Share

BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU
BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU
Penulis: Tika Pena

BAB 1

"Baju siapa ini?" Haris menemukan sebuah baju putih polos di bawah ranjang. Mengambil dan memperhatikan. Melebarkan mata mengenali pemiliknya. Tidak lain adalah milik Satria adik laki-lakinya. 

"Kenapa baju adikku ada di kamar istriku?" tanyanya heran dan curiga. 

"Ayra. Ayra!" Memanggil istrinya yang tidak ada. Kemudian terdengar suara air. Lelaki itu mendekat pada kamar mandi di sudut ruangan. Ayra ada di sana. 

"Ayra?!" Perempuan itu buru-buru menyelesaikan mandi saat terdengar ketukan keras pintu. Mematikan shower dan memakai handuk baju. 

"Mas Haris?" Pintu baru dibukanya. 

Haris membelalak menatap pemandangan rambut basahnya. "Kamu dikeramas?"

"Memang kenapa?"

"Kamu tidak habis berhubungan denganku, Ayra." 

"Mandi keramas tidak harus selalu sesudah hubungan suami istri, Mas." 

"Kamu sudah berhubungan dengan laki-laki lain. Itu kenapa dikeramas."

"Astagfirullah. Tidak, Mas!" 

"Ini buktinya!" Haris menunjukkan baju itu. 

"Baju siapa itu?" Ayra tak mengerti balik bertanya. 

"Baju milik Satria ada di bawah ranjang." Ayra terkejut mendengarnya. 

"Aku tidak tahu, Mas."

"Mana mungkin." 

"Benar, Mas. Bangun tidur langsung ke kamar mandi." Dirinya tidak melihat ke sekitar, apalagi melihat kolong ranjang. Mengapa bisa baju adik iparnya ada di sana?

"Jangan bohong kamu, Ayra." 

"Tidak." 

"Jujur saja kenapa baju Satria ada di kamarmu, hah?" 

"Aku tidak tahu." Haris menyentak tubuhnya ke luar kamar. 

"Mas, jangan Mas. Aku belum pakai baju!" Haris tidak mendengarnya. Ingin dia mengaku. 

"Kalau begitu mengaku, Ayra!" 

"Tidak!"

Haris melepasnya kesal. Perempuan itu menunduk. Sekali melihat padanya dengan pandangan tidak terima. 

"Mengaku, Ayra. Setidaknya jelaskan padaku kenapa baju ini ada di kamarmu?" 

"Sudah kubilang aku tidak tahu, Mas." 

"Mustahil!" 

"Ada apa subuh-subuh ribut?" Marni datang dari arah dapur, menghampiri keduanya yang bersitegang di depan pintu kamar. 

"Aku menemukan baju Satria di bawah ranjang Ayra, Bu." Haris kembali menunjukkan baju lengan pendek itu ke hadapan ibunya. Marni lantas tertuju pada menantu. Ayra menggeleng. 

"Lihat rambutnya basah. Aku tidak sudi kamu berzina dengan laki-laki lain, Ayra!" 

"Tidak, Mas." 

"Mengaku saja!"

"Aku tidak melakukannya!" 

"Sudah, cukup. Haris, kamu tidak boleh sembarangan menuduh istrimu." 

"Bagaimana aku tidak curiga, Bu, baju adikku ada di kamar istriku dan dia mandi keramas." Menunjuk Ayra yang sudah berkaca-kaca menahan tangis. 

"Bagaimana bisa baju ini ada di bawah ranjang? Kalau bukan karna terjadi sesuatu?" 

Marni pun terdiam bingung. Dia tidak mau sembarangan menuduh jika tanpa saksi. Apalagi masih dengan anaknya sendiri. Tapi baju dan rambut basah Ayra? 

"Berisik pagi-pagi." Pintu kamar lain terbuka menampilkan sosok Satria. Bertelanj4ng dada hanya memakai levis panjang. Menguap menutup mulut seraya bersandar pada pintu. 

Ayra berpaling malu melihat penampilannya, juga tidak ingin rambut basahnya dilihat karna aurat bagi ipar, dari itu bersembunyi di belakang Haris. 

Tidak dengan Haris, penampilannya justru membuat kuat curiganya. Lelaki itu maju. Ayra berbalik hendak masuk kamar. Tapi Haris mencegahnya. "Diam kamu." Membawa maju beberapa langkah pada Satria. 

"Kemari kamu?" Dia juga menyuruh Satria untuk mendekat. 

"Ck, apa sih?" jawab lelaki itu cuek dan enggan. 

"Kenapa baju kamu ada di kamar istriku?" Satria berdiri tegap melihat baju itu di tangannya. "Baju gue!" Dia cepat mengambil dan memakainya asal. Haris geram semakin tidak tahan ingin mendengar jawaban. 

"Jawab Satria, kenapa bajumu ada di kamar istriku?!" 

