Share

5. Keresahan di Atas Seprai

Author: Moyayi
last update Last Updated: 2025-07-23 20:33:24

Soraya merasa tidak nyaman dengan kemeja yang dia kenakan. Bukan hanya tentang asal kemeja dari Elan, si pria asing, tapi karena dia merasa tel4nj4ng dengan kemeja saja tanpa celana. Dia menatap ke sekeliling, tapi dia tidak menemukan kopernya. 

‘Mungkin di luar,’ batin Soraya yang segera bangun dari tidurannya dan segera melangkah keluar kamar. Dia membuka pintu dengan kasar, kemudian merasa bersalah.

Di sofa, dengan lampu kecil di atas nakas, Elan pura-pura tidur. Dia berusaha mengabaikan Soraya karena tidak yakin dengan dirinya sendiri. Kejadian di kamar tadi saja, sudah hampir membuatnya goyah.

Keinginan Elan gagal, Soraya berdiri di hadapannya dan langsung menarik lengan Elan yang tadi melipat di wajah, untuk menutup mata. Otomatis kedua mata Elan terbuka dan dadanya berdenyut, melihat Soraya berdiri sangat dekat dengan dirinya. 

Posisinya tidak tepat. Sofa yang tingginya sepaha Soraya dan Elan yang rebah, membuat paha mulus Soraya terpampang sangat jelas–putih, mulus, berkilau. Ada yang berdesir di dada, campuran tak karuan antara keterkejutan, kehangatan, dan godaan yang dibungkus kelembutan. 

Soraya menyadari arah mata pria itu yang terpaku, liar tapi terkekang, persis pada pahanya yang tak tertutup sepenuhnya oleh kemeja dan ia merasakannya, seperti aliran listrik yang menjalari kulitnya. 

Dengan gerakan kaku, Soraya menarik-narik ujung kemejanya. Tapi tatapan mata Elan tak berpaling, seperti sengaja terus menatap paha Soraya. 

“Cabul!” bentak Soraya.

Elan menaikkan kelopak matanya, menatap tenang Soraya yang jelas masih salah tingkah.

“Ada di depan mata, kenapa gak boleh dinikmati?” tanya santai Elan.

Soraya gemas, tangannya terangkat dan bersiap menampar Elan. Tapi, alih-alih mendarat di tempat yang benar, pergelangan tangan Soraya justru ditangkap dan ditarik. Otomatis itu membuat pertahanan Soraya goyah. Tubuhnya limbung, jatuh di atas tubuh Elan. 

Kedua mata Soraya membelalak panik, beradu dengan mata tenang Elan. Tangan Soraya tertahan di dada Elan. Tanpa dia sadari, kemeja yang longgar, dengan posisinya yang seperti itu, membuat kemeja longgarnya menggantung di bagian kerah. 

Bulir mata Elan turun ke bagian dada. Dia bisa melihat gundukan ranum yang menggantung di dada Soraya. Tidak terlalu besar juga tidak kecil. Elan sudah melihat sebelumnya, tapi yang aneh, saat mengganti pakaian Soraya, dan melihat kemulusan tubuh Soraya, tubuhnya tidak bereaksi. Kenapa sekarang justru aneh.

Soraya merasakan sesuatu yang keras di bawah pinggulnya. Sangat terasa sekali, mendesak tepat di bagian intimnya. Masih ada pembatas, namun tetap saja terasa panas sekaligus memalukan.

Soraya menatap Elan dengan wajah bersemu. Kaget Soraya mendapati arah mata Elan yang tertuju pada bukit kembarnya. 

“Brengsek!” Soraya cepat-cepat bangun, mengatur napasnya, dan memutar tubuhnya agar bisa meredakan panas yang mulai menjalari tubuhnya.

Elan bersyukur dengan itu, karena dia bisa mengatur napas juga dan bangun duduk. Tiba-tiba Soraya membalik tubuhnya dengan wajah sangar.

“Cabul! Sekolahin itu barangmu!” Setelah melontarkan kemarahannya, Soraya berjalan menuju ke kamarnya dan masuk kamar dengan bantingan pintu yang keras.

Elan menunduk menatap senjatanya yang masih terlindungi celana training panjang. 

“Kenapa baru sekarang bangun? Dasar cabul,” maki Elan lirih pada senjata pribadinya dengan senyum nakal

Sementara itu, di tempat lain, di dalam kamar apartemen Tania, terjadi pergumulan asmara.

“Aaa … aahhh …,” pekik tertahan Tania.

Kepala Tania mendongak, tubuhnya yang tadi merebah, sedikit melekuk naik di bagian pinggang. Suara pekikkan yang sama keluar dari bibir Raka yang berada di atas tubuh Tania. Pinggul Raka bergerak perlahan maju mundur di antara kedua kaki Tania yang terbuka. Desahan napas keduanya saling beradu dengan sesekali ciuman yang saling berpagut.

