Share

BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU
BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU
Author: Tika Pena

BAB 1

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2023-11-22 12:32:52

"Baju siapa ini?" Haris menemukan sebuah baju putih polos di bawah ranjang. Mengambil dan memperhatikan. Melebarkan mata mengenali pemiliknya. Tidak lain adalah milik Satria adik laki-lakinya. 

"Kenapa baju adikku ada di kamar istriku?" tanyanya heran dan curiga. 

"Ayra. Ayra!" Memanggil istrinya yang tidak ada. Kemudian terdengar suara air. Lelaki itu mendekat pada kamar mandi di sudut ruangan. Ayra ada di sana. 

"Ayra?!" Perempuan itu buru-buru menyelesaikan mandi saat terdengar ketukan keras pintu. Mematikan shower dan memakai handuk baju. 

"Mas Haris?" Pintu baru dibukanya. 

Haris membelalak menatap pemandangan rambut basahnya. "Kamu dikeramas?"

"Memang kenapa?"

"Kamu tidak habis berhubungan denganku, Ayra." 

"Mandi keramas tidak harus selalu sesudah hubungan suami istri, Mas." 

"Kamu sudah berhubungan dengan laki-laki lain. Itu kenapa dikeramas."

"Astagfirullah. Tidak, Mas!" 

"Ini buktinya!" Haris menunjukkan baju itu. 

"Baju siapa itu?" Ayra tak mengerti balik bertanya. 

"Baju milik Satria ada di bawah ranjang." Ayra terkejut mendengarnya. 

"Aku tidak tahu, Mas."

"Mana mungkin." 

"Benar, Mas. Bangun tidur langsung ke kamar mandi." Dirinya tidak melihat ke sekitar, apalagi melihat kolong ranjang. Mengapa bisa baju adik iparnya ada di sana?

"Jangan bohong kamu, Ayra." 

"Tidak." 

"Jujur saja kenapa baju Satria ada di kamarmu, hah?" 

"Aku tidak tahu." Haris menyentak tubuhnya ke luar kamar. 

"Mas, jangan Mas. Aku belum pakai baju!" Haris tidak mendengarnya. Ingin dia mengaku. 

"Kalau begitu mengaku, Ayra!" 

"Tidak!"

Haris melepasnya kesal. Perempuan itu menunduk. Sekali melihat padanya dengan pandangan tidak terima. 

"Mengaku, Ayra. Setidaknya jelaskan padaku kenapa baju ini ada di kamarmu?" 

"Sudah kubilang aku tidak tahu, Mas." 

"Mustahil!" 

"Ada apa subuh-subuh ribut?" Marni datang dari arah dapur, menghampiri keduanya yang bersitegang di depan pintu kamar. 

"Aku menemukan baju Satria di bawah ranjang Ayra, Bu." Haris kembali menunjukkan baju lengan pendek itu ke hadapan ibunya. Marni lantas tertuju pada menantu. Ayra menggeleng. 

"Lihat rambutnya basah. Aku tidak sudi kamu berzina dengan laki-laki lain, Ayra!" 

"Tidak, Mas." 

"Mengaku saja!"

"Aku tidak melakukannya!" 

"Sudah, cukup. Haris, kamu tidak boleh sembarangan menuduh istrimu." 

"Bagaimana aku tidak curiga, Bu, baju adikku ada di kamar istriku dan dia mandi keramas." Menunjuk Ayra yang sudah berkaca-kaca menahan tangis. 

"Bagaimana bisa baju ini ada di bawah ranjang? Kalau bukan karna terjadi sesuatu?" 

Marni pun terdiam bingung. Dia tidak mau sembarangan menuduh jika tanpa saksi. Apalagi masih dengan anaknya sendiri. Tapi baju dan rambut basah Ayra? 

"Berisik pagi-pagi." Pintu kamar lain terbuka menampilkan sosok Satria. Bertelanj4ng dada hanya memakai levis panjang. Menguap menutup mulut seraya bersandar pada pintu. 

Ayra berpaling malu melihat penampilannya, juga tidak ingin rambut basahnya dilihat karna aurat bagi ipar, dari itu bersembunyi di belakang Haris. 

Tidak dengan Haris, penampilannya justru membuat kuat curiganya. Lelaki itu maju. Ayra berbalik hendak masuk kamar. Tapi Haris mencegahnya. "Diam kamu." Membawa maju beberapa langkah pada Satria. 

