Hati-hati berganti dengan cepat. Tak terasa hari suci pernikahan Ayuna akan segera datang. Sepanjang hari, gadis itu tak henti-henti memikirkan cara untuk kabur dari rumah. Menghindari pernikahannya sendiri, tapi seluruh sisi rumahnya di jaga ketat oleh anak buah Ruth Smith. Membuat pergerakan Ayuna tak leluasa, bahkan untuk pergi bersama Wanda dan Toby saja sulit.
Ayuna berdiri di depan ranjang, melihat sebuah kalender yang sudah di lingkarinya. “empat hari sebelum hari pernikahan, Yuna harus ngapain?” Ayuna mondar-mandir sambil menggigit ujung kukuk. Dengan wajah pucat dan berkeringat. Tiba-tiba bayangan video yang di perlihatkan Wanda terlintas. Ia tak bisa membayangkan adegan jorok seperti itu terjadi padanya. Baru pertama melihat, tapi mampu membuat bulu kuduk Ayuna berdiri. Gadis bermata besar dengan manik hanzel itu menggeleng-gelengkan kepala.
“Oh tidak! Yuna kau mikirin apa sih.” Ayuna memukul-mukul kepala.
Pintu kamar Ayuna terbuka, seorang wanita yang sudah di anggap orang tua sendiri oleh Ayuna muncul dari balik pintu. Wanita itu menarik nafas berat dan berjalan mendekat. Lalu duduk di pinggir ranjang. “Yuna ada yang Tante ingin bicarain, kamu ke sini bentar!” Gadis bermata hanzel itu duduk di samping Emma.
Memegang erat punggung tangan Ayuna, “Kau sudah besar Ayuna, Tante bangga. Kamu menjadi gadis yang luar biasa hebat. Dan sebentar lagi, kau akan menikah dengan lelaki yang baik dan bertanggung jawab.”
“Tapi Ayuna enggak mau, Yuna masih kecil. Belum cukup umur untuk menikah. Yuna masih ingin bermain atau menggapai cita-cita Ayuna.” Emma menggeleng kuat, lalu memegang punggung tangan lebih erat.
“Tante yakin, Eugene bisa menjaga mu Ayuna.” Ayuna menggeleng keras. Tak terima dengan perkataan Emma. “Setelah pernikahanmu, tante akan pergi dari sini!”
Alis tipis Ayuna terangkat, “Apa maksud tante?”
“Orang tua Tante sakit di kampung, mereka menyuruh tante pulang."
“Enggak, Tante Emma enggak boleh pulang. Yuna ikut!”
“Tidak sayang, sebentar lagi akan ada seorang lelaki yang menjaga mu dengan sepenuh hati. Dan akan menggantikan posisi Tante, Mama dan Papa Yuna.”
“Enggak Yuna enggak mau!” Gadis itu berlari keluar dari kamar. Deraian air mata keluar dari pelupuk mata. Bagaimana bisa semua orang yang Ayuna sayang meninggalkannya.
Ayuna berlari kecil sambil mengelap air mata yang deras keluar dari manik hanzel. Lalu sebuah mobil Lamborghini berhenti di depan rumah. Ayuna langsung membuka pintu dan duduk di depan. Membuat lelaki yang berada di dalam terkejut, “Padahal aku ingin menjemputmu."
“Jalan Om!” Perintah Ayuna.
“Papa menyuruhku menjemputmu untuk melihat gaun pengantin.”
“Terserah apa kata Om, yang penting jalan.”
Eugene mendengus kesal, “Baiklah.” Seragam polisi itu masih melekat di badan maskulin Eugene. Lelaki itu memutar mobil untuk keluar dari rumah Ayuna.
Setengah perjalan berlalu, tapi gadis yang biasanya cerewet itu terlihat murung. Tak banyak kata yang keluar dari mulut mungilnya. Membuat Eugene heran, karena biasanya gadis itu akan mengoceh seperti burung pipit. Namun, sekarang berbalik arah menjadi pendiam.
Eugene membelokkan mobil di bawah kolong jembatan dan mengerem mobil dengan mendadak. “Kamu kenapa, kenapa hanya diam?”
Gadis itu terus menggeleng sambil berpaling dari Sang polisi. Eugene memegang bahu Ayuna dan memaksa tubuh dan kepala Ayuna memandangnya. Kedua manik itu saling melempar pandang. Eugene melihat bola mata besar itu mengeluarkan butiran kristal, “Kenapa? Apa aku salah.” Gadis itu menggeleng. Suara tangis keluar dari mulut Ayuna semakin kencang. Reflek, Eugene memeluk Ayuna.
Eugene melepas pelukan pada Ayuna dan keluar dari mobil. Sedangkan Ayuna menunggu dari dalam mobil. Berberapa menit kemudian, Eugene kembali dengan membawa dua es krim.
“Buat Yuna?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu menghapus butiran kristal yang masih membekas di bawah mata, lalu mengambil es krim dengan mata berbinar.
