Share

6. Janji Bunga

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-23 12:58:09

"Jadi serius kamu sudah bisa mendapatkan ciuman dari Pak Gading?" tanya teman Bunga dengan penasaran. 

Gading yang mendengar namanya disebut menghentikan langkah. Dia bersembunyi di balik pilar untuk mencuri dengar percakapan siswi-siswi populer itu.

"Gak cuma ciuman, aku malah bisa ngajak Pak Gading tidur," sahut Bunga jumawa.

DEG!

Gading sendiri tertohok mendengar jawaban Bunga. Dia tidak menyangka jika Bunga bisa berkata seperti itu dengan santainya.

"Nih kalo gak percaya." Bunga mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya. Sontak ketiga teman Bunga langsung berebut ingin melihat.

Gading kini ternganga. Pemuda itu teringat kejadian seminggu yang lalu. Di sela permainan panasnya dengan Bunga, Gading teringat jika remaja itu terlihat mengotak-atik ponselnya. Namun, karena nafsunya sedang di ubun-ubun, saat itu Gading tidak peduli. 

"Gilaaa! Kalian bener-bener hot," seru ketiga teman Bunga begitu melihat video pada gadgetnya Bunga. Ketiganya saling bersitatap, lalu terbahak bersama. 

"Lho-lho ... kalian kepergok orang?" tanya salah satu dari ketiga gadis itu.

"He-eh." Bunga mengangguk dengan bibir yang sedikit manyun, "kita ketahuan emaknya," ujarnya cengengesan.

"Terus-terus gimana?" Teman yang berponi kian penasaran.

"Ya kita udahan mainnya." Lagi-lagi Bunga menanggapi dengan santai.

Di belakang pilar, Gading memegangi dadanya yang terasa sesak. Dia tidak menyangka jika Bunga sengaja merekam aksi gulat mereka. Bocah itu bahkan tidak risih sedikit pun mempertontonkan video mesum tersebut. Detik itu juga Gading membenci Bunga.

"Gimana aku menang kan?" ujar Bunga terlihat bangga. "Mana iPhone yang kalian janjikan itu?" 

Jleb!

Gading meremas dadanya. Rasanya dia baru saja tertikam pisau belati mendengar penuturan Bunga. "Jadi aku dijadikan objek pertaruhan anak-anak nakal itu?" gumam Gading frustrasi.

Rasanya Gading ingin mendamprat Bunga saat itu juga. Namun, mengingat status dan situasi, pemuda itu menahan diri. Dirinya memilih mendengarkan kembali percakapan gadis-gadis urakan itu.

Salah seorang teman Bunga yang berponi tadi membuka tasnya. Gadis itu terkenal sebagai siswi populer nan tajir di sekolah ini.

"Nih iPhone 10. Harganya dua belas juta, Cuy." Remaja itu mengeluarkan kotak ponsel, lalu menyerahkannya pada Bunga.

"Waaah ... makasih." Bunga menerima kotak tersebut dengan girang. Dia menciumi dan memeluk benda tersebut dengan sayang.

"Bunga ... Bunga ... kamu rela menukar kesucianmu hanya demi sebuah gadget," sesal Gading tidak habis pikir. 

"Oke ... setelah melihat keseriusan kamu, maka selain berhak atas iPhone itu, kamu juga sudah bisa bergabung dengan geng kita," putus gadis yang sepertinya leader dari keempat cewek itu.

"Yess!" Bunga melonjak senang. "Akhirnya aku bisa juga jadi member BLINK-BLINK." Dirinya lantas memeluk ketiga temannya dengan riang.

Gading sudah tidak bisa lagi menahan diri. Pemuda itu melangkah mendekati muridnya.

"Bunga!" Gading memanggil dengan tegas.

Sontak Bunga dan teman-temannya yang sedang tertawa-tawa seketika terkaget mendengar suara Gading.

"Pak Gading?" Keempat bocah itu saling merapat takut.

"Saya ada perlu sama Bunga," tutur Gading datar. Namun, tatapannya tertuju begitu dingin pada Bunga.

"Eee ... ada perlu apa, Pak?" sahut Bunga sedikit tergagap. Wajahnya mendadak pucat. Dia dan kawan-kawannya tentu takut obrolan mereka terdengar semua oleh Gading.

TEEET! TEEEET!

Bel masuk kelas menyelamatkan Bunga dan teman-temannya.

"Eh masuk, yuk!" ajak Bunga pada kawan-kawannya. Pemudi itu berusaha menghindar.

