Home / Romansa / BENANG MERAH TAKDIR ASMARA / BAB 4 : APA YANG TERJADI DENGANKU?

Share

BAB 4 : APA YANG TERJADI DENGANKU?

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-06-25 21:32:58

Pada akhirnya, mau tidak mau, Alina dan Revan berangkat bersama, dan Revan sendiri yang mengendarai mobil mereka.

Begitu tiba di kantor, beberapa pegawai Alina yang baru datang mendadak heboh melihat Alina turun dari mobil yang dikemudikan Revan. Namun, tak ada yang berani untuk langsung menyapa.

Alina berusaha mengabaikan itu semua. Ia ingin kembali fokus pada pekerjaannya. Setelah melunasi hutang itu, ia benar-benar merasa lega dan bebas untuk bekerja. Ia bisa kembali fokus merancang, berdiskusi dengan timnya, dan membangun kembali Cipta Ruang Estetika. 

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa punya kendali atas dunianya sendiri.

"Pagi, Bu Alina," sapa Deni, arsitek juniornya, dengan senyum canggung. "Selamat... atas pernikahannya, Bu."

Sinta, yang duduk di meja administrasi, ikut menimpali dengan suara pelan. "Iya, Bu. Kaget banget kami dengar beritanya. Tiba-tiba sekali."

Alina hanya bisa tersenyum tipis. "Terima kasih. Memang semuanya serba mendadak." Ia tidak ingin membahasnya lebih lanjut. "Oh ya, tolong kumpulkan semua kepala bagian di ruang meeting, ada yang ingin saya bahas."

Alina sengaja mengalihkan pembicaraan, dan untungnya, Deni dan Sinta mengerti. Mereka langsung melakukan apa yang Alina minta.

Hari ini, Alina akan langsung mengumumkan soal kepindahan mereka ke gedung baru yang telah disiapkan Revan. Jadi, semua bisa bersiap lebih cepat.

Di dalam ruang rapat kecil yang temboknya dipenuhi contoh desain material dan sketsa bangunan, Alina menatap ketiga karyawannya. Ia menarik napas dalam-dalam. 

"Oke, terima kasih ya sudah berkumpul. Ada beberapa hal penting yang ingin saya sampaikan. Pertama, dan tentunya ini yang paling utama, masalah finansial firma kita sudah teratasi." tegas alina dengan raut ekspresi yang campur aduk.

Wajah Deni, Sinta, dan Pak Wawan yang sedari tadi tegang seketika berubah lega.

"Dan.. sebagai bagian dari solusi tersebut," lanjut Alina hati-hati, "dalam waktu dekat, kita akan pindah ke kantor baru yang lebih baik." ucap alina menegaskan.

"Pindah, Bu?" tanya Deni kaget, matanya membelalak. "Pindah Ke mana?"

"Gedung perkantoran di pusat kota. Semua fasilitasnya sudah disiapkan oleh.. suami saya," jelas Alina, mengucapkan kata 'suami' dengan perasaan aneh. 

"Ini adalah kesempatan emas bagi Cipta Ruang Estetika untuk berkembang lebih besar. Saya harap kalian semua bisa mempersiapkan diri dengan baik."

Pengumuman itu menciptakan kesunyian sesaat, diikuti bisik-bisik antusias antara Deni dan Sinta. Bagaimana tidak.. Pindah ke gedung mewah di pusat kota adalah mimpi yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. 

Alina tahu, ini adalah bagian lain dari sangkar emasnya, cara Revan memastikan lingkungan kerja istrinya pun sesuai dengan ‘standar’ Adhitama. Tapi, ia tidak bisa memungkiri.. bahwa ini adalah keuntungan besar bagi firma-nya.

"Selain itu, Saya ingin laporan status progres untuk proposal Jaya Propertindo. Deni, tolong siapkan semua draf revisinya. Sinta, siapkan juga laporan keuangan terbaru kita. Saya ingin kita semua bisa cekatan memanfaatkan kesempatan ini," jelas Alina begitu tegas, nadanya kembali menjadi profesional dan penuh kendali.