“Tapi habis ini, enggak boleh nangis.” Ayuna mengangguk. Sesaat, ia bisa melupakan ke kesedihannya.
“Dasar bocah, enak banget bikin dia berhenti nangis. Cuma di kasih es krim.” Batin Eugene.
***
Ayuna duduk di kursi yang berada di dekat kolam renang. Membuka majalah, lalu memangku boneka jerapah miliknya. Dari kecil gadis itu sangat menyukai boneka hewan tersebut, karena boneka jerapah adalah kado dari Papanya untuk pertama kali. Dan gadis itu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Emma membawa nampan berisi makanan ringan dan meletakan di meja samping Ayuna. “Nona Ayuna enggak marah kan sama Tante?” Gadis itu diam, semenjak kemarin gadis itu tak bergeming saat Emma berbicara.
“Boleh Tante duduk situ?” Gadis itu hanya mengangguk tanpa menatap Emma.
Emma duduk di samping Ayuna, “Maafin tante, tapi tante terpaksa berbohong padamu,” batin Emma.
“Jangan marah dong Sayang, Tante enggak suka di diemin loh.” Emma merampas boneka jerapah yang ada di pangkuan Ayuna.
“Tante!”
“Makanya, jangan diamin Tante dong.”
Mata Ayuna berkaca-kaca saat menatap manik Emma, “Yuna enggak bakalan ambek ke Tante, tapi Tante jangan tinggalin Yuna.”
“Tante enggak bisa sayang, Tante harus nempatin janji tante.”
“Tapi Tante bakal kembali kan buat Ayuna?” Emma mengangguk sambil tersenyum lebar. Gadis kecil itu langsung memeluk Emma. “Yuna ijinin, pokoknya tante enggak boleh lama-lama di kampung.”
Suara klakson mobil, memecah kesunyian. Membuat Ayuna tersadar bahwa ia ada janji dengan Eugene, ini juga menjadi kesempatan baginya menjalankan misi rahasia. Jika ia bersama Eugene, tidak ada satu pun pengawal yang mengikutinya.
“Yuna pergi dulu, apapun yang terjadi. Jangan khawatir pada Yuna, Yuna akan kembali.” Gadis itu langsung berlari. Emma menggeleng kepala, tak mengerti apa yang di katakan gadis kecilnya. Gadis yang selalu di memakannya sekarang sudah dewasa.
“Maaf Om, nunggu lama ya?”
“Makanya jangan lelet, besok kalau kau telat lagi, bakal aku tinggal.” Gadis itu mengangguk. Ia memasang sabuk pengaman. Dua orang lelaki tinggi kekar memberi hormat pada Eugene. Ayuna bernafas lega, karena bisa pergi dari orang-orang suruhan Ruth smith.
“Kita mau ke mana?”
“Bioskop Om!”
“Jangan panggil Om!”
“Tapi Yuna suka,” ujar Ayuna sambil menunjukkan gigi geriginya. Eugene memutar musik dari mobilnya. Membuat Ayuna berjoget ringan gembira, entah kenapa. Melihat tingkah laku Ayuna membuat lelaki bermata ember itu menyungging senyum.
Mobil berwarna perak itu berhenti di depan gedung bioskop yang sangat besar. Ayuna segera keluar dari dalam mobil. Di susul Eugene, lelaki itu menyerahkan kunci mobil pada Sang petugas. Untuk memarkirkan mobilnya
“Tunggu!” teriak Eugene saat Ayuna sudah berlari ke dalam. Gadis itu sangat cepat jika menyangkut urusan berlari.
Langkah kaki Eugene terhenti saat seorang gadis meneriakinya. “Eugene!” teriak Violet, langsung memeluk Eugene. Membuat lelaki itu melepas pelukannya dengan kasar, “Aku tak sudi di sentuh oleh wanita menjijikan seperti mu!”
“Maafkan aku, kau tahu. Saat itu aku sangat mabuk dan tak sadar melakukan itu. Cobalah mengerti Eugene, dan anggaplah semua itu tidak pernah terjadi. Kita kembali pada hubungan kita yang dulu.”
Ayuna keluar dari gedung bioskop kembali, mencari Eugene.
“Om, ngapain om di sini. Filmnya udah mau mulai!” Cerocos Ayuna, gadis itu tak melihat Violet ada di samping Eugene.
“Siapa gadis itu? Apa dia adik mu?” Eugene merangkul Ayuna membuat gadis itu tak nyaman karena rangkulan Eugene saat erat.
“Perkenalkan dia calon istriku!”
“Enggak, enggak mungkin. Pasti kau bohong Kan?” teriak Violet.
“Aku serius dan sebentar lagi kami akan menikah. Maaf aku harus pergi, aku ingin mengajak calon istriku menonton.” Eugene menuntut Ayuna ke dalam. Sedangkan perempuan itu sangat marah melihat Eugene dan Ayuna.
“Apa dia pacar Om Eugene?”
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora