Share

Namanya Nina

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2024-11-15 14:02:41

"Terima kasih!"

Amar baru selesai mendaftarkan nama Mita ke bagian informasi dan pendaftaran untuk selanjutnya mengikuti pemeriksaan yang dokter sudah sarankan. Lelaki itu, sebelum kembali menuju bilik ruangan Mita, menyempatkan diri untuk menemui putrinya yang tengah bersama sang adik di kantin rumah sakit.

Gadis kecil berusia lima tahun yang beberapa waktu lalu telah membuatnya panik dan khawatir, tampak duduk terdiam sembari menikmati makanan di depannya yang sepertinya tidak membuatnya tertarik.

"Kenapa tidak dihabiskan?"

Amar sudah berdiri di belakang sang putri ketika kemudian sikap terkejut bocah itu perlihatkan.

"Ayah!" Bocah dengan rambut dikuncir kuda itu seketika beranjak, lalu memeluk Amar.

"Ayah udah selesai? Apa Nina sudah boleh ketemu sama tante tadi?"

Di tengah nada suara bocah perempuan itu yang terdengar sedikit bergetar, Amar sigap berjongkok demi menyejajarkan tinggi badannya dengan sang putri.

"Nina sudah siap ketemu tante tadi? Enggak takut?"

Bocah bernama Nina itu menggeleng cepat. "Enggak. Nina enggak takut."

"Malu?"

"Sedikit."

Ada senyum yang tersungging di bibir Amar ketika melihat ekspresi putrinya yang terlihat gugup. Juga seorang gadis muda yang duduk di dekat mereka, ikut tersenyum demi melihat sikap keponakannya. Dia adalah Yola, adik Amar, yang menemani bocah itu selama sang kakak mengurus administrasi rumah sakit.

"Baiklah. Nina bisa ikut ayah sekarang. Tapi, enggak bisa lama karena tante harus menjalani pemeriksaan lanjutan."

Mendengar penjelasan Amar, Nina tiba-tiba menunduk.

"Kenapa?"

"Enggak. Nina cuma ...."

Bocah itu tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah kosakata yang dimiliki anak lima tahun itu yang belum banyak, atau memang ia sulit mengekspresikan perasaannya sekarang mengenai kecelakaan yang menimpa Mita, yang nyata disebabkan olehnya.

"Cuma ...?"

"Nina cuma kasihan sama tante. Pasti tante kesakitan, yah, Yah?"

Amar kembali tersenyum. Ia lalu mengusap kepala sang putri sebelum kemudian menjawab.

"Nina bisa lihat sendiri kondisi tante di dalam."

Nina mengangguk. Meski ekspresi-nya tidak seceria anak seusianya, tetapi bocah itu seperti ingin menunjukkan betapa ia ingin sekali menemui Mita yang masih terbaring di bilik ruangan UGD.

"Kalau gitu, ayo kita ke sana sekarang sebelum tantenya dibawa perawat!" ajak Amar seraya bangkit berdiri.

Tak lupa ia menggenggam tangan mungil putrinya, kemudian bicara pada adiknya, Yola.

"Kamu mau ikut? Atau tunggu di sini?"

"Tunggu di sini dulu aja, Mas. Enggak enak kayanya kalau terlalu banyak orang di dalam. Aku bisa nemuin perempuan itu nanti."

Amar mengangguk, setuju. Ia pun kemudian mengajak Nina untuk beranjak menuju bilik di mana Mita berada.

"Yah, gimana tantenya? Apa galak? Marah-marah enggak sama Ayah tadi?'

Di sepanjang langkah anak dan ayah itu, Nina sempat-sempatnya menanyakan sifat Mita yang sudah menjadi korban atas kesalahannya. Meski sejujurnya ia ketakutan sebab kecelakaan tadi, tapi ia yang sudah diajarkan orang tuanya agar menjadi anak dengan pribadi yang baik dan mandiri. Mencoba untuk menemui Mita meski tidak ada kewajiban bagi seorang anak kecil sepertinya yang belum bisa disalahkan atas insiden dari kelalaian seorang dewasa.

Jarak kantin rumah sakit dengan ruang UGD memang tidak terlalu jauh, membuat Amar dan Nina tiba dengan cepat sesaat sebelum tim medis membawa Mita ke ruangan lain.

"Ya kamu jangan lembek juga, Ta. Kalau ada apa-apa sama badan kamu, laki-laki itu harus tanggung jawab."

Sebelum Amar masuk ke bilik Mita, sesaat ia terdiam demi mendengar percakapan yang terjadi di dalam.

Sontak ia menatap Nina yang tiba-tiba saja menggenggam tangannya erat.

Amar kemudian tersenyum, mencoba menangkan putrinya itu. Mengusap lembut tangan Nina sebelum kemudian ia mendengar jawaban yang ia tahu suara Mita.

"Siapa yang lembek? Kamu sendiri lihat, orang itu tanggung jawab loh sampai mau urus ke bagian administrasi segala," ucap Mita.

"Lagian, tanpa laki-laki itu tanggung jawab pun, aku juga bisa sendiri," lanjut Mita dengan suara lebih pelan dan lirih.

"Mita ...."

"Ya ... walau memang kondisi lalu lintas tadi lagi hijau, terus anak itu yang tiba-tiba nyelonong nyeberang. Tapi, aku juga salah kok. Aku kurang fokus waktu nyetir tadi. Jadi, kejadian ini enggak seratus persen kesalahan anak itu."

"Ya ampun, Ta. Mas Danu lagi?"

Tak ada lagi sahutan. Setelah pertanyaan Ranti tentang seseorang bernama Danu, tak ada balasan suara dari Mita setelahnya. Hingga beberapa detik kemudian suasana di dalam bilik masih hening, akhirnya Amar memutuskan untuk masuk.

"Permisi!" sapa Amar dari luar bilik.

"Ya."

Amar menyingkap tirai pelan, lalu berjalan masuk sembari mengajak Nina bersama.

"Maaf mengganggu. Kenalkan ini putri saya. Dia memaksa ingin menemui Mbak Mita."

Mita yang posisinya sudah setengah terbangun, menatap Nina dengan mata bersinar.

"Hai! Namanya siapa, Cantik?" Mita menyapa lebih dulu. Keramahan dan sikap tulusnya membuat Nina perlahan mendekat.

Tangannya terulur ketika Mita mengulurkan tangannya lebih dulu meski sedikit kesusahan.

"Nama Tante, Mita. Kamu?"

"Nina, Tante."

"Ah, Nina. Nama yang cantik, secantik orangnya."

Senyum tipis mulai hadir di bibir Nina saat mendengar Mita memujinya.

"Umur kamu berapa, Sayang?"

"Lima tahun."

"Sudah sekolah?"

"Sudah."

Jawaban singkat Nina berikan ketika Mita terus bertanya padanya.

"Nina sudah sekolah di taman kanak-kanak." Kali ini Amar yang menjelaskan.

Seketika Mita dan Ranti menengok ke arah lelaki itu.

"Tante, maafin Nina, yah?"

Tiba-tiba di saat belum ada obrolan lain, bocah itu berkata lebih dulu. Sontak Mita dan semua orang yang ada di dalam bilik itu menengok padanya.

"Maaf karena sudah bikin Tante sakit." Lagi, Nina melanjutkan permintaan maafnya.

Bocah itu mungkin belum mengerti apa kesalahannya meski sudah dijelaskan. Tapi demi melihat kecelakaan di depan matanya tadi, juga ekspresi ayahnya yang cemas, panik, juga agak membentak Yola, membuat Nina merasa jika kecelakaan ini adalah karenanya.

"Enggak, Sayang. Kamu enggak salah kok!" Mita langsung merespon. Tapi, ketika ia mendapat sentuhan halus dari Ranti, juga tatapan tak setuju Amar, membuatnya kembali berkata.

"Ya ... lain kali kamu sudah harus belajar tentang kondisi lalu lintas di mana kamu seharusnya belum boleh berkeliaran sendiri di jalan raya seperti tadi."

"Ayah sudah kasih tahu Nina sesudah Tante dibawa ke sini. Tante Yola juga padahal udah pernah kasih tahu Nina sebelumnya. Tapi, Nina nakal karena lupa sama semua yang sudah Tante Yola dan ibu guru ajarin."

Mita tidak tahu harus berkata apa. Anak lima tahun seperti Nina, bagaimana bisa mengerti dan langsung tanggap atas kesalahannya.

"Ya, bagus kalau Nina sudah tahu apa kesalahan Nina. Tapi, lain kali kamu enggak boleh lagi jalan sendirian kaya tadi, yah? Apalagi di jalan raya yang banyak kendaraan. Bahaya, Sayang."

