Share

BAB 5 Kepergok Aziel

Ketika sedang menunggu lampu merah, Zeta melihat ke arah Aziel dan Acha yang tengah ketiduran bersama di kursi penumpang belakang.

Meski awalnya mereka cek-cok dan berdebat ini dan itu, akhirnya karena lelah dan perjalanan yang panjang, kedua anak mungil itu tertidur pulas bersama.

Zeta mengulas senyum saat melihat keduanya nampak seperti teman yang akur, ia kemudian melihat kearah jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya.

Ternyata sudah 20 menit berlalu, sebentar lagi ia akan sampai tujuan. Sesaat setelahnya ia kembali fokus menatap ke depan, netra coklatnya terfokus pada satu titik.

Sebuah mobil sedan bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam melintas dengan kaca mobil depan yang terbuka, Zeta kenal betul siapa pemilik mobil tersebut.

'Mas Bima? kenapa ada di sekitar sini?' batin Zeta bertanya-tanya, pasalnya kantor sang suami tidak berada di sekitar wilayah ini.

Terkejut bukan main saat di mobil tersebut tak hanya memperlihatkan sosok Bima di dalamnya, tetapi juga ada seorang wanita di samping Bima, dan sosok wanita itu ialah ... Melda!

Memang benar jika Melda adalah sekertaris pribadi Bima, tapi apakah atasan dan bawahan boleh terlihat sedekat dan seakrab itu? bahkan berbincang dan tertawa bersama!

Terbesit lagi ingatan Zeta tentang isi pesan di ponsel suaminya kemarin, bahkan Melda memanggil suaminya dengan sebutan 'Mas' di mana sebutan itu terlalu tidak sopan untuk ukuran atasan dan bawahan, menurut Zeta.

Tiiiiinnn ....

suara klakson mobil membuyarkan lamunan Zeta, ia tersadar jika lampu merahnya kini telah berganti dengan warna hijau. Bahkan mobil suaminya sudah sedari tadi berlalu melewatinya, hatinya begitu linu saat ini.

Tak ingin terus berlarut, Zeta menancapkan gas dan langsung melajukan mobilnya kembali. Tak ingin ia membuang air matanya yang berharga, apalagi sampai menangis di hadapan Aziel, sekuat tenaga ia tak akan melakukan hal itu.

"Mama ...." Acha berhamburan menemui sang mama.

"Wah ... udah pulang ya? hai ... Ta, hai ... El ganteng," sapa Sofia dengan senyuman pada sahabat dan anak sahabatnya itu.

"Hai Tante Sofia!" ucap Aziel membalas sapaan Sofia, sedangkan Zeta hanya mengulas senyuman.

"Mama jangan godain cowonya Acha dong!" protes Acha dengan melipat tangan di dada dan memasang wajah cemberut.

Hal itu membuat kedua ibu muda itu tercengang mendengar penuturan sang bocah, hingga mereka tertawa geli.

"Eh, ya? ayok masuk dulu Ta, pasti lelah kan? rumah gue lumayan jauh sih," ajak Sofia pada Zeta, namun tawarannya ditolak halus oleh Zeta.

"Lain kali aja Sof, aku mau langsung pulang aja, byee," ucap Zeta berpamitan sembari melambaikan tangannya dan melangkah kembali menuju mobil, sementara Aziel ikut mengekori langkah sang bunda.

"Hooo ... okey, byee ...."

****

"Bunda hari ini beneran masak ayam goreng crispy, kan?" tanya El dengan mata berbinar, hal itu hanya dibalas dengan senyuman manis dan anggukan sang bunda.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, lebih dari setengah jam perjalanan. Kini sepasang ibu dan anak itu telah sampai di sebuah rumah berlantai dua.

Aziel berlarian menuju dapur, ia tak sabar menyantap makanan favoritnya. Netra hitam pekat itu berbinar ketika melihat beberapa potong ayam goreng yang terlihat menggiurkan.

"Wah ... ini baru surga!" ucap Aziel, hal itu membuat Zeta tertawa akan tingkah random sang putra.

"Kalo suka, habisin! makan yang banyak!" titah sang bunda, hal itu tentu saja akan di realisasikan oleh El.

Meski baru berusia 5 tahun, namun jika menyangkut ayam goreng crispy buatan Bunda Zeta, maka bocah itu akan maju paling depan untuk menghabiskan banyak nasi dan lauk.

"Sayang? jika El sama bunda tinggal berdua tanpa Ayah, apa El mau?" celetuk Zeta tiba-tiba, hal itu tentu membuat Aziel terhenti menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

"Memangnya Ayah mau kemana Bund?" tanya anak lelaki itu dengan penasaran.

