Walau dengan tubuh penuh luka bercucuran darah, Miranda tak pernah berhenti melepaskan tangannya, memeluk seorang anak berusia dua belas tahun yang tergeletak pingsan di pangkuannya, Robert Hans.
Puluhan pasukan cyborg bersenjata lengkap mulai mengepung dan menodongkan senjata rifle ke arah mereka berdua.
“Miranda! Mengapa kau malah melindungi anak itu? Anak itu telah membunuh suamimu!” teriak salah satu cyborg.
“Apa kalian tidak sadar? Kalian mau membunuh seorang anak kecil? Kalian orang WG sungguh biadab sekali!” sanggah Miranda, perempuan berambut perak, berjas lab dan mengenakan kacamata.
Seorang perempuan berseragam militer tiba-tiba berjalan masuk ke tengah kerumunan pasukan cyborg.
“Kami tidak akan membunuh anak itu, Miranda. Serahkan saja Robert Hans kembali pada WG, anak itu akan menjadi aset yang berharga bagi kami!” sahut perempuan tersebut.
Miranda merogoh saku jas labnya, lalu diambillah sebuah remote kontrol, dan diarahkannya kepada perempuan tersebut.
“Jika kalian nekat ingin mengambil anak ini dariku, seluruh bidikan laser yang terpasang di setiap dinding di ruangan ini akan aktif dan menyerang kalian! Aku juga tak akan ragu menekan tombol penghancur ruangan ini!” ancam Miranda serius, “Memang anak ini telah menghilangkan nyawa suamiku, tapi itu dilakukannya tanpa dia sengaja! Dan, aku tak akan membiarkan WG memanfaatkan anak ini hanya untuk melanjutkan mesin waktu ciptaannya!”
Dhuar!
Sebuah tembakan dilancarkan oleh perempuan tersebut, tepat mengenai punggung Miranda.
“Aku peringatkan kau! Walau kau ilmuan WG, jika kau berani melawan perintah atasanmu, maka tak akan ada tempat bagimu lagi di dunia ini!” ancam perempuan tersebut dengan angkuhnya.
Huek!
Miranda muntah darah, tubuhnya kesakitan menahan luka serius di punggungnya.
“Cepat serahkan anak itu Miranda!!” bentak perempuan berseragam militer tersebut sembari menodongkan pistol ke arah Miranda.
“WG sungguh serakah … tak hanya telah merampas putri kesayanganku, kalian bahkan memaksa seorang anak kecil hanya untuk memenuhi ambisi kalian yang tidak berguna!” ucap Miranda dengan terbata-bata, “WG benar-benar licik!”
“Diam kau!!” bentak Emma, perempuan berseragam militer tersebut dengan penuh amarah.
Dhuar!
Tembakan kedua dilancarkannya tepat mengenai kaki Miranda.
“Miranda Ozora!! Kali ini aku tak akan segan lagi untuk membunuhmu!!” teriak Emma lantang.
Zab!
Tiba-tiba satu unit cyborg tumbang terkena serangan laser dari dinding menembus dadanya.
Zab!
Zab!
Zab!
Serangan laser susulan secara beruntun, dengan sekejap serangannya telah menumbangkan seluruh pasukan cyborg yang mengepungnya.
Tatapan mata Emma tampak serius. Dia tampak sangat ketakutan bercampur panik saat seluruh pasukan cyborg-nya tergeletak berjatuhan.
“Kurang ajar kau, Miranda!!!” teriak Emma lantang.
Dhuar!
Tembakan ketiga mengarah tepat mengenai dada Miranda.
Huek!
Miranda kembali muntah darah sembari menahan rasa sakit yang luar biasa.
Emma lalu mengarahkan pistolnya tepat di pelipis kepala Miranda.
Tanpa sedikit pun rasa takut, Miranda justru tersenyum sembari memandang wajah Robert Hans.
“Robert Hans, aku harap kau akan menjadi ilmuan yang berguna di masa depan. Aku harap kau juga bisa berteman baik dengan putriku, Zora … uhuk! Uhukk!” pesan Miranda kepada Robert Hans, “Kau masih muda, dan jalanmu masih panjang, kejarlah impianmu, kembangkan keahlianmu, dan jangan pernah kau kembali ke WG untuk melanjutkan mesin waktu yang berbahaya itu.”
Klik!
Miranda lalu menekan tombol merah pada remote-nya, alarm peringatan berbunyi.
Seluruh ruangan berguncang dahsyat.
“Keluarlah Mike!! Bawa Robert Hans keluar dari sini!!” teriak Miranda lantang.
“Tak akan kubiarkan!!” sahut Emma.
Sebuah robot tikus raksasa tiba-tiba keluar dari dalam tanah, ia menerobos dengan melubangi lantai menggunakan mulut bornya.