Di sini, di ruang rapat ini, ia bukanlah Nyonya Adhitama, melainkan ‘Presiden’ Cipta Ruang Estetika. Dan perasaan itu terasa sangat melegakan

**

Tanpa sadar, malam sudah larut. Deni dan Sinta sudah pulang sejak sore tadi. 

Hanya tinggal Alina sendirian di kantor yang sunyi, ditemani tumpukan sketsa dan secangkir kopi yang sudah dingin. Kelelahan dari drama beberapa hari terakhir akhirnya menuntut balas. Kepalanya terasa berat dan pusing.

Alina merebahkan kepalanya sejenak di atas meja kerjanya yang penuh kertas, hanya untuk mengistirahatkan matanya. Namun, kelelahan itu menariknya begitu dalam hingga tanpa sadar, ia terlelap.

Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk melalui jendela besar membangunkan Alina. Ia mengerjapkan matanya, merasa tidurnya sangat nyenyak dan tubuhnya terasa segar. Ia meregangkan tubuhnya, merasakan sprei sutra yang lembut di kulitnya.

Tunggu.

Sprei sutra?

Alina membuka matanya lebar-lebar dan langsung terduduk. Jantungnya berdebar kencang. Ini bukan sofa di kantornya. Ini adalah kamar mewah yang ia tempati di rumah Revan. Ia masih mengenakan pakaian kerjanya dari kemarin, blazernya sudah terlepas dan terlipat rapi di kursi terdekat.

Bagaimana ia bisa sampai di sini?

Alina berusaha mengingat. Ingatan terakhirnya adalah kepalanya yang terasa berat di atas tumpukan kertas kalkir di mejanya. Setelah itu... kosong. Benar-benar kosong.

Apakah ia berjalan pulang sambil tidur? Mustahil.

Pikiran yang paling tidak masuk akal, tetapi satu-satunya yang mungkin, muncul di benaknya.

Apakah Revan datang ke kantornya? Menemukannya tertidur, lalu membawanya pulang? Menggendongnya hingga ke kamar ini, dan menidurkannya di sini?

Pikiran itu terasa begitu absurd. 

Pria sedingin es itu melakukan hal... seperti itu? Untuk apa?

Alina menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran aneh itu. Pasti ada penjelasan lain yang lebih logis. Mungkin ia menelepon Pak Toni? Atau ia berjalan sendiri lalu lupa, ia mengigau? 

‘Ah.. sudahlah.. yang penting.. Sekarang aku sudah berada di rumah,’ batin

Alina menghiraukan kejadian semalam.

Di tengah kebingungannya, sebersit perasaan aneh yang tak bisa ia jelaskan merayap di hatinya. 

Pintu kamarnya diketuk pelan. Bi Sumi masuk sambil tersenyum. "Pagi, Nyonya. Bapak Revan berpesan, hari ini Nyonya tidak perlu ke kantor. Bapak bilang Nyonya butuh istirahat."

Alina terpaku. Jadi, itu semua benar-benar terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BENANG MERAH TAKDIR ASMARA   BAB 4 : APA YANG TERJADI DENGANKU?

    Pada akhirnya, mau tidak mau, Alina dan Revan berangkat bersama, dan Revan sendiri yang mengendarai mobil mereka.Begitu tiba di kantor, beberapa pegawai Alina yang baru datang mendadak heboh melihat Alina turun dari mobil yang dikemudikan Revan. Namun, tak ada yang berani untuk langsung menyapa.Alina berusaha mengabaikan itu semua. Ia ingin kembali fokus pada pekerjaannya. Setelah melunasi hutang itu, ia benar-benar merasa lega dan bebas untuk bekerja. Ia bisa kembali fokus merancang, berdiskusi dengan timnya, dan membangun kembali Cipta Ruang Estetika. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa punya kendali atas dunianya sendiri."Pagi, Bu Alina," sapa Deni, arsitek juniornya, dengan senyum canggung. "Selamat... atas pernikahannya, Bu."Sinta, yang duduk di meja administrasi, ikut menimpali dengan suara pelan. "Iya, Bu. Kaget banget kami dengar beritanya. Tiba-tiba sekali."Alina hanya bisa tersenyum tipis. "Terima kasih. Memang semuanya serba mendadak." Ia tidak ingi