"Sebenarnya Nina sama adik saya. Cuma Nina lagi ngambek karena bukan saya yang antar dia ke sekolah." Amar kembali menyambar dan mencoba menjelaskan, membuat dua wanita dewasa di dekatnya menoleh.

"Adik saya yang salah karena sudah lalai menjaga Nina sehingga Mbak Mita harus mengalami insiden tidak menyenangkan seperti ini. Sekali lagi, saya sebagai wakil dari Nina juga adik saya, Yola, meminta maaf kepada Mbak Mita atas kecelakaan yang sudah menimpa Mbak Mita."

"Eh, Anda sudah menyampaikan permintaan maaf tadi," sahut Mita canggung.

Namun, Amar justru tersenyum saat menyadari jika apa yang Mita katakan benar. Tapi karena sudah membuat orang lain celaka, membuatnya merasa terus menerus merasa bersalah.

"Oh iya, Mbak Mita dan Mbak Ranti ...." Amar menatap Mita, lalu Ranti bergantian, "Kalian tidak perlu khawatir, semua biaya rumah sakit akan jadi tanggung jawab saya. Saya tidak akan lari dari situasi ini sampai tim medis memastikan bahwa Mbak Mita dalam keadaan baik dan sehat."

Lelaki itu menatap Mita dan Ranti sungguh-sungguh, membuat dua wanita itu tersenyum canggung seolah menyadari jika obrolan keduanya tadi yang mungkin sudah lelaki itu dengar.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bahagia Setelah Dimadu   Malam Pertama

    Proses ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski sudah dua kali menikah, Danu tetap merasa gugup ketika acara hendak dimulai. Tapi, sang penghulu membuat suasana hatinya jauh lebih baik sebab kepandaiannya mencairkan suasana. Nisa dihadirkan setelah Danu mengucap ijab kabul. Gadis itu muncul bersama Mita mengenakan kebaya berwarna pink yang cantik, secantik wajahnya. Beberapa orang yang belum mengenal Nisa, tampak terpesona dengan kecantikan gadis itu yang tampak alami. Ya, Nisa meminta pada penata riaknya untuk tidak mendadaninya dengan riasan yang tebal. "Natural saja, tapi bagus."Alhasil, beginilah penampakan Nisa sekarang. Mampu membuat semua orang terpana dengan kecantikannya yang khas dan alami. "Orang kaya yang enggak banyak tingkah. Danu beruntung." Amar berkata pelan kepada istrinya. Mita tersenyum mendengar ucapan Amar. Ia setuju dengan pujian suaminya itu. "Aku pikir keduanya beruntung," balas Mita memilih tak memihak. "Setuju.""Kamu tidak cemburu atau iri 'kan, Mas

  • Bahagia Setelah Dimadu   Jeda Cerita

    Sebelum saya melanjutkan bab terakhir kisah Danu dan Nisa, izinkan saya mempromosikan cerita terbaru yang berjudul PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN. Saya berharap kalian suka dan membaca cerita tersebut yang akan saya update di bulan Februari besok. Cerita ini masih ber-genre romantis. Mengisahkan dua insan manusia yaitu Shania dan Alex yang menikah bukan atas dasar cinta.Bagaimana kisah keduanya? Tentu kalian harus membacanya dari awal sampai akhir supaya tidak penasaran. Untuk itu, saya beri kalian spoiler di bab awal, ya. Untuk bab selanjutnya kalian bisa buka cerita PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN di baris paling bawah. Selamat membaca. Happy reading! BAB 1.Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang

  • Bahagia Setelah Dimadu   Menuju Janji Suci

    Namun, ide dan saran Danu justru diterima dengan sangat baik oleh Rendy dan istrinya. Kedua orang tua Nisa dengan serta merta setuju dan langsung mem-booking aula hotel miliknya di tanggal yang Danu minta. "Kalian ini kenapa sih? Kok bisa-bisanya kompak untuk urusan beginian," ucap Nisa saat Danu menyampaikan keinginannya tersebut. Nisa mungkin hanya protes di mulut, karena pada kenyataannya, ia pun merasa bahagia karena akan segera melepas masa lajangnya. Ia dan Danu akan menikah dengan acara yang ayahnya buat begitu mewah. "Kamu anak Ayah dan ibu satu-satunya. Tidak mungkin kalau kami membuat pesta sederhana dengan keluarga dan kolega kita yang begitu banyak.""Lagipula, Ayah ingin semua orang tahu bahwa putri Ayah yang cantik ini sudah ada pemiliknya. Seorang laki-laki pemberani yang bisa menaklukan hati putri Ayah yang sangat terjaga ini. Danu bukan seorang lelaki pengecut yang tidak mampu menghadapi aral dan masalah."Ucapan sang ayah membuat Nisa terdiam. 'Apakah ayah sudah t

  • Bahagia Setelah Dimadu   Memajukan Tanggal

    "Jadi, Mas Danu yakin kalau dia tidak akan mengganggu kita lagi?" tanya Nisa setelah mendengar penuturan Danu tentang pertemuannya dengan Selena. "Semoga saja begitu. Aku tidak mau berkata yakin sebab wanita itu bisa saja melakukan hal di luar nalarnya. Tapi, aku cukup memberinya penjelasan tentang sesuatu.""Penjelasan apa?""Bukan penjelasan. Tapi, lebih ke ancaman mungkin." Danu terkekeh. "Mas Danu ngancam apa?""Aku cuma bilang, jangan macam-macam dengan hubunganku sekarang. Karena calon mertuaku bukanlah keluarga sembarangan. Mereka bisa melakukan apa saja jika ada yang berani mengusik anaknya.""Kamu bilang begitu?" Nisa menatap tak percaya. "Ya." Danu terkekeh. Dipandangnya Nisa yang malah menggeleng karena ceritanya. "Kamu ini ada-ada saja.""Memanfaatkan kekayaan keluargamu aku pikir akan berhasil. Setidaknya, ia langsung bungkam ketika aku bicara begitu.""Haha. Kamu percaya diri sekali.""Aku kenal Selena. Dia memang bukan perempuan lemah lembut seperti Mita. Tapi, aku

  • Bahagia Setelah Dimadu   Saling Menjelaskan

    Danu sudah parkir di depan gerbang rumah Nisa setelah pertemuannya dengan Selena berakhir dengan keributan. Perempuan itu jelas tidak terima dengan keputusan yang diambilnya. "Dia bukan anakku. Seharusnya kamu meminta pertanggung jawaban lelaki itu, dan bukan malah mengganggu bahkan menemui aku seperti ini.""Dia pergi meninggalkan aku, Danu.""Apa bedanya dengan kamu yang pergi meninggalkan aku dengan dalih balas dendam. Padahal saat itu aku tidak tahu menahu tentang hubungan gelapmu dengan lelaki itu. Bahkan, aku juga menyangka bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku.""Aku minta maaf, Danu.""Aku sudah memaafkan kamu, Selena. Tapi, aku tidak bisa kembali denganmu. Apalagi setelah semua yang kamu lakukan.""Kamu yang lebih dulu menyakiti aku!" teriak Selena di tengah taman yang sepi. Tak banyak orang yang ada di sana, kecuali ia dan Danu juga beberapa pasangan muda mudi lain yang menempati titik berbeda. "Ya, kalau begitu kita impas bukan?""Benar. Kita impas. Jadi,

  • Bahagia Setelah Dimadu   Penjelasan

    Nisa sudah akan beranjak meninggalkan Danu dan Noah, tapi tiba-tiba Danu bersuara. "Aku pikir bukan kamu yang seharusnya pergi. Tapi, aku."Nisa menoleh. "Bukannya tadi kamu mau bertanya sama dia? Kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Nisa ketus. "Awalnya, iya. Tapi, buat apa aku bicara pada laki-laki pecundang yang bahkan kisah masa lalunya sudah tidak memiliki harapan lagi," ucap Danu yang kemudian berbalik untuk menuju ke mobilnya. Nisa tidak menghentikan langkah lelaki itu. Ia memilih diam sampai mobil milik Danu berlalu meninggalkannya dan Noah. Sekarang hanya tinggal ia dan Noah. Laki-laki itu tampak senang karena bisa berbicara berdua saja dengan sang mantan kekasih. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Nisa masih tidak bergeming di posisinya. Di tempat lain Danu yang sudah meninggalkan area gedung, melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meninggalkan Nisa yang saat ini tengah berbicara dengan Noah, membuat dadanya sesak menahan kesal. Saat dirinya masih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status