Dengan sigap Miranda meletakkan tubuh Hans, lalu menerkam tubuh Emma dan menjatuhkannya ke lantai.
“Lepaskan aku Miranda!!” teriak Emma.
“Tidak! Kau akan mati di sini bersamaku!”
Dhuuar!
Emma menembak perut Miranda, sementara robot tikus tersebut berhasil membawa Robert Hans kabur dengan menaikkannya ke atas punggung robot.
Seluruh dinding dan atap bangunan mulai runtuh menimpa seisi ruangan.
“Lepaskan aku!! Tak akan kubiarkan kau lolos, Robert Hans!!” teriak Emma.
Miranda dengan sigap mengunci tangan Emma, mencegah Emma menembak robot yang membawa Robert Hans.
“Pergilah, Hans! Jangan pernah kembali ke WG! Aku sangat-sangat menyayangimu!” teriak Miranda lirih, air matanya mengalir membasahi pipi putihnya.
Bangunan tersebut telah hancur, rata dengan tanah dan mengubur mereka berdua.
**
Seorang perempuan misterius dengan wajah tertutup tudung jubah hitam mendekat ke arah Hans yang duduk tersandar di bawah pepohonan di tengah hutan. Tampak di dekat Hans sebuah bangkai dari robot tikus yang telah menyelamatkannya.
Perempuan misterius tersebut akhirnya menjadi ibu angkat Hans. Dialah yang telah merawat Robert Hans seorang diri di sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Dia pula yang telah mengajarinya cara berburu, meracik tanaman obat, dan melatih kemampuan bela diri.
Di tengah kesibukan Hans meracik obat, ibu angkatnya tiba-tiba datang menghampirinya.
“Nak, Ibu pikir sebaiknya kau pergi ke kota untuk belajar dan mengasah keahlianmu di sana. Ibu harus kembali melanjutkan perjalanan panjang Ibu untuk mencari seseorang.”
“Mencari siapa, Bu? Biar aku temani!” usul Hans.
“Tidak boleh!” bentak ibu angkat Hans, “Nak, Ibu akan berkata terus terang padamu. Saat Ibu pertama kali menemukanmu, kau tergeletak pingsan di tengah hutan, terdapat selebaran kertas berisi pesan yang terselip di saku jasmu.”
“Pesan? Pesan apa, Bu?” tanya Hans penasaran.
“Pesan dari Miranda, agar menyuruhmu pergi ke Kota Lorensia dan mengelola lembaga penelitian Miranda di sana, Mira-Tech.”
“Miranda … sepertinya aku pernah mendengar nama itu.” ucap Hans sembari mengingat-ingat, “Mengapa Ibu tidak memberitahuku pesan ini dari dulu?”
“Tentunya, Ibu harus merawatmu dan membekalimu banyak hal!” jawab sang ibu, “Mungkin saat ini kau masih kehilangan ingatanmu, tapi suatu saat kau akan kembali mengingatnya.”
Hans termenung, wajahnya tampak sedih karena dia belum siap jika harus berpisah dengan ibu angkatnya.
Sang ibu lalu mendekat dan memeluk Hans. Selang beberapa saat, ibu angkatnya membalikkan badan dan mengucap salam perpisahan.
“Di pesan itu juga tertulis, kau harus menjauhi orang WG-Tech. Nak, ini adalah percakapan terakhir kita. Sekarang pergilah, Nak! Jika suatu saat kau bertemu kembali dengan Ibu, aku harap kau tidak melupakan Ibu … Ibu menyayangimu.” pamit ibu angkat Hans.
Dengan mengenakan jubah hitam, ibu angkat Hans melangkahkan kaki dan berjalan semakin jauh, sementara Hans masih tampak terpukul atas kepergiannya.
**
Lima belas tahun berlalu, Hans kini telah genap berusia tiga puluh satu tahun. Dia menjadi pemimpin Mira-Tech, dan lembaga penelitian tersebut kini telah berkembang pesat.
Segala hasil eksperimen Hans, maupun data penelitian rahasia Hans, tak ada seorang ilmuan pun yang mengetahui letak keberadaannya kecuali seorang asistennya, Dhea Kumala Anggraini.
Hanya Dhea yang pernah diajaknya berkeliling menuju sacred room, sebuah ruangan rahasia yang terletak di lantai bawah lembaga penelitian Mira-Tech. Sacred room merupakan tempat tersembunyi segala hasil eksperimen Hans sekaligus tempat penyimpanan data penelitian rahasianya.
Suatu ketika, di tengah perjalanan, Hans kala itu mengantarkan Dhea pulang dengan mobilnya. Hans melihat dari kaca mobilnya beramai-ramai mobil hitam berlogo Im-Tech melaju kencang berlawanan arah dengan mobil Hans.
Dhea yang duduk di sebelah Hans turut melihat dan melaporkannya kepada Hans.
“Tuan, bukankah itu rombongan mobil Im-Tech?” tunjuk Dhea.
Hans tampak cemas, firasatnya tak keruan, namun ia tetap mengalihkan perhatian dan tancap gas.
“Aku harap tidak terjadi apa-apa.” gumam Hans was-was.
* * *
Di suatu tempat, dalam sebuah gedung arsitektur berbentuk tiga jari, tampak seorang perempuan misterius bertopi bowler merah dengan lengan penuh tato, membawa senjata shotgun, membidik sebuah apel di atas kepala seorang pelayan. Dhuuar! Cekrek-krek! Tembakan langsung tepat sasaran. Apel hancur berceceran, si pelayan lari ketakutan. Blabb! Sebuah layar hologram tiba-tiba muncul di depannya, tampak seseorang dengan avatar kucing menghubunginya. “Kenapa baru bisa terhubung sekarang? Dari mana saja kau?” tanya si penghubung dengan suara disamarkan. Perempuan itu tak menjawab. Bibir lipstik merahnya menghisap sebatang rokok lalu menghempaskannya perlahan. “Apa kau sudah mendapatkan data penelitiannya?” tanya si penghubung spontan. “Sesuai rencanamu, Im telah bergerak dan menghancurkan salah satu lembaga penelitian Hans.” jawab perempuan itu sambil mengelus shotgun kesayangannya.
Di bawah reruntuhan puing-puing bangunan, di sebuah lubang galian terdapat tempat persembunyian. Tampak seorang perempuan berkostum panda dengan logo WG-Tech di punggung bersembunyi. Sambil berteduh di bawah payung, dia memencet tombol rahasia di telapak tangan kirinya. Blab! Muncullah sebuah tablet hologram terpancar dari tangannya. Perempuan itu mengetikkan sebuah nomor panggilan, dan langsung terhubung ke sebuah kontak melalui video call. “Yuriko, kenapa kau baru menghubungiku?” sapa bos dengan tampilan avatar kucing. “Sachi menyerang saya, sekarang saya sedang bersembunyi di dalam lubang.” “Sachi? Kau bertemu Sachi?” “Iya Tuan, tampaknya ia sekarang sedang bersama Robert Hans.” jawab Yuriko. “Robert Hans?” sahut bos terkejut. “Apa yang harus saya lakukan, Tuan Muda?” “Segera berangkat ke Im-Tech dan temui Lenna di sana.” perintah bos. “Baik, Tuan Muda!” “Oh
Portal mesin waktu perlahan lenyap dengan sendirinya. Dengan pandangan mata kabur, Zora melihat sosok perempuan misterius tersebut terbang mendekat ke arahnya. Perempuan itu berambut merah scarlet, lurus terurai panjang semata kaki. Di atas kepalanya terdapat mahkota hitam berhias berlian, dengan dua tanduk merah kecil menyala-nyala. Tubuh perempuan itu perlahan menyusut, kedua sayapnya menghilang, dan berjalan menyerupai manusia. Berparas cantik dengan ekspresi datar, dan matanya terpejam. Kulitnya putih pucat, tubuhnya bersinar, memancarkan aura kehijauan. Zora tertegun, matanya terus memandang lurus ke arah perempuan tersebut tanpa berkedip. Perempuan itu mengenakan gaun cantik berwarna biru kelasi berbentuk unik, dan memegang sebuah tongkat aneh. “Bidadari cantik sekali ... mungkin ini di surga.” gumam Zora. Perempuan misterius itu mengentakkan tongkatnya. Dhuk! Tiba-tiba seluruh ruang putih hampa i
Neirda tampak serius. Dia lalu menghadap lurus ke arah Zora dan mulai menjelaskan. “Pertama, kau harus mencari kepingan air mata Aldebran yang terpencar di seluruh alam semesta, termasuk dunia paralel. Lalu, kau harus menemukan dan membunuh The GiantBlackDoloro.” jelas Neirda, “Dan yang kedua lebih mudah, kau hanya perlu menghabisi nyawamu sendiri atau pria yang bersamamu itu.” “Jangan main-main denganku!” murka Zora. Matanya menyala biru. Tanpa berpikir panjang, Zora langsung menyerang Neirda dengan senjata meriam laser dari tangannya. Zabb! Meriam laser berwarna biru dengan cepat melesat mengenai tubuh Neirda. Blasst! Meriam itu tiba-tiba berhenti, dengan sekejap terhempas tepat sebelum mengenai Neirda. “Seranganku tidak mempan sama sekali?” kejut Zora sembari tangannya gemetaran. Neirda tetap tenang tak membalas, dia lalu berjalan membelakangi Zora beberapa langkah sambil melanjutkan penje