  • BENANG MERAH TAKDIR ASMARA   BAB 3: SOAL PEWARIS

    Udara di dalam mobil terasa menyesakkan. Permintaan soal pewaris yang dilontarkan Kakek masih berdengung di telinga Alina, menciptakan ketegangan yang nyaris tak tertahankan.Alina melirik Revan yang tetap fokus menyetir, wajahnya kaku diterpa cahaya lampu jalan.‘Dia pasti juga kaget,’ batin Alina. Namun, ia harus memastikan itu karena sandiwara ini sudah cukup rumit tanpa tambahan syarat absurd seperti itu.“Soal pewaris itu tidak ada di kontrak kita, kan?” tanya Alina hati-hati.“Aku tahu,” jawab Revan, singkat, tanpa menoleh.Alina mengernyitkan dahinya. Hanya itu jawabannya?Kenapa rasanya Revan justru sangat santai di sini?Alina menghela napas berat. Hingga akhirnya, mobil berbelok masuk gerbang rumah. Begitu berhenti, Revan mematikan mesin dan keluar tanpa berkata lagi. Alina menyusul, langkahnya cepat.“Revan, tunggu.” Alina berdiri di bawah tangga saat Revan berhenti di anak tangga pertama. Kali ini, untuk pertama kalinya, ia menyebut nama pria itu tanpa embel-embel 'Pak'.

  • BENANG MERAH TAKDIR ASMARA   BAB 2: MOMONGAN?

    Akhirnya hari itu tiba. Setelah kemarin pagi tim desainer datang untuk fitting kebaya yang sudah dipilihkan. Siangnya, berita pernikahannya meledak di media. Malamnya, ia menjalani makan malam perkenalan yang canggung dengan Kakek Bramantyo.Hari ini, akad nikah dilangsungkan di sebuah ruangan privat yang telah didekorasi dengan elegan. Alina duduk bersimpuh, tangannya yang dingin mencengkeram erat ujung kebayanya.Di hadapannya, Revan duduk dengan punggung tegak, wajahnya sedingin marmer.Prosesi ijab kabul berlangsung begitu cepat, seolah semua orang ingin segera menyelesaikan formalitas yang tidak nyaman ini.Sah.Satu kata itu menggema di ruangan, menghantam dada Alina dengan keras. Selesai sudah. Ia kini adalah istri Revan Adhitama.Sesuai skenario, setelah prosesi akad selesai, mereka langsung menuju mobil yang sudah menunggu untuk membawa mereka ke rumah baru.Keheningan di dalam mobil terasa begitu pekat, lebih menyesakkan daripada kebisingan lalu lintas Jakarta di luar. Alin

  • BENANG MERAH TAKDIR ASMARA   BAB 1 : PERJANJIAN 'KONTRAK' NIKAH

    “Kau butuh istri, dan aku butuh uang,” kata Alina lirih.Alina menatap pria yang duduk di seberangnya, Revan Adhitama, CEO Adhitama Corp.Sejujurnya, jantung Alina berdebar kencang. Ia masih tidak percaya bagaimana ia bisa berakhir di sini, duduk di hadapan salah satu pria paling berkuasa di Jakarta, mengajukan tawaran paling gila yang pernah ia dengar seumur hidupnya.Semua terjadi begitu cepat.Baru beberapa jam yang lalu, Alina masih merasakan secercah harapan setelah presentasi konsep arsitektur “Oasis Urban” miliknya berjalan mulus. Namun, euforia singkat itu hancur berkeping-keping oleh satu pesan singkat dari Bang Darto, si penagih hutang, yang terasa seperti vonis mati.[Seminggu dari sekarang, kalau hutang bapakmu nggak lunas juga, siap-siap kantormu itu saya segel!]Tujuh hari untuk melunasi hutang ratusan juta itu mustahil!Di puncak keputusasaan itulah, Alina panik mencari solusi dari berbagai pihak, termasuk internet. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah iklan samar yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status