"Kemari kamu?" Dia juga menyuruh Satria untuk mendekat. 

"Ck, apa sih?" jawab lelaki itu cuek dan enggan. 

"Kenapa baju kamu ada di kamar istriku?" Satria berdiri tegap melihat baju itu di tangannya. "Baju gue!" Dia cepat mengambil dan memakainya asal. Haris geram semakin tidak tahan ingin mendengar jawaban. 

"Jawab Satria, kenapa bajumu ada di kamar istriku?!" 

Sejenak Satria terdiam heran. Semalam dia memang membuka baju saat hendak tidur karna gerah dan tiba-tiba baju tersebut sudah ada di tangan Haris? Ada di kamar istrinya? Lelaki itu lalu tertuju pada Ayra yang langsung melengoskan pandangan serta merasa risih karna penampilan terbuka. Dia hendak pergi lagi tapi Haris menahan pergelangan tangannya kuat. "Diam. Semua ini belum selesai!" tekannya sambil menatap tajam ia. 

"Biarkan aku pake baju dulu, Mas, mau pake kerudung."

"Buat apa penampilan tertutupmu kalau kamu berbuat menjijikkan!" Haris tertuju pada Satria lagi. Sama menatap tajam seperti pada Ayra. 

"Katakan, kenapa bajumu ada di kamar istriku? Jawab!" 

Satria tidak langsung menjawab, sudut matanya mengedar ke sekitar, melihat wanita muda di bawah anak tangga sedang memperhatikan dengan wajah puas sembari memegang perut buncitnya. Dia merubah ekspresi wajah itu saat ditatapnya menjadi biasa. Kemudian berjalan pelan.  

"Ada apa, Mas?" 

"Tisa!" Haris segera menyambutnya. Membantu memapah hati-hati. 

"Ada apa dengan Mbak Ayra?" tanyanya lagi. Sambil memperhatikan perempuan itu. Lalu cepat berpaling saat ditatap tajam olehnya. 

"Baju Satria ada di kamar Ayra, di bawah ranjang. Dia juga mandi keramas. Kamu ngerti kan maksud Mas?"

Tisa melihat rambut basah Ayra. "Ooh ... Ya ampun, Mbak Ayra." 

"Semua itu tidak benar!" sanggah Ayra membela diri kembali. 

"Diam kamu. Aku ingin mendengar jawaban Satria." Haris tertuju pada adiknya lagi. 

"Katakan sejujurnya, Satria!" desaknya. 

Lelaki itu berdehem. Menatap satu-satu wajah mereka. 

"Ya." 

Semua melebarkan mata baru mendengar kata itu saja. Satria lalu melanjutkan dengan tenang. "Aku kasihan dengan Kakak Ipar, jarang ditemani suami sendiri. Kamu gak adil, Mas, lebih sering tidur dengan istri mudamu itu. Mbak Ayra kesepian, jadi ya aku hilaf nemenin." 

Haris melotot pun dengan Ayra, tidak menyangka barisan kalimat itu keluar dari bibirnya. 

"Apa? Beraninya?!" Haris kian geram. Melangkah dan melayangkan bog-em mentah di pelipisnya. Terdengar jeritan Marni yang sedih melihat mereka berkelahi. 

Haris mencengkeram kaus Satria. Dua wajah tampan itu berhadapan dekat saling menyoroti tajam. 

"Kamu kelewatan, Satria!" 

"Benarkan apa yang aku bilang tadi? Mangkannya perhatikan Mbak Ayra juga, Mas. Jadi bajuku tidak akan nyasar di kamarnya." 

Haris hendak melayangkan kepalan tangan lagi. Marni buru-buru mendekat melarangnya. "Jangan, Haris. Hentikan!" Berdiri di tengah-tengah keduanya menjadi pemisah. 

"Kalian sudah besar. Jangan ribut seperti ini." 

"Tapi dia salah, Bu. Sudah menyentuh istriku!" 

Marni menghadap Satria. "Apa benar kamu melakukannya?" tanyanya sungguh-sungguh. Lelaki itu tertuju pada Ayra kemudian mengangguk sembari menunduk. "Ya Allah." Marni mengelus dada pilu. 

"Tidak, Bu. Itu tidak benar. Saya tidak melakukannya. Satria, kamu jangan fitnah saya!" Ayra marah tidak menerima. 

"Masih tidak mau mengaku kamu?" Haris menghadapnya menyentak tangannya lagi. "Sudah ada bukti. Adikku pun sudah mengaku, mau terus berbohong?" 

