Baginya, Zehra hanyalah beban, beban peninggalan suaminya yang kabur empat tahun silam.

"Ah sial, bakal aku kasih nih anak sama bapaknya kalo entar ketemu," dengusnya sambil mempercepat langkah.

Sampai di pangkalan ojek, Dewi buru-buru menunjukan alamat yang akan dia tuju.

"Bang, bisa antar ke alamat ini?"

"Bisa Mbak, ayo."

Abang ojek gegas memakai helm dan menyalakan motornya.

"Ini anaknya?" tanya abang ojek saat Dewi tengah sibuk memakai helm juga.

"Bukan, ini anak orang, mau saya anterin," jawabnya malas.

Mood Dewi makin buruk saja, dia merasa sial bukan main karena di usianya yang masih muda ia sudah punya anak usia 3 tahun lebih. Sebab itu ia tak mau mengakui Zehra sebagai anaknya saat abang ojek atau siapapun yang tak ia kenal bertanya.

"Sini naik, tapi duduk yang bener, jangan bikin kesel mulu, dasar anak pembawa sial," umpat Dewi sambil menaikan bobot Zehra ke atas motor.

Zehra mengangguk, lalu membetulkan posisinya dan memeluk abang ojek dengan erat.

-

-

Ojek pun sampai pada alamat yang dituju, yaitu rumah Nyonya Trissy.

"Makasih Bang, nih ongkosnya."

"Ya Mbak sama-sama."

Setelah abang ojek pergi, Dewi celingukan. Dia menatapi rumah megah yang kini ada di hadapannya itu dari ujung ke ujung sambil geleng-geleng kepala.

"Ck ck ck gila, ini rumah apa istana? Aku pikir rumah kayak gini cuma ada di sinetron doang."

Tanpa menunggu lagi, Dewi cepat memencet bel yang tertempel di gapura pagar setinggi kurang lebih 2 meter itu.

Ning nong!

Seorang satpam datang.

"Ya, siapa? Ada perlu apa?"

"Saya mau ketemu Nyonya Trissy, Pak."

"Maaf tapi siapa ya? Udah ada janji apa belum?"

Pria tua berseragam satpam itu tentu tak akan dengan mudah membuka gerbang untuk orang asing.

"Saya anaknya Bik Asti Pak, ingin melamar kerja di sini."

Satpam itu berbinar, "eh serius kamu anaknya Bik Asti?"

"Iya, Pak. Ibu saya menyuruh saya datang kesini untuk menemui Nyonya Trissy, katanya barangkali ada pekerjaan untuk saya di rumah ini, saya akan sangat senang bekerja di sini."

"Oh ya ya, ayo ayo masuk." Satpam yang biasa dipanggil Pak Nes itu bersemangat. Sikapnya yang tadi kaku karena harus profesional dalam kerja mendadak ramah saat tahu Dewi adalah anaknya Bik Asti, teman kerja lamanya.

"Mah, ini lumah Ayah?" Zehra yang masih celingukan sebab berada di tempat baru itu bertanya polos.

"Ngimpi Ayahmu punya rumah segede gini," jawab Dewi ketus.

"Istirahat dulu di pos, sambil minum, kalian pasti capek ya?" Pak Nes mengajak Dewi dan Zehra duduk di pos tempanya bekerja sebentar.

"Makasih Pak, repot-repot."

Mata Zehra berbinar saat melihat minuman yang diberikan Pak Nes sama dengan yang ia lihat saat tadi di dalam bus. Dengan cepat gadis itu pun mengambil minuman botol berwarna orange yang sejak tadi ia inginkan.

"Aciiik minuman olen, Cela sukaaa," soraknya.

Pak Nes tersenyum melihat tingkah Zehra, sementara Dewi makin kesal, ia melotot pada gadis kecil itu.

"Kamu suka minuman orange ya? Di kulkas Bapak masih banyak tuh, oh ya, namanya siapa?"

"Cela."

"Cela? Bagus namanya, Pak Nes suka."

"Dan kamu? Siapa nama kamu?" tanya Pak Nes lagi, pada Dewi.

"Dewi, Pak."

Pak Nes manggut-manggut.

"Nanti saya akan bawa kalian bertemu Nyonya Trissy, tapi kalian istirahat saja dulu di sini takut capek, habis perjalanan jauh, lagipula jam segini biasanya Nyonya Trissy sedang istirahat."

Dewi mengangguk, "ya, Pak."

"Bagaimana kabar Bik Asti?" tanya Pak Nes lagi.

"Ibu baik, tapi ya gitulah, penyakit orang sudah tua, biasa. Asam urat, darah tinggi, gitu-gitu aja gak aneh."

"Ibumu itu pekerja keras banget pantes sekarang ngerasain efeknya ketika tua."

"Ya Pak, mungkin gitu."

Setelah sekitar 1 jam istirahat di pos satpam, Pak Nes pun membawa Dewi dan Zehra masuk.

"Ayo kita ke dalam."

Pak Nes bangkit dan gegas menenteng tas pakaian yang tadi dibawa Dewi. Dipegangnya juga tangan Zehra dengan lembut lalu berjalan menuju pintu rumah.

Ning nong!

Pak Nes memijit bel, tak lama pintu terbuka. Seorang wanita usia 46 tahunan berdiri di depan mereka. Penampilannya sederhana tapi terlihat mewah.

Adalah Nyonya Trissy, pemilik rumah yang sekaligus majikan dari Mbah Asti saat dulu bekerja di kota. Orang berhati baik yang kerap diceritakan Mbah Asti pada Dewi.

"Siapa ini, Pak?" tanya Nyonya Trissy.

"Ini Dewi, Nyonya. Anaknya Bik Asti."

"Eh serius? Ini kamu? Anaknya Bik Asti? Ayo ayo masuk." Dengan semangat Nyonya Trissy mengajak Dewi dan Zehra masuk.

"Mau minum apa?"

"Sudah minum Nyonya, tadi di posnya Pak Nes."

"Oh gitu, ini siapa?" Nyonya Trissy melirik ke arah gadis kecil yang sedang celingukan memandangi setiap sudut rumah megah itu.

"Ini, cucunya Bik Asti."

"Oh anak kamu ya berarti?"

Berat, tapi mau tak mau akhirnya Dewi mengangguk juga.

"Cantik sekali, berapa tahun kamu, Sayang? Sini sini. Siapa namamu?" Nyonya Trissy menarik tangan Zehra lembut dan mendudukannya di pangkuan.

"Tiga tahun Nyonya. Namanya Zehra." Dewi yang menjawab.

"Waah senang sakali saya, rumah ini kedatangan tamu kecil."

Dewi senyum kuda saja.

"Nyonya, maaf sebelumnya, sebenarnya saya datang kesini karena saya sedang butuh pekerjaan. Barangkali Nyonya sedang butuh orang di sini, saya siap kerja apa saja."

"Oh mau kerja? Tapi nanti Zehra gimana? Apa gak apa-apa kalau Zehra diasuh sambil kamu kerja?"

"Gak apa-apa Nyonya, justru saya takut kalau Nyonya tidak setuju saya kerja sambil bawa anak."

"Gak apa-apa, malah saya senang ada anak kecil di rumah, ya maklumlah anak saya Laura belum juga dikaruniai anak, jadi saya belum nimang cucu sampai sekarang, padahal pengen banget," ujar Nyonya Trissy seraya sibuk mengelus-elus pipi Zehra yang dekil.

"Jadi beneran saya bisa kerja di sini Nyonya?" Dewi memastikan lagi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
August
aku kesian sma ni anak, Kena tempias marah sma mama nya..ngak suka deh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status