“Kamu akan mengetahuinya nanti,” jawabnya misterius. Aku menatapnya dengan saksama. “Jangan khawatir begitu, aku tidak akan membawamu ke tempat yang tidak menyenangkan.”
Aku tahu itu. Hanya saja, perasaanku tidak enak setelah beberapa kali mengalami kejadian yang mengejutkan. Dan aku yakin tempat yang akan kami datangi ini bukan tempat yang dia sukai juga. Karena ekspresi wajahnya berubah waswas.
Saat kami tiba di depan sebuah rumah, aku melihat baik-baik bangunan berlantai dua itu. Sedikit lebih besar dari rumah orang tua Damian. Pagarnya juga lebih besar dan tinggi. Seorang wanita membuka pagar sebelum Damian sempat membunyikan bel.
Wanita separuh baya itu mempersilakan kami masuk, lalu menutup pagar itu kembali. Kami menunggu dia berjalan di depan kami untuk membawa kami masuk ke rumah. Ruang depan itu sangat mewah dengan berbagai perabotan yang aku yakin harganya mahal. Seorang pria segera menyambut kedatangan kami.
“Hai, Damian. Senang sekali bis
Keterangan: *Struktur masyarakat adat Batak yang artinya Tungku Kaki Tiga, terdiri dari hula-hula, dongan tubu, dan boru. **Pihak marga yang menerima/mengambil istri. ***Kerabat sedarah atau semarga dari hula-hula dan boru. ****Pihak marga yang memberi istri.
~Damian~ Aku lahir sebagai orang Batak, jadi aku tahu benar mengenai Dalihan Natolu. Mereka tidak perlu menjelaskan hal itu lagi kepadaku. Aku hanya ingin tahu apa kami punya kemungkinan untuk menikah tanpa ditentang oleh banyak orang. Setidaknya, aku berharap akan ada orang yang mau mengerti aku dan memberi jalan keluar yang aku harapkan. Aku tahu bahwa keputusanku ini salah di mata kebanyakan orang dalam suku kami. Tetapi benarkah aku dan Nia sama sekali tidak boleh bersatu dalam ikatan pernikahan? Masih ada satu jalan lagi. Semoga saja ada kabar baik dari pendeta di gereja kami. Walaupun aku sudah mulai merasa putus asa. Apa mungkin gereja suku di mana selama ini aku beribadah akan mengizinkan aku dan Nia diberkati di sana? Pendeta itu orang Batak juga, apa iya dia akan memberi jawaban yang berbeda dari yang lain? Tunanganku benar ketika dia menolak aku. Hal ini bukan hal yang sulit baginya karena dia telah kehilangan orang tua, dan keraba
“Ian,” kata Bapak memulai pembicaraan. “Aku membesarkan kamu dan kedua saudaramu dengan baik dan mengajar kalian semua hal yang perlu kalian ketahui mengenai adat kita. Semuanya tanpa ada yang aku atau mamamu sembunyikan. “Apa lagi yang perlu kamu ketahui sehingga kamu mendatangi ketua punguankita? Kamu bahkan sampai datang menemui ketua punguanrumpun marga kita. Apa kamu ingin membuat aku dan mamamu malu? Apa belum cukup kamu membawa dia ke acara bahagia kami dan merusaknya dengan memamerkan dia di depan kami? “Kamu boleh bermain-main dengan dia. Mau tidur dengannya pun silakan. Tetapi hubungan kalian hanya sampai di situ. Tidak akan ada pernikahan. Jadi, kalau dia sampai hamil karena ulahmu, kami tidak akan menikahkan kalian,” ucap Bapak dengan tegas. “Mengapa Bapak berkata seperti itu? Aku menghormati Nia, Pak. Aku tidak akan menyentuh dia melewati batas. Hanya karena kami satu marga dan aku dianggap sedang menentang keluarga,
~Nia~ Aku tersenyum menemukan buket bunga lili putih di atas mejaku pada pagi hari. Ukuran bunga itu cukup besar, jadi delapan belas tangkai bukanlah jumlah yang sedikit. Aku terpaksa mencari vas bunga lain untuk meletakkan bunga tersebut agar bisa bertahan lebih lama. Bu Sharon meminta aku untuk membuat contoh tema lomba yang aku pikirkan cocok untuk ideku yang sudah diterima oleh direktur utama. Tugas yang sangat mudah. Aku mulai mencari gambar yang cocok untuk membuat presentasiku itu semakin menarik. Setiap kali Bintang atau Dilan lewat di depan dan belakangku, aku bisa merasakan tatapan tajam mereka yang ditujukan kepadaku. Dilan pasti butuh waktu yang lama untuk pulih dari rasa sakit pada alat vitalnya. Bintang tidak akan ada masalah dengan memar yang aku beri kepadanya. Dia bisa menutupinya dengan riasan tebal di wajahnya. Perhatianku teralihkan ketika seorang petugas keamanan memasuki ruangan kami dan berjalan langsung menuju ruang kerja Sharo