"Aku tidak bohong. Aku tidak melakukan dosa besar itu, Mas! Sumpah, demi Allah!" 

Haris tetap tidak mempercayainya. "Enam tahun kamu menjadi istriku, tidak bisa memberiku anak sekarang berselingkuh dariku. Istri macam apa kamu ini?" 

"Aku tidak selingkuh!" 

Haris melepas tangannya kencang hingga sedikit terhuyung. Muak karna tetap tidak mengaku. Tisa mendekat padanya meraih lengan mengusap pelan. Sambil gantian mengusap perut hamilnya. "Mas, tenang." Dan tertuju pada Ayra lagi. 

"Aku gak nyangka, Mbak Ayra bisa berbuat hal nis-ta itu. Setidaknya kalau belum bisa memberi keturunan jagalah kehormatan diri Mbak." 

"Kamu jangan sembarangan ikut nuduh! Saya tidak melakukan hal nis-ta yang kamu ucapkan itu!" 

"Satria sudah mengaku, Mbak."

"Semua fitnah!" 

"Sudah. Cukup!" Haris menghentikan perdebatan keduanya. 

"Aku akan menceraikanmu, Ayra!" 

"Mas!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 87

    "Sasya sudah lahiran. Bayinya laki-laki," ujar Ayra. Satria mengeryit heran dari mana istrinya tahu soal ini? Dia sendiri saja tidak tahu. "Kok kamu tau?""Tau aja." Ayra berkata santai. "Tau dari mana? Temenan aja engga," cecar Satria. Mereka hanya tau wanita itu sakit perut saat di rumah sakit. Tidak tahu jenis kelamin bayi. Tapi Ayra? Entah dari siapa bisa tahu. "Bilang tau dari siapa?" tanya Satria lagi sedikit jengkel karna Ayra tidak mau buru-buru menjawab, malah memakan kue manis di hadapan dengan santainya. "Jawab, Ayra. Jangan buat aku penasaran," tekannya. "Gak mau." Satria menyentak pinggangnya hingga merapat. "Katakan." "Apaan sih, Mas.""Atau aku cium nih." Ayra masih diam saja malah senyum-senyum. Dia tidak takut dicium. "Atau aku melakukannya di sini. Buka baju kamu." Ayra melotot mendengar itu. Ini di ruang tamu. Satria tidak peduli, justru menyeringai dan mencoba membuka kancing bajunya. "Jangan, Mas!" Ayra pun menyingkirkan tangan tersebut. "Bagaimana kal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU    BAB 86

    Sasya kesakitan, terus meraung menangis. "Sakit, Maa." Pada mamanya dia mengadu. "Padahal belum HPL-nya kok perut kamu sudah sakit aja." Mamanya pun heran. Dia sibuk mengusap keringat putrinya itu. Ibu mertua juga mengusap-usap perut Sasya. Alex cemas dan merasa bersalah. Gara-gara dia memaksa pergi tadi, Sasya jadi kesakitan. Dia menunduk memegangi tangan istrinya. Tapi oleh Sasya ditepis. "Pergi!" Bahkan dia diusir. "Sayang, gak boleh begitu," tegur mamanya. "Alex suami kamu. Dia sudah baik mau nemenin kamu periksa kandungan.""Ini semua gara-gara dia, Mama. Perut aku jadi sakit. Dia menyeretku pulang!" "Apa? Kamu benar melakukan itu Alex?" Mama Alex pun tidak diam saja mendengar itu. "Aku minta maaf. Aku cuma ngajak dia jalan cepet tadi.""Harusnya tidak boleh seperti itu, Alex!" Mamanya membentaknya. "Aku tau aku salah. Aku emosi tadi karna Sasya nyentuh pipi Satria." "Kalian bertemu Satria?" tanya Mama Sasya. Alex mengangguk. "Dia dan istrinya juga di sini tadi. Habis c