"Ummm ... entahlah El, bunda hanya bilang 'jika' dan itu artinya hanya berandai-andai saja," ucap Zeta, hal itu malah semakin membuat bingung sang putra.

"Bunda ga boleh berandai-andai hal yang jelek kaya gitu! yang namanya perkataan itu bisa jadi doa loh, Bunda! kita bertiga itu ga akan pernah bisa dipisahkan! titik!" ujar Aziel dengan yakin, anak lelaki itu bahkan sangat yakin dengan apa yang ia katakan.

Zeta menghembuskan napasnya kasar, kini malah anak yang berusia 5 tahun itu terlihat lebih dewasa dan bijak dibandingkan dengan dirinya.

Apa ia harus bertanya langsung dengan suaminya? agar perasaan negatif yang kebenarannya masih abu-abu ini segera mendapatkan titik terang?

Setelah usai menemani Aziel makan siang dan akhirnya kini putra tersayangnya itu telah terlelap tidur, kini Zeta mengistirahatkan dirinya di kamar.

Biasanya ia akan siap-siap masak makanan yang baru, karena sebentar lagi suaminya akan pulang dari kantor, namun kali ini Zeta mengabaikan hal itu.

Wanita itu lebih memilih fokus membuka laptopnya, ia mengerjakan pekerjaan butiknya dari rumah. Karena Zeta memang lebih mementingkan perannya sebagai seorang istri dan ibu, ia akan lebih memilih membawa pekerjaannya ke rumah dibanding harus mengerjakan tugas itu di butik seharian sampai sore.

Ceklek ....

Suara pintu kamar terbuka, sekilas Zeta melirik. Namun ia kembali memfokuskan netranya pada layar laptop yang ada di hadapannya saat ini.

"Loh, Bunda? kirain ga ada di rumah, biasanya jam segini lagi di dapur. Bunda bahkan ga jawab salam ayah loh," ucap lelaki yang tengah menenteng tas laptop dan jas hitam yang telah ia lepas dari tubuhnya.

"Terserahku," balas Zeta dengan singkat, padat, dan datar.

Dari sikap dingin itu, tak mungkin jika Bima tak sadar kalau Zeta tengah merajuk padanya.

Bima melangkah, mendekati wanita cantik yang tengah sibuk memainkan laptopnya di kasur, ia duduk bersebelahan dengan Zeta.

"Kalau ngambek lama-lama, nanti gak dapet jatah, loh," celetuk Bima dengan jail, hal itu dibalas dengan tatapan sinis dari Zeta.

"GAK PE-DU-LI," jawab Zeta dengan tegas dan dengan nada mengeja, sehingga terdengar jelas di telinga Bima. Setelahnya wanita itu beranjak keluar dari kamar dengan membawa laptopnya.

Ia pindah dari kamarnya menuju ruang televisi di lantai bawah, tentu sikap itu membuat Bima garuk-garuk kepala dengan heran.

"Ada apa sih dengan wanita satu ini? apa lagi datang bulan?" monolognya dengan terus mencoba mengingat sesuatu, memangnya ia pernah melakukan kesalahan fatal?

****

Setelah melewati hari-hari seperti biasa, dari mulai berangkat sekolah, belajar, bermain, pulang, tidur, belajar lagi dan seterusnya. Kini tiba waktunya untuk Aziel menikmati liburannya bersama ayah dan bunda.

Rencananya ia akan berkunjung ke kebun binatang, ia ingin melihat gajah dan harimau. Dari pagi El sudah menyibukkan diri dengan memilah sepatu dan kacamata yang akan ia kenakan.

Namun tiba-tiba ia mendengar keributan di meja makan, segera kaki kecilnya melangkah menuruni tangga karena terdorong oleh rasa penasaran.

"Kamu pilih aku dan El? atau wanita itu Mas?!" ucap Zeta, sang bunda.

'Ada apa ini? kenapa bunda menangis dan berteriak?' batin El bertanya pada dirinya sendiri, bundanya yang selalu terlihat bahagia di matanya selama ini, kini meneteskan derai air mata yang begitu pilu.

"Cukup Ta! kamu itu terlalu berlebihan!" bentak Bima.

Pertama kalinya dalam hidup, Aziel melihat sosok Bima yang membentak ibundanya.

Jantung El seakan berdetak kencang tak karuan, 'ada apa ini? ada apa dengan ayah dan bunda?' pelupuk mata El tengah penuh dengan bendungan air mata.

"Ayah? Bunda? kalian kenapa?" lirih bocah 5 tahun tersebut sambil menangis terisak, membuat sepasang suami istri itu membeku di tempat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status