Damian mampir ke sebuah restoran untuk memesan beberapa porsi makanan, lalu kami membawa semua itu ke mobil. Aku segera mengenali jalan yang dia tempuh ketika kami hampir tiba di tujuan. Ini tidak mungkin. Untuk apa dia datang ke tempat ini? Setelah memarkirkan mobilnya, dia membawa satu kantong dan aku membawa kantong yang lain. Dia menggandeng tanganku dan menuntunku menuju sebuah bangunan yang ada di balik gereja. Pintu rumah itu terbuka, jadi dia bisa memanggil penghuninya dari ambang pintu. Seorang wanita separuh baya datang tergopoh-gopoh menyambut kami dengan ramah. Dia mempersilakan kami duduk. Damian memberi sedikit dorongan di punggung bagian bawahku agar aku mengikuti wanita itu ke bagian dalam rumah. Aku menurutinya. Kami membuka setiap bungkusan makanan itu dan meletakkannya di atas piring saji. Wanita itu sangat ramah dengan menanyakan nama dan beberapa hal mengenai aku. Agak risi rasanya baru pertama bertemu sudah ditanya mengenai pernikahan, j
“Ke sini, Nia. Lihat ini!” ucap seorang rekan kerja yang posisi mejanya ada di depanku. Aku menurut dan berdiri di sisinya. Dia menunjukkan ponselnya. Aku menerima dan membaca apa yang ada di layar tersebut. Berita mengenai Damian yang akan menikah dengan perempuan satu marganya. Orang-orang mengomentari berita tersebut dengan kasar, beberapa bahkan mengutuknya sebagai orang yang tidak pantas lahir sebagai orang Batak. Ada yang melabeli dia bodoh, tidak tahu adat, berpendidikan tetapi tidak punya otak, dan sebagainya yang membuat aku terkejut. Mereka berani mengetik semua kalimat itu hanya karena sebuah berita? Mereka belum tahu apakah berita itu benar atau hanya gosip belaka, juga belum ada konfirmasi apa pun mengenai kebenaran isu tersebut dan dia sudah dicaci-maki? Mereka bahkan tidak mendengar atau menerima kabar itu langsung dari Damian. Dia masih berencana untuk menikah denganku, dia belum melakukan pelanggaran apa pun. Jika mereka memberi komentar itu
Aku merasakan Damian mencium pundakku, lalu dia naik mencium leherku, pipiku, hingga akhirnya bibir kami bertemu. Aku tersenyum saat dia meletakkan salah satu tangan di belakang kepalaku, karena aku tahu dia tidak hanya sekadar memberi ciuman biasa. Aku membuka diri untuknya, membiarkan dia mengenali aku lebih dalam. Tetapi tidak terlalu dalam agar dia tidak mengetahui semua rahasia yang belum saatnya dia ketahui. Tangannya masuk ke sela-sela kemejaku sehingga telapak tangannya bertemu dengan kulit punggungku. Hangat. Hanya itu yang aku rasakan. Tidak ada rasa jijik, tidak nyaman, atau ingin menjauhkan diri darinya. Ini benar-benar aneh. Aku merasakan itu saat dekat dengan keenam temannya sehingga misiku nyaris tidak bisa aku selesaikan. Namun bersama Damian, aku bukan hanya nyaman berada di dekatnya, aku juga tidak menolak setiap sentuhannya. Sebaliknya, aku menginginkan hal yang sama. Aku ingin memeluknya, terus berada di dekatnya, membalas ciumannya yang p
~Damian~ Aku hampir saja ketahuan. Aku berhasil menahan diri untuk tidak meringis kesakitan saat memeluk tubuhnya tadi. Untungnya, dia tidak meletakkan tangannya di leherku, tetapi melingkari badanku. Jadi, dia tidak menyentuh memar biru yang ada di lengan atas dan tanganku akibat pukulan Bapak. Namun saat dia memukul lenganku tepat di mana memar itu berada, lalu dia meremasnya karena berpikir bahwa aku berpura-pura, aku tidak bisa menahan rasa sakit itu. Aku tidak mau dia sampai mengetahui ini. Dia akan khawatir dengan keadaanku jika dia tahu aku dipukul ayahku sendiri. Ini adalah peristiwa kedua di mana aku dipukul habis-habisan oleh Bapak. Kejadian pertama saat aku masih muda sekali, masih bodoh dan tidak bisa menjaga diri. Aku pikir aku berteman dengan orang yang benar, ternyata aku salah pergaulan. Teman-temanku sendiri yang justru melemparku jauh ke dalam jurang gelap tanpa dasar. Bapak yang naik pitam memukul aku sampai babak belur. Mama dan ke
~Nia~ “Beberapa pembeli unit apartemen ingin mengembalikan apa yang sudah mereka beli. Sampai ada pemberitahuan selanjutnya, kalian tidak diizinkan untuk memberi respons kepada mereka yang ingin mengembalikan unit melalui kalian,” kata Sharon mengejutkan kami semua. Pembeli ingin mengembalikan unit apartemen yang sudah menjadi milik mereka? Apa mereka tidak salah? Semua syarat dan ketentuan ada pada surat serah terima unit, dan tidak ada alasan bagi mereka untuk mengembalikan bila tidak ada masalah dengan unit tersebut. Apa ini karena isu yang sedang beredar? Baru beberapa hari memiliki apartemen baru, mereka ingin mengembalikannya? Ini sangat aneh. Hubungan antara isu hubungan Damian dan aku dengan unit yang mereka beli sama sekali tidak ada. “Mereka pasti merasa dirugikan karena yang mempromosikan unit itu menjalin hubungan terlarang,” kata Bintang tanpa ditanya. “Ini peringatan terakhir untukmu, Bintang, dan aku tidak mau mendengar ocehanmu