Apakah Ini Cinta?

Pada sore hari, aku berbaring santai di sofa kulit. Tiba-tiba, aku merasakan gerakan di perut bagian bawah. Itu adalah gerakan janin. Perasaan yang aneh pun menyelimuti hatiku.

Aku dan Tristan sudah menikah selama 10 tahun. Sebelumnya, dia telah melakukan vasektomi demiku. Sekarang, demi mengikatku dengan anak, dia pun melakukan vasektomi reversal dan menghamiliku. Pada saat ini, aku tiba-tiba merasa ingin menyerah padanya.

Aku menatap perutku dengan lembut. Aku hanya ingin menjadi seorang ibu yang baik dan melihat anakku tumbuh besar dengan sehat.

Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar seruan dari luar vila.

“Sial banget! Keluarga Lukita juga termasuk keluarga terpandang di ibu kota. Kenapa bisa muncul skandal seperti ini! Setelah menikah, adikku sudah kehilangan akal sehat dan terlalu memanjakan wanita jalang itu! Tapi, aku masih punya akal sehat! Hari ini, aku harus usir dan kasih pelajaran pada wanita jalang itu!”

Suara itu terdengar lumayan familier. Setelah sesaat, aku baru teringat bahwa itu adalah suara Tamara, kakaknya Tristan yang sudah diusir oleh Tristan. Kenapa dia tiba-tiba datang kemari?

Sebelum aku sempat memikirkan alasannya, pintu vila sudah didobrak. Tamara menerjang masuk bersama sekelompok wanita. Dia menunjuk aku yang sedang berbaring di sofa sambil berseru, “Teman-teman, itu wanita jalangnya! Waktu baru menikah sama adikku, dia sudah suruh adikku putus hubungan sama aku dan mengusirku dari rumah!”

Dalam menghadapi tuduhan Tamara yang mendadak, aku pun duduk tegak di sofa dan berkata dengan nada tidak senang, “Tempat ini nggak terima kalian. Harap kalian keluar.”

Namun, Tamara malah tiba-tiba berlari ke arahku dan langsung menamparku.

“Ini vila yang dibeli adikku! Kamu cuma tinggal di sini beberapa tahun, tapi sudah anggap dirimu sebagai nyonya rumah?”

Aku menutupi pipiku yang terasa sakit dan termenung sekejap. Tristan sangat mencintaiku. Di hari pernikahan kami, penata riasku tidak sengaja menarik rambutku dan membuatku kesakitan. Tristan pun langsung menggundulkan rambutnya. Jika Tristan tahu Tamara menamparku, Tamara seharusnya tidak akan bisa keluar dari vila ini dengan anggota tubuh lengkap.

Untuk mencegah terjadinya hal setragis itu, aku menahan amarahku dan berkata, “Kalau kamu nggak pergi sekarang, Tristan nggak akan ampuni kamu begitu pulang.”

Selama ini, Tristan selalu menuruti kemauanku dan patuh padaku. Namun, aku tahu itu hanyalah topengnya. Dia itu orang yang super posesif. Dia bersikap sangat kejam dan tanpa ampun terhadap siapa pun selain aku.

Namun, Tamara malah tidak tahu diri dan menjambakku. Dia berujar dengan tampang galak, “Wanita jalang, aku yang seharusnya berkata begitu! Kamu sudah selingkuh sama pria lain! Begitu dia pulang, dia pasti akan menghabisimu!”

Kulit kepalaku terasa sangat sakit. Aku berusaha untuk memberontak supaya bisa melepaskan diri dari Tamara. “Kamu berani fitnah aku? Kamu sudah lupa kenapa dulu kamu diusir dari rumah?”