Tania menatap Raka dengan senyuman yang menggoda. “Siapa yang kamu pikirkan?”

Tania bertanya dengan suara yang serak. Raka tersenyum. Tangannya bergerak ke bawah, menjalari paha tel4njang Tania, meremas pelan. Memberikan jejak panas yang membuat Tania semakin menggeliat.

“Selalu kamu, Sayang,” jawab Raka yang kembali menunduk dan melumat ganas bibir Tania. Ciuman yang tidak buru-buru.

Tania menaik turunkan pinggulnya dengan gerakan cepat. Raka mengatur napasnya untuk mengimbangi hasrat panas Tania. Dia tidak mau kalah. Hanya saja, permainan pinggul Tania tidak pernah gagal membuat Raka menggila.

Gerakan keduanya mulai tidak beraturan. Dari atas, Raka terus mendesak, menusuk dengan tekanan. Dari bawah, Tania memainkan pinggulnya dengan erotis. Sampai keduanya merasakan ledakan di bagian bawah. Tania mempercepat gerakan pinggulnya, Raka memeluk perempuan itu erat-erat.

“Raka …!” pekik Tania yang kepalanya bersembunyi di leher Raka.

“Sama-sama, Sayang.” Raka menggerakkan pinggulnya dengan hentakan keras.

Suara erangan dari masing-masing dan pelukan erat menjadi penanda kalau yang ditahan sejak tadi menjadi kenikmatan tak terhingga saat dikeluarkan.

Perlahan-lahan, Raka bergulir ke samping. Raka merentangkan tangannya, begitu kepala Tania merebah di atas tangannya, Raka langsung memeluk erat.

Di atas seprai putih yang kusut dan selimut yang ada di ujung kaki, dua tubuh berbaring lelah, mengatur napas. Raka terus membelai kepala atau lengan atas Tania yang lembab, sedangkan Tania merabai dada Raka dengan gerakan jari-jemarinya.

“Aku iri dengan Soraya,” ucap lirih Tania.

“Jangan bahas dia sekarang,” ucap Raka tidak nyaman. Dia melepaskan napas kesal dan menggeliat.

Tania mengangkat kepalanya agar Raka bisa bangun. Tania pun ikut bangun duduk, mengamati tubuh Raka yang polos, mencari celananya.

“Kenapa? Kamu merasa bersalah?” Tania bertanya sinis. Dia pun beringsut ke tepi tempat tidur, mengambil baju tidur seksinya di  lantai.

Raka berjalan ke pintu geser yang mengarah ke balkon. Dia perlu merokok dan udara segar. Raka mengisap kuat rokoknya lalu mengembuskannya dengan kasar. Tania membuka kulkas mini, mengeluarkan dua botol bir dingin. Setelah membuka botolnya, dia menghampiri Raka, memberikan satu botol  padanya. Tania duduk di kursi balkon, diikuti Raka.

“Kalau kamu dibayang-bayangi rasa bersalah, kita sudahi saja hubungan ini,” ucapa Tania dingin. 

“Kamu omong apa, sih?” tanya Raka kesal. “Jangan bicara aneh-aneh. Baru juga enak-enak.”

“Tapi, aku sakit hati kalau sikap kamu seperti ini.”

“Ini gak ada hubungannya dengan kita.” bentak Raka. Dia mematikan rokoknya di asbak dan meminum birnya seperti minum air biasa.

Tania memilih diam dan menunggu. Kali ini, Tania yang menyalakan rokok untuk dirinya sendiri.

“Soraya kabur.”

Seketika Tania tersedak oleh asap rokoknya sendiri. “Kabur?Maksudnya gimana sih, ini?” 

“Tadi siang, penjaga rumah bilang kalau dia keluar naik taksi online,” jelas Raka.

“Dan orang tuamu tidak mencegah atau apa gitu?”

“Mereka tidak ada.”

Tania mendesis dongkol. Dia membuang muka ke arah lain hanya agar bisa memaki tanpa suara. 

“Ya, udah, sih. Palingan dia pergi ke mana, gitu, buat nenangin diri. Bentar juga balik,” ucap santai Tania.

“Masalahnya dia gak pernah pakai taksi online! Dan kalau dia kembali ke rumah orang tuanya, buat apa dia bawa koper segala. Itu kan bencana namanya. Orang tuanya pasti nanya-nanya kenapa bawa koper. Proyek milyaranku, bisa gagal!”

“Apa orang tuanya sudah nelpon kamu?”

“Itu yang bikin aneh. Orang tuanya gak nelpon.” Raka menyisir kasar rambutnya. Wajahnya terlihat khawatir. “Aku takut ayahnya berdiskusi dengan Om Bambang. Kamu tau kan gimana Om Bambang sangat sayang sama Soraya? Dan Om Bambang bisa aja lenyapin orang tanpa jejak kalau itu menyangkut Soraya.”