"Bunga, saya mau bicara." Tangan Gading mencegat lengan Bunga.

"Ada apa sih, Pak? Udah bel masuk nih."

Bunga mencoba melepaskan pegangan tangan Gading. Tetapi, pria itu justru mencengkeram erat lengannya. Sementara kawan-kawannya sudah terbirit pergi duluan.

"Kita harus bicara sepulang sekolah!" tegas Gading dingin. 

Lelaki itu melepaskan pegangan. Kakinya melangkah menuju kantor. Percakapan Bunga dan teman-temannya benar-benar mengusik hatinya. Alhasil Gading tidak bisa fokus saat mengajar. 

Beruntung satu jam sebelum pulang dia tidak ada mata pelajaran. Sehingga bisa langsung menghampiri kelas Bunga. Bunga sendiri lumayan ketakutan ketika keluar kelas sudah berdiri Gading menunggunya.

"Bunga, nilai ulangan kamu jeblok. Bapak mau bicara sama kamu tentang jadwal remidi," ujar Gading sedikit mengelabui. Pasalnya ada beberapa murid sekelas Bunga yang menatapnya curiga.

"Eum ... iya, Pak." Bunga mengangguk pasrah. 

Gadis itu mengikuti langkah Gading hingga parkiran. Ada beberapa teman ceweknya yang men-cie-cie-kan mereka. Pasalnya Gading merupakan salah satu guru bujang favorit. Ada juga siswa cowok yang memandang tidak suka melihat Gading memboncengkan Bunga.

Gading tidak peduli. Lelaki itu memacu motor maticnya dengan lumayan cepat. Pandangannta lurus ke depan. Dia menghentikan motornya di pinggir danau.

Gading berjalan menuju bangku di pinggir danau. Lelaki itu duduk pada bangku kayu bercat putih tersebut. Di belakang, Bunga menyusul dengan ogah-ogahan.

"Mau ngomong apa sih, Pak?" tanya Bunga masih dengan berdiri.

Gading melirik gadis imut di sampingnya. "Duduk!"

Bunga menurut dengan bibir yang manyun. Anak itu duduk di ujung bangku. Lumayan agak renggang jarak keduanya.

"Saya sudah dengar semuanya," ujar Gading tanpa mau memandang wajah Bunga. Hatinya sudah cukup sakit. "Saya gak nyangka kamu bisa berbuat hal senakal itu, Nga," semprot Gading berusaha menahan emosi.

"Ini bukan kenakalan remaja lagi. Tapi ini sudah tindakan kriminal. Bisa-bisanya anak delapan belas tahun punya pikiran menjebak seorang pria demi sebuah taruhan," tutur Gading dengan kesal. "Kamu bahkan rela menjual kesucian hanya demi bisa masuk geng sekolah. Di mana otak kamu, Nga?" cecar Gading mulai kasar.

"Ma-maafkan saya, Pak." Bunga menunduk takut. Baru kali ini dia melihat wajah Gading sedingin itu.

"Kamu tahu? Gara-gara kelakuan kamu hubungan saya dengan ibu menjadi renggang."

"Maaf, Pak."

"Saya itu sudah anggep kamu seperti adik sendiri, Nga," ungkap Gading jujur. "Dan perlu kamu ketahui, saya dan Embak kamu sedang tahap penjajakan ke hubungan serius," ceplosnya tanpa bisa dicegah.

"Jadi beneran Bapak ada hubungan dengan Mbak Nona?" sahut Bunga lumayan terkesima mendengar pengakuan jujur dari Gading. 

"Hubungan kami bisa hancur gara-gara ulah tidak beradab kamu!" cerca Gading saking dongkolnya.

Bunga menunduk. "Maaf."

"Sekarang saya mau nanya," ujar Gading mulai sedikit melunak, "selain agar bisa masuk gengnya Elina, apa alasan lain yang mendorong kamu berbuat nekad seperti itu?" cecar Gading menyebut nama teman Bunga yang paling tajir itu.

Bunga menggigit bibirnya. "Alasan lainnya biar dapat iPhone 10 itu, Pak," akunya jujur.

"Itu saja?" tanya Gading tidak percaya.

"Iya." Bunga mengangguk takut.

"Hanya demi hape mahal kamu sampai menggadaikan keperawanan? Otak kamu di mana?"

"Ya habis gimana? Hape aku butut." Bunga merubah posisi menjadi menyamping, "minta dibelikan, ayah ibu pasti nggak ngijinin. Mereka kan pelit. Mbak Nona juga sama pelitnya dengan mereka," tuturnya terdengar merajuk.

"Astaghfirullah hal adzim, Bunga." Gading sampai harus mengusap dada mendengar alasan sepele dari Bunga.

Bunga menghadap Gading kembali. "Bapak gak usah stress mikirin saya. Saya gak papa kok. Dan saya juga berjanji, saya gak akan nyari Bapak kalo sampai terjadi apa-apa dengan saya."

Gading melongo.

Bunga sendiri memilih bangkit dari bangkunya. "Lagian kita cuma sekali melakukannya, mana bisa saya hamil," ujar Bunga terlihat percaya diri. "Oke ... saya pamit pulang, Pak."

Bunga berlalu meninggalkan Gading yang masih membisu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BESANAN DENGAN MANTAN   85. Hamil Bareng-bareng

    Apa?" Aku, Mas Arif, dan Nona serempak bertanya."Itu ... eee ... Bunga ... Bunga hamil lagi, Bu, Yah," jawab Gading sedikit ragu. "Sudah delapan minggu.""Owalah mau ngomong itu aja lama bener," ujarku sambil menggeleng heran."Habisnya aku malu, Bu," aku Bunga sedikit menunduk."Malu kenapa?" Lagi-lagi kami bertiga menyahut kompak."Ya itu ... Fawwaz belum juga berumur dua tahun, malah sudah hamil lagi," tutur Bunga terlihat bersalah."Wong hamil punya suami kok malu." Mas Arif menanggapi dengan santai. Pria itu menyerahkan cucunya pada sang ibu. Dia mulai menikmati sarapannya sendiri."Oh ya ... aku juga ada yang mau disampaikan nih," kata Nona tersenyum manis."Apa?" Kami semua menoleh padanya."Jadi gini ...." Nona membasahi bibirnya dengan lidah, "malam Rabu besok Mas Haris akan bawa orang tuanya buat silahturahmi ke sini," terangnya malu-malu."Mbak Nona mau dilamar?" tanya Bunga antusias.Nona hanya mengangguk dengan pipi yang merona."Kamu sudah yakin dengan calonmu?" tanya M

  • BESANAN DENGAN MANTAN   84. Kedatangan Anak-anak

    Tidak terasa sudah empat bulan aku menyandang status sebagai Nyonya Arifin. Menjadi pengantin baru di usia yang hampir mendekati setengah abad tidak pernah sekalipun aku membayangkannya. Kadang masih tidak percaya jika Mas Arif sudah menjadi imam dalam hidupku. Sosok yang pernah sangat berarti, lalu karena keadaan kami terpisah jarak dan yang cukup lama. Dua puluh delapan tahun sendiri.Mungkin inilah yang dinamakan jodoh tidak akan lari kemana. Kami pernah membina rumah tangga masing-masing. Lalu karena campur tangan Allah, kami bertemu lagi.Kadang geli sendiri. Mas Arif memang sudah berumur. Dua tahun lagi usianya genap lima puluh tahun. Empat bulan lebih tua dariku. Namun, kelakuannya mirip anak tujuh tahun. Manjaaaa ... sekali.Mas Arif tidak akan pernah mau mandi jika tidak mandi bersamaku. Setiap hari sebelum dapat ciuman hangat, anak muda zaman sekarang bilang morning kiss lelaki itu akan berangkat kerja. Sarapan pun enggan jika belum aku suapi.Geli dan lebay ... memang! Tapi

  • BESANAN DENGAN MANTAN   83. Jodoh Takkan Kemana

    Sesuai rencana, satu minggu kemudian Gading dan Bunga melangsungkan akad ulang mereka. Keduanya tampak berseri. Mereka mengenakan jas serta kebaya pengantin enam bulan lalu. Walau begitu Gading dan Bunga terlihat bahagia.Jika dulu Gading tampak begitu terpaksa, tidak dengan hari ini. Suaranya yang lirih dulu saat mengikrarkan janji kini terdengar lebih lantang. Bahkan dia melafalkan hanya dengan satu tarikan napas.Sayangnya acara bahagia ini tidak dihadiri oleh Nona. Anak itu baru menjalani masa kurungan selama satu bulan. Tentu saja dirinya tidak diizinkan untuk datang.Walau begitu kebahagiaan ini tidaklah berkurang. Bahkan kian bertambah karena usai ijab qobul Gading dan Bunga, Mas Arif mengajukan lamaran untukku di hadapan tamu. Khususnya Ibu serta keluarga aku."Mak Siti, njenengan tahu kalo saya sama Marini sudah saling suka dari waktu kecil," ujar Mas Arif tenang di hadapan keluargaku dan keluarganya."Yo, tahu," sahut Ibuku juga tidak kalah tenang, "kalian bahkan pernah mau

  • BESANAN DENGAN MANTAN   82. Nonton Bioskop

    Bibir Mas Arif masih mengembangkan senyum. Sementara matanya terus menatapku intens. Aku sampai risih dibuatnya."Sudah, Mas, jangan pandangi aku terus. Malu!" tegurku benar-benar jengah, "sudah dimakan itu pesanan kamu!"Mas Arif kian meringis. "Rin, tolong cubit lenganku," pintanya sembari menyodorkan tangan.Alisku bertaut. "Kok minta dicubit?""Enggak ... aku cuma mau memastikan bahwa ini tuh nyata, real. Kamu menerima pinangan aku."Kali ini aku yang tersenyum. "Sudah gak usah lebay gitu, Mas. Ingat kita ini pasangan kakek nenek lho, bukan anak muda lagi!" tuturku mencoba mengingatkan."Kata siapa kita sudah tua?" Mas Arif langsung menukas, "belum juga lima puluh tahun. Kata orang kita lagi di puncak kematangan hidup.""CK ... udah itu bakmine nanti dingin." Aku mengalihkan perhatian dengan menunjuk mangkok berisi bakmie kepunyaan Mas Arif.Mas Arif mulai membubuhkan saos. Setelah itu dia mengaduk makanan panjang itu dengan sumpit. Lelaki itu menyicipi kuahnya dengan sendok.Tiba

  • BESANAN DENGAN MANTAN   81. Bersedia

    Aku tersentak saat mendengar suara kondektur yang menyuruh penumpang turun di terminal daerah Ibu. Hebat! Tiga jam perjalanan aku sama sekali tidak mengantuk. Waktuku habis hanya untuk memikirkan Mas Arif.Turun dari bus aku langsung mencari tukang ojek. Begitu dapat kusuruh lelaki berhelm itu untuk mengantar ke TPU. Hanya butuh waktu sepuluh menit, aku sudah tiba di makam Bapak dan juga kakek.Bunga-bunga yang kubeli di toko tadi, kutaruh pada kedua makam tersebut. Usai memanjat doa dan menyiram air bunga, aku melangkah pergi. Tukang ojek masih menunggu.Pria itu mengantar aku hingga tiba di depan rumah Jani. Ketika aku membayar lebih, lelaki seumuran Pak Kus mengucapkan banyak terima kasih.Jani menyambut kedatanganku dengan senang. Wanita itu menyiapkan makan siang untukku. Kami makan siang bertiga Ibu. Anak-anak Jani dan suaminya belum ada yang pulang."Sebenarnya maksud kedatangan aku ke sini adalah ingin meminta saran dari kalian," ungkapku usai makan siang bersama."Kamu mau ce

  • BESANAN DENGAN MANTAN   80. Pencarian Jawaban

    "Mas, ini tuh--""Saya kasih kamu waktu untuk berpikir, Rin," sela Mas Arif segera, "silakan berpikir matang-matang agar nanti tidak ada penyesalan di kemudian hari," tuturnya terdengar bijak."Terima kasih banyak, Mas." Aku tersenyum senang."Ya sudah kalo sudah tidak ada lagi yang dibicarakan, saya pamit pulang saja," izin Mas Arif selanjutnya."Tapi, Yah, kita kan belum bahas rencana nikah ulang aku dan Mas Gading." Bunga langsung mencegah kepergian ayahnya."Lho bukannya nanti bareng sekalian sama nikahannya ayah dan Ibu Rini," sahut Mas Arif santai."Cieee!" Gading dan Galang sontak meledek. Membuat pipiku terasa hangat.Bunga tertawa. "Tapi kalo ayah ditolak lagi bagaimana?""Gak papa ... toh setidaknya ayah pernah berusaha keras mengejar cinta pertama ayah." Mas Arif menjawab dengan sok bijak."Cieee!" Lagi-lagi Gading dan Galang menanggapi dengan ledekan."Kalian berdua apa sih dari tadi cie-cie saja?" Aku menegur dengan sedikit gondok. Namun, baik Gading maupun Galang tetap s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status