Share

Chapter 2.

"Mah, dimana Fitri apa dia masih di kamarnya?" Arjuna yang baru pulang berteriak memanggil Hana dan menanyakan putrinya. 

"Iya kan Kamu sendiri yang mengunci dia di kamarnya gimana bisa dia keluar?" ujar Hana sembari meneruskan aktivitasnya menata menu makan malam.

Tanpa menghiraukan jawaban sang istri, Arjuna pergi begitu saja menaiki tangga menuju lantai atas tempat dimana kamar putrinya berada.

Cklekk..

Arjuna membuka pintu kamar Fitri, ia tersenyum senang mmelihat Fitri yang sedang fokus belajar.

"Nah begini dong sayang, belajar yang rajin jangan membuat papah marah terus!" Arjuna mengelus rambut panjang putrinya dengan lembut.

"Iya Pah, apa sekarang aku sudah boleh keluar?" Fitri bertanya penuh kehati-hatian, untung saja setelah bangun dari tidurnya ia menyadari kepulangan sang Papah hingga cepat-cepat beranjak menuju meja belajarnya. 

"Kamu selesaikan dulu belajarnya tunggu sepuluh menit lagi baru boleh keluar!"

"Hufhh, iya Pah." Fitri terpaksa memenuruti aturan Papahnya yang menurutnya sangat konyol.

Sepuluh menit berlalu sejak papahnya keluar, Fitri selalu melihat menit yang terus berganti pada benda yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Udah sepuluh menit nih berarti aku udah bisa keluar, semoga aja Papah nggak marah lagi." Fitri membereskan buku-bukunya sebelum keluar menemui papah dan mamahnya.

"Sayang, sini Nak kita makan bareng!"  Hana menarik kursi yang ada di sebelahnya.

"Mamah masak apa Mah?" Fitri menyapa mamahnya.

"Mamah masak makanan kesukaan kamu sayang," jawabnya sambil menunjuk sambal ijo ayam goreng favorit Fitri.

Hana mengambilkan nasi serta lauk untuk putrinya, sedangkan suaminya sudah lebih dulu makan dengan begitu lahap.

Setelah makan mereka bertiga berkumpul di ruang tamu, seperti kebiasaan keluarga pada umumnya.

"Fitri! Ingat, Papah tidak mengizinkan kamu terlalu dekat dengan laki-laki apalagi kalau sampai berpacaran sebelum kamu selesai sekolah. Jangan Sekali-kali kamu melanggar aturan ini!" Arjuna berbicara dengan tegas mmembuat Fitri menunduk takut.

"Kamu dengar tidak Papah ngomong apa?" Arjuna kembali bersuara membuat Fitri sedikit kaget mendengar suara bariton Arjuna. 

"I-iya Pah Fitri dengar kok," Fitri tidak berani menatap sang Papah, karena dia sadar sudah terlebih dahulu melanggar sebelum papahnya memberi peringatan.

"Jangan hanya di dengarkan saja, papah tidak mau kamu sampai membuat papah dan mamah kecewa!" Arjuna menatap tajam putrinya.

Topik demi topik mereka bahas, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam itu artinya Fitri harus masuk lagi ke kamarnya untuk belajar.

"Pah! Mah! Aku ke kamar dulu yah mau belajar." Fitri beranjak dari duduknya sebelum Papahnya memerintah.

"Kalau sudah belajarnya langsung tidur ya sayang!" ujar Hana sedikit berteriak karena putrinya sudah menjauh.

Setelah Fitri berlalu, kedua orang tua itu melanjutkan obrolannya yang sempat tertunda.

"MMah aku senang kalau Keysa belajar terus. Semoga saja aku tidak gagal mendidik putri kita," Arjuna bergumam pelan namun masih terdengar oleh istrinya.

"Iya Mas, aku juga senang tapi kalau mamah boleh kasih saran jangan terlalu di kekang kurang baik untuk mentalnya Mas." Hana berbicara lembut agar suaminya tidak marah.

"Ini memang sudah aturannya Mah, jangan khawatir dia pasti akan sukses seperti kakaknya jika menaati peraturan yang aku buat." Arjuna berkata dengan percaya diri.

"Tidur yuk Mas aku sudah ngantuk nih!" ajak Hana berniat menyudahi obrolan mereka karna pasti ujung-ujungnya akan berdebat jika diladenin.

Arjuna menyetujui ajakan sang istri karena memang dirinya begitu lelah malam ini. Keduanya lalu pergi ke kamar untuk beristirahat.

Sementara di kamarnya Fitri sedang melakukan video call dengan sang kekasih.

"Sayang jangan dimatiin terus! aku masih kangen tau sama kamu," ungkap Fitri bersikap manja.

"Aku udah ngantuk Fit, udahan dulu yah aku pengen tidur." Revan menunjukkan muka kesal karena Fitri enggan mematikan telponnya.

"Bentar lagi yah baru juga nelpon udah mau di tinggal lagi gimana sih?" Fitri kembali merajuk, jika sudah seperti ini tentu saja Revan akan menurutinya meskipun dengan hati yang dongkol.

Dua jam sudah berlalu namun panggilan video itu masih juga tersambung. Sepertinya Fitri tidak berniat mengakhirinya, sementara Revan yang sudah sangat mengantuk memilih untuk segera tidur tanpa menghiraukan rengekan Fitri.

"Sayang, kamu jangan tidur dulu dong aku belum selesai ceritanya." rengek Fitri.

Suara Fitri yang terus menerus memanggilnya membuat Revan tidak jadi memejamkan mata, terlihat ia mengambil kasar ponselnya yang sejak tadi ia sandarkan di atas meja kecil di samping ranjangnya.

"Apa lagi sih Fit? Kamu ini ya kayak udah nggak ada waktu lagi aja. Ini tuh udah malam aku mau tidur terserah kamu mau merajuk atau mau apa aku nggak peduli." Revan membentak Fitri sebelum memutus panggilan.

Fitri yang melihat wajah kekasihnya menghilang dari layar ponselnya hanya bisa tersenyum miris, air matanya jatuh satu persatu, hatinya sangat sakit saat orang yang di sayangnya tiba-tiba berkata kasar padanya.

Fitri tidak mengerti dengan prasaannya sendiri, entah mengapa ia masih bertahan menjalani hubungan dengan Revan yang menurutnya sudah sangat berubah satu tahun belakangan ini.

sempat berfikir untuk membuang prasaannya dan memilih menyerah, namun ajaibnya disaat itu juga Revan muncul dengan segala perlakuan manisnya yang langsung bisa membuat hati Fitri luluh kembali.

"Kenapa sikap kamu seperti ini? Apa karena kamu tahu aku sudah sangat mencintaimu hingga bisa sesuka hatimu memperlakukan aku." Fitri menangis terisak mengingat betapa dulu kekasihnya itu sangat memperjuangkan dirinya, ia yang sempat menolak cinta Revan akhirnya luluh melihat segala usaha yang dilakukan Revan untuk mendapatkan dirinya.

"Aku nggak akan memaafkan kamu kalau seandainya kamu bersikap seperti ini karena adanya orang ketiga diantara kita." Fitri terus meracau meluapkan emosinya.

Fitri tidak bisa berhenti memikirkan kekasihnya, berbagai prasangka kembali hadir melengkapi kesedihannya malam ini.

Sudah berulang kali Fitri berusaha memejamkan matanya namun tak juga bisa, dirinya semakin takut kehilangan.

Fitri sangat gelisah, ia kembali menekan tombol panggil pada nomor kekasihnya namun sayang nomor itu sudah tidak aktif lagi.

Fitri ingin bodoamat saja tapi lagi-lagi hati dan pikirannya tidak singkron. Hampir di setiap malam Fitri tidak bisa tidur karena terlalu memikirkan hubungannya dengan Revan.

Bukan sekali dua kali Fitri menangis di buatnya bahkan matanya selalu sembab saat pagi tiba membuat sang Mamah sering kali bertanya-tanya. Saat sudah lewat tengah malam barulah Fitri bisa memejamkan matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status