Tania menggigit bibir bawahnya dengan panik. Om Bambang adalah adik ayahnya Soraya. Pria berbadan gempal berotot, memiliki usaha yang bergerak di bidang keamanan, baik itu fisik atau pun virtual. Anak buahnya banyak, ada yang terdata tapi lebih banyak yang tidak terdata alias ninja, begitu Soraya menyebutnya.

Tania memegang tangan Raka dan bertanya, “Kamu sudah telpon Soraya?”

“Sudah.”

“Trus gimana?” tanya Tania dengan kedua bola mata membulat penasaran.

“Dia tidak angkat teleponku, sama sekali. Tidak juga balas WA-ku.”

“Ya udah, tenang….” Tania menepuk lembut punggung tangan Raka. “Besok, aku akan ke rumah Soraya. Dia pasti tidak akan menolakku. Aku akan merendahkan diri demi kamu. Aku akan meminta maaf dan memintanya kembali ke kamu.”

Raka menatap Tania dengan sendu. Dipeluknya erat Tania. 

“Terima kasih, Sayang. Kamu selalu banyak berkorban dan mengalah demi aku,” ucap Raka setengah berbisik.

“Apa pun untukmu, Sayang.”

“Sebenarnya…, aku tidak peduli dia pulang atau tidak.” Raka melepaskan pelukannya dan menatap serius Tania. “Aku butuh koper kuning yang dibawa dia pergi dari rumah. Koper kuning itu harus kembali kepadaku.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Istri: Tuan CEO Melindungiku   5. Keresahan di Atas Seprai

    Soraya merasa tidak nyaman dengan kemeja yang dia kenakan. Bukan hanya tentang asal kemeja dari Elan, si pria asing, tapi karena dia merasa tel4nj4ng dengan kemeja saja tanpa celana. Dia menatap ke sekeliling, tapi dia tidak menemukan kopernya. ‘Mungkin di luar,’ batin Soraya yang segera bangun dari tidurannya dan segera melangkah keluar kamar. Dia membuka pintu dengan kasar, kemudian merasa bersalah.Di sofa, dengan lampu kecil di atas nakas, Elan pura-pura tidur. Dia berusaha mengabaikan Soraya karena tidak yakin dengan dirinya sendiri. Kejadian di kamar tadi saja, sudah hampir membuatnya goyah.Keinginan Elan gagal, Soraya berdiri di hadapannya dan langsung menarik lengan Elan yang tadi melipat di wajah, untuk menutup mata. Otomatis kedua mata Elan terbuka dan dadanya berdenyut, melihat Soraya berdiri sangat dekat dengan dirinya. Posisinya tidak tepat. Sofa yang tingginya sepaha Soraya dan Elan yang rebah, membuat paha mulus Soraya terpampang sangat jelas–putih, mulus, berkilau.

  • Balas Dendam Istri: Tuan CEO Melindungiku   4. Memikirkan Yang Kabur

    Wajah Soraya sangat dekat dengan wajah Elan. Napas keduanya saling bertemu membaur hangat. Soraya merasakan dada kirinya tertekan. Itu hangat. Soraya tahu itu apa tanpa perlu memeriksa. Secepat kilat tangan kirinya terangkat dan langsung menjambak Elan dengan kuat.“Ah! Aduh!” Elan mengaduh. Jambakan Soraya begitu kuat sampai kepala Elan menunduk dalam.“Cabul! Mesum! Pemerkosa! Lepaskan tanganmu! Lepas! Menjijikkan! Sampah!” teriak marah Soraya dengan sebulir air mata yang mengalir di pipi.Wajah Elan sudah merah karena sakit marah. Tanpa banyak pertimbangan, Elan melepaskan tangannya.Dan untuk kedua kalinya tubuh Soraya oleng. Bahkan kali ini dipastikan Soraya akan jatuh terjerembab di lantai marmer yang sangat keras. Bagai gerakan lambat di film-film, kedua tangan Soraya terulur menggapai-gapai. Kedua mata bulatnya semakin membulat, menatap Elan.Elan sendiri berada pada tepian dilematis; membantu atau mengabaikan. Jika dibantu, dia akan menghadapi hinaan yang semakin dalam, jika

  • Balas Dendam Istri: Tuan CEO Melindungiku   3. Kemeja dan Kesalahpahaman

    Soraya membuka sedikit kelopak matanya dan meringis karena cahaya masuk tiba-tiba. Tubuhnya terasa sakit. Perlahan, retina Soraya bisa beradaptasi dengan cahaya. Mimpi buruknya amat kelam.Waktu Soraya jatuh sakit, Raka–suaminya membawanya ke rumah sakