Share

Chapter 3.

Saat jam istrahat tiba, Fitri kembali menghubungi nomor kekasihnya namun belum juga aktif sejak pertengkaran kecil yang terjadi malam tadi.

"Sayang, kamu dimana sih?" batin Fitri bertanya-tanya, hatinya kembali risau. Di pikirannya saat ini terbayang sang kekasihnya sedang bersama orang lain, hatinya tidak siap jika memang itu menjadi kenyataan.

"Astagfirullah, semoga saja itu hanya pikiranku. Tolong jaga dia ya Allah aku nggak mau kehilangan lagi." Fitri berusaha menetralkan perasaannya yang semakin tidak kendali.

"Fit, lo ngapain sih diem disini pakek ngelamun lagi?" Layla menghampiri sahabatnya yang sedang duduk di bawah salah satu pohon yang ada di sekolahan, seperti itulah kkebiasaan Fitri jika sedang galau maka ia akan menyendiri untuk menenangkan pikirannya.

"Nggak ngapa-ngapain kok lagi pengen sendiri aja," jawab Fitri singkat sambil terus menimang ponselnya berharap ada notif pesan dari sang kekasih.

"Kenapa? Berantem lagi, gue bilang juga apa tuh cowok nggak bisa bahagiain lo." Layla semakin greget melihat sahabatnya yang terlalu bucin itu.

"Udah deh La lo nggak usah bikin pikiran gue makin ngacok, kalau lo kesini cuma buat jelek-jelekin pacar gue mending lo pergi deh!" Fitri menatap tidak suka pada Layla.

"Lo ngusir gue Fit? cuma gara-gara belain cowok yang suka nyakitin lo itu nggak habis pikir gue." Layla menatap seolah tidak percaya.

Fitri hanya diam tanpa suara, pikirannya kembali berkelana memikirkan ucapan sahabatnya. Hatinya terus bertanya apa mungkin kekasihnya itu tak akan pernah bisa membahagiakannya, apakah kekasihnya memang sebrengsek itu.

"Yaudah maaf kalau emang gue udah ganggu ketenangan lo," ujar Layla lalu pergi meninggalkan Fitri yang tak juga memberi respon.

Layla sebenarnya tidak ingin meninggalkan Keysa tetapi ia berusaha paham bahwa sahabatnya itu butuh waktu untuk sendiri.

Singkat waktu jam sekolah pun sudah berakhir dan semua siswa SMA Nusa segera pulang. 

Saat tiba di rumah Fitri kembali menghubungi kekasihnya, ia berniat untuk meminta maaf namun belum sempat menyampaikan kata maafnya ttapi Revan sudah mengomelinya dengan kata-kata yang membuat hati Fitri semakin terluka.

"Fit! berhenti berlagak kayak anak kecil gue muak liat sikap lo tau nggak? Jangan terlalu nurutin ego aku capek," ucap Revan di seberang telpon.

"Mas, kamu jangan marah dulu! Iya aku tau aku yang salah aku minta maaf yah," balas Fitri merendahkan intonasi suaranya.

"Ngomong maaf terus, aku nggak butuh maaf kamu yang aku butuhin itu kamu ngerti jangan cuma mentingin ego kamu sendiri paham?"

"Udah dong Mas kan aku udah minta maaf, kamu jangan kayak gini dong!" ucap Fitri berharap emosi kekasihnya itu mereda.

"Jangan kayak gini gimana, emang aku harus gimana menurut kamu?" jawab Revan masih dalam keadaan emosi.

"Mas, aku cuma mau kita baikan bukan malah tambah berantem kamu paham nggak sih?"

"Yaudah tinggal baikan, selesai kan nggak perlu pakek banyak drama," balas Revan ketus.

Fitri yang tadi berniat meminta maaf dan memperbaiki hubungannya kini malah ikutan tersulut emosi mendengar setiap kalimat yang Revan lontarkan.

"Kenapa sikap kamu berubah kayak gini Mas? Nggak bisakah hubungan kita sedikit bahagia kayak orang-orang yang berpacaran pada umumnya?" Fitri berkata dengan bibir yang bergetar.

"Oh jadi kamu nggak bahagia pacaran sama aku, kalau memang kamu sudah bosan yaudah cari aja cowok lain yang lebih baik dari aku dan pastinya bisa buat kamu bahagia." Revan semakin salah paham.

"Bukan begitu Mas aku cuma mau kita perbaiki apa yang salah bukan malah kamu nyuruh aku cari cowok lain," ucap Fitri sudah kehilangan akal untuk menjelaskan makna dari ucapannya yang membuat Revan semakin marah.

"Nggak usah dijelasin aku udah paham arah pembicaraan kamu, aku bukan anak kecil lagi."

"Iya Mas, kamu memang bukan anak kecil lagi tapi cara kamu itu yang membuatku menilaimu seperti anak kecil," batin Fitri.

"Kenapa kamu diam? Berusaha nyari alasan?Hahaha udahlah Fit mungkin memang kita ini udah nggak cocok makanya sering bertengkar," ujar Revan kembali membuat hati sang kekasih semakin sakit.

"Aku nggak mau ribut Mas, kalau kamu lagi sibuk ngomong aja baik-baik jangan kayak gini!" Fitri lagi-lagi menangis di buatnya.

"Sikap kamu itu yang bikin aku muak, kamu selalu banyak menuntut dan mentingin egomu sendiri." Revan tak mau mengalah.

"Aku cuma minta waktu kamu aja apa itu sulit? Aku nggak minta banyak Mas dan aku juga nggak minta uang kamu tapi kenapa kamu malah bilang aku banyak nuntut?" Fitri yang sudah terlanjur emosi balas berteriak membentak kekasihnya.

"Udahlah lebih baik kita akhiri saja hubungan ini dari pada kamu selalu merasa sakit hati." Revan mengakhiri panggilannya sebelum Fitri kembali menjawab.

"Tuhkan dimatiin lagi, kenapa sih selalu kayak gitu padahal aku cuma pengen ngebuat kamu ngerti kalau aku juga butuh kamu." Fitri berucap lirih sambil mengusap wajahnya.

Fitri kembali menghubungi nomor Revan tapi sudah sepuluh kali masih juga tak ada jawaban. Fitri bingung sifatnya yang mana yang membuat Revan tidak betah, karena yang ia tau dia hanya ingin menunjukkan perhatiannya itu saja tidak lebih.

"Sikapmu membuat aku bingung, aku yang nggak bisa memahami kamu atau memang kamu yang sudah bosan tapi nggak mau bilang," gumam Fitri menatap layar ponselnya.

"Aku udah nggak bisa lagi menghadapi sikap kamu Mas, aku capek kalau harus kayak gini terus." Fitri meletakkan ponselnya kasar lalu pergi keluar dari kamarnya menuju ruang makan, rasa lapar sudah menghampiri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status