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 85

    Sasya termenung dalam kamar, sambil mengusap perut gendutnya. Sekarang usia kehamilan sudah menginjak sembilan bulan. Pipinya lebih berisi, begitu juga tubuh yang menggendut karna nafsu makan bertambah. Sehari-hari, hanya mengurung diri dalam kamar. Dia tidak mau keluar. Malu sekedar bersapa dengan tetangga. Atau bertemu siapapun.Pintu terbuka. Masuk sosok Alex. Datang membawakan bingkisan makanan. Tersenyum saat melihat istrinya itu. "Sayang, aku bawakan makanan untuk kamu." Diletakkan kantung itu di meja samping ranjang. Sasya melirik. Betapa dia perhatian. Dia juga tidak protes terhadap perubahan di tubuhnya. Tapi meski begitu, Sasya masih tidak cinta. Dulu pacaran dengannya sebatas iseng dan kesenangan semata tanpa niat serius untuk dinikahi. Alex hanya pelampiasan rasa kesepian saja. "Aku bukain ya." Alex membuka bingkisan itu. Kemudian meraih sendok yang ada dalam kotaknya hendak menyuapi Sasya. Tapi Sasya menepis, sampai makanan terjatuh. "Kamu gak usah sok baik. Aku gak

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 84

    Mau tidak mau Sasya digiring masuk ke dalam mobil Papanya. Begitu juga Alex, ikut menemani. Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang Sasya buat. Mobil itu pun membawa mereka pergi. Satria menghela napas lega. Sekarang, masalahnya benar-benar selesai. Diliriknya Papanya yang ikut hadir di sini. "Terimakasih Papa sudah datang." Dia yang mengajak Papa Sasya untuk melihat kelakuan putrinya. "Akan Papa usahakan supaya pernikahan anak Papa baik-baik saja," jawab lelaki itu tersenyum tenang, sambil menepuk pelan bahunya. Dia tahu prahara yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, sebisa mungkin membantu. Satria kemudian melihat Haris. "Terimakasih Mas Haris sudah repot-repot kasih bukti." "Tidak perlu berterimakasih, Satria. Kamu sendiri sudah banyak menolongku. Sudah sewajarnya Masmu membantu." Satria tersenyum mendengar untaian kata-kata sejuk dari sang kakak. Haris jauh lebih dewasa dan lebih bijak. Dengan kesadaran dan keinginannya sendiri dia membantu mencari bukti kebohongan Sasya.

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 83

    "Jangan mengaku-ngaku kamu!" Satria menolak tegas. Yakin itu bukan anaknya. "Usia kehamilanku 6 bulan, tepat setelah kejadian malam itu." "Tidak. Aku yakin aku tidak melakukannya denganmu!" "Kamu harus bertanggung jawab, Mas Satria. Kamu harus nikahin aku. Setelah anak ini lahir aku yakin akan mirip sama kamu." Sasya mengelus-elus kembali perutnya. Lalu melirik Ayra yang masih mematung shock. Matanya memerah dan tampak berkaca-kaca. "Ra, aku rela jadi istri kedua. Ijinkan Mas Satria menikahiku. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa Ayah." Sasya memasang wajah memelas. Tidak peduli Ayra yang sakit hati akan kedatangannya, malah meminta berbagi suami. "Selama ini aku diam saja. Aku lalui trimester pertama sendirian. Mual, muntah ... aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi aku tidak bisa terus seperti itu. Aku juga ingin anak ini diakui Ayahnya." Air matanya menetes saat menceritakan itu. Betapa dia ingin bisa bersama Satria. "Aku mencintai Satria. Aku janji akan jadi istri yang baik

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 82

    Tisa sudah ditangani dokter dan kini berada di ruang rawat. Setetes demi setetes cairan terjatuh dari kantung infusan, mengalir lewat selang dan masuk ke tubuh perempuan itu melalui jarum infus. Haris berdiri memperhatikan. Tisa tidak berdaya oleh penyakitnya. Selama ini dia menahan sendirian. Entah bagaimana jadinya jika dia tidak pergi ke kontrakannya. Sepasang matanya yang terpejam akhirnya terbuka secara perlahan. Melihat hanya Haris seorang yang ada di dekatnya. "Mas ...." lirih dia memanggil. "Kamu di rumah sakit. Aku yang membawa ke sini." Mata Tisa berkaca-kaca, dia kira dirinya sudah mati. Tapi ternyata dibawa berobat. "Kamu tidak usah bawa aku ke sini, Mas." "Mana mungkin orang hampir sekarat kubiarkan." Haris tidak setega itu, meski keduanya pernah saling membenci. "Dendy mana, Mas?""Di luar bersama Tia. Anak kecil tidak boleh masuk." "Aku ingin bertemu.""Harus sembuh dulu." Tisa menunduk sedih. Menyesal tidak pergi ke rumah Haris untuk menemui anaknya. Menyesal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status