Sejenak Satria terdiam heran. Semalam dia memang membuka baju saat hendak tidur karna gerah dan tiba-tiba baju tersebut sudah ada di tangan Haris? Ada di kamar istrinya? Lelaki itu lalu tertuju pada Ayra yang langsung melengoskan pandangan serta merasa risih karna penampilan terbuka. Dia hendak pergi lagi tapi Haris menahan pergelangan tangannya kuat. "Diam. Semua ini belum selesai!" tekannya sambil menatap tajam ia. 

"Biarkan aku pake baju dulu, Mas, mau pake kerudung."

"Buat apa penampilan tertutupmu kalau kamu berbuat menjijikkan!" Haris tertuju pada Satria lagi. Sama menatap tajam seperti pada Ayra. 

"Katakan, kenapa bajumu ada di kamar istriku? Jawab!" 

Satria tidak langsung menjawab, sudut matanya mengedar ke sekitar, melihat wanita muda di bawah anak tangga sedang memperhatikan dengan wajah puas sembari memegang perut buncitnya. Dia merubah ekspresi wajah itu saat ditatapnya menjadi biasa. Kemudian berjalan pelan.  

"Ada apa, Mas?" 

"Tisa!" Haris segera menyambutnya. Membantu memapah hati-hati. 

"Ada apa dengan Mbak Ayra?" tanyanya lagi. Sambil memperhatikan perempuan itu. Lalu cepat berpaling saat ditatap tajam olehnya. 

"Baju Satria ada di kamar Ayra, di bawah ranjang. Dia juga mandi keramas. Kamu ngerti kan maksud Mas?"

Tisa melihat rambut basah Ayra. "Ooh ... Ya ampun, Mbak Ayra." 

"Semua itu tidak benar!" sanggah Ayra membela diri kembali. 

"Diam kamu. Aku ingin mendengar jawaban Satria." Haris tertuju pada adiknya lagi. 

"Katakan sejujurnya, Satria!" desaknya. 

Lelaki itu berdehem. Menatap satu-satu wajah mereka. 

"Ya." 

Semua melebarkan mata baru mendengar kata itu saja. Satria lalu melanjutkan dengan tenang. "Aku kasihan dengan Kakak Ipar, jarang ditemani suami sendiri. Kamu gak adil, Mas, lebih sering tidur dengan istri mudamu itu. Mbak Ayra kesepian, jadi ya aku hilaf nemenin." 

Haris melotot pun dengan Ayra, tidak menyangka barisan kalimat itu keluar dari bibirnya. 

"Apa? Beraninya?!" Haris kian geram. Melangkah dan melayangkan bog-em mentah di pelipisnya. Terdengar jeritan Marni yang sedih melihat mereka berkelahi. 

Haris mencengkeram kaus Satria. Dua wajah tampan itu berhadapan dekat saling menyoroti tajam. 

"Kamu kelewatan, Satria!" 

"Benarkan apa yang aku bilang tadi? Mangkannya perhatikan Mbak Ayra juga, Mas. Jadi bajuku tidak akan nyasar di kamarnya." 

Haris hendak melayangkan kepalan tangan lagi. Marni buru-buru mendekat melarangnya. "Jangan, Haris. Hentikan!" Berdiri di tengah-tengah keduanya menjadi pemisah. 

"Kalian sudah besar. Jangan ribut seperti ini." 

"Tapi dia salah, Bu. Sudah menyentuh istriku!" 

Marni menghadap Satria. "Apa benar kamu melakukannya?" tanyanya sungguh-sungguh. Lelaki itu tertuju pada Ayra kemudian mengangguk sembari menunduk. "Ya Allah." Marni mengelus dada pilu. 

"Tidak, Bu. Itu tidak benar. Saya tidak melakukannya. Satria, kamu jangan fitnah saya!" Ayra marah tidak menerima. 

"Masih tidak mau mengaku kamu?" Haris menghadapnya menyentak tangannya lagi. "Sudah ada bukti. Adikku pun sudah mengaku, mau terus berbohong?" 

"Aku tidak bohong. Aku tidak melakukan dosa besar itu, Mas! Sumpah, demi Allah!" 

Haris tetap tidak mempercayainya. "Enam tahun kamu menjadi istriku, tidak bisa memberiku anak sekarang berselingkuh dariku. Istri macam apa kamu ini?" 

"Aku tidak selingkuh!" 

Haris melepas tangannya kencang hingga sedikit terhuyung. Muak karna tetap tidak mengaku. Tisa mendekat padanya meraih lengan mengusap pelan. Sambil gantian mengusap perut hamilnya. "Mas, tenang." Dan tertuju pada Ayra lagi. 

"Aku gak nyangka, Mbak Ayra bisa berbuat hal nis-ta itu. Setidaknya kalau belum bisa memberi keturunan jagalah kehormatan diri Mbak." 

"Kamu jangan sembarangan ikut nuduh! Saya tidak melakukan hal nis-ta yang kamu ucapkan itu!" 

"Satria sudah mengaku, Mbak."

"Semua fitnah!" 

"Sudah. Cukup!" Haris menghentikan perdebatan keduanya. 

"Aku akan menceraikanmu, Ayra!" 

"Mas!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status