Sepuluh cyborg tipe Eleven berbadan besar dan bertubuh kekar berhadapan dengan seorang gadis bertopi tinggi yang mengenakan penutup mata sebelah. Gadis itu tampak sedang tertidur dengan posisi berdiri. Dengan sekejap, seluruh cyborg tersebut menyerang dari segala arah secara acak. Tanpa memberi celah sedikit pun, dengan beragam senjata yang mereka pakai, gadis itu mampu menghindarinya dengan refleks akrobatik yang sangat cantik. Seluruh bidikan laser yang mengarah ke arahnya mampu ditepis hanya dengan melempar beberapa lembar tisu yang diambilnya dari saku baju. Empat cyborg dengan senjata gergaji mesin maju menyerangnya dari segala arah. Secara mengejutkan, empat unit cyborgdengan mudah dihancurkan hingga meledak hanya dengan beberapa sentilan peluru tisu sebesar kelereng. Para cyborg lain tampak mundur menjauh dari gadis aneh tersebut. Dua buah meriam raksasa dari ribuan tisu yang bergerak menyatu membalut kedua ta
Seluruh rombongan Im-Tech tercengang. Di tengah situasi mencekam, mereka tak menyangka Lenna sekeji itu menembak Dhea yang sama sekali tak bersalah. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak biasa saja, seolah tidak peduli dengan situasi sambil asyik mencamil bungkusan snack. Jessie tersenyum sembari membuang rantai borgolnya, “Adik kecilku yang bodoh, kau sama sekali tidak berubah!” gumamnya. Lenna mengalihkan pandangan sembari menodongkan pistol ke arah rombongan Im-Tech di sekitarnya, “Apa yang kalian lihat?” Para rombongan Im-Tech ketakutan sambil menundukkan pandangan mereka. “Trixie!!” Lenna memanggil, Trixie langsung datang memenuhi panggilan. Lenna hanya melirik ke arah Trixie. Tanpa diperintah, Trixie langsung memahami apa yang hendak dikatakan Lenna. “Kalian bantu aku perbaiki laboratorium ini, kau juga orang WG!” perintah Trixie , “Hari ini kita akan sangat sibuk! Jangan ada yang bermalas-malasan!” “Bagaimana kau bisa memah
Seorang pria berambut biru acak-acakan tiba-tiba mengayun-ayunkan sebuah cangkul garpu dengan ujung yang terbakar api tepat ke arah Trixie. Dia tampak begitu kesal dan menyerang asal-asalan. Tanpa perintah dari Lenna, Trixie hanya menghindar. Dia tak dapat menghubungi Lenna setelah alat pemancar tablet hologram miliknya mendadak dihancurkan pria tersebut. Begitu pula dengan para rombongan, mereka terpaksa diam tak mengambil tindakan. Pria tersebut mengenakan jas lab lusuh berlogo WG-Tech. Dia bersama dengan dua unit robot tiba-tiba muncul menyerang Trixie. Pria itu terkejut dan berhenti setelah menyadari logo Im-Tech terpampang jelas di topi Trixie, “Im-Tech?” Pria itu lalu menurunkan senjata, diikuti dua unit robot di belakangnya. “Akhirnya kalian datang,” “Terima kasih telah ….” ucap pria itu terpotong. “Tak perlu basa-basi!” sahut Lenna dari jauh. Seluruh mata tertuju pada Lenna. Dia lalu berjalan mendekat menghampiri pria tersebut,
Yuriko terbangun dari tidurnya. Dia melihat di sekelilingnya para rombongan Im-Tech tertidur pulas di samping hidangan yang tersisa sebagian. “Orang Im-Tech sangat pemalas.” gumam Yuriko sembari menguap lega, “Lebih baik aku cari angin segar dulu.” ** Jessie berjalan di tengah hutan dengan menenteng shotgun kesayangannya. Dia mendapati sebuah borgol leher bekas dengan beberapa lembar potongan perban berserakan di atas rerumputan. “Ternyata benar dugaanku, dasar adik bodoh!” batin Jessie. Dia lalu menoleh ke setiap arah seolah mencari tahu jejak Dhea, “Jika perempuan itu berhasil kabur, seharusnya dia meninggalkan jejaknya di sini.” gumam Jessie curiga. “Sebaiknya aku mengabari orang itu.” imbuh Jessie sembari membuka tablet hologramnya. Selang beberapa menit, Yuriko berpapasan dengan Jessie yang tengah menghalangi jalannya. Di tengah situasi yang sangat canggung, mereka hanya saling bertatapan sinis. “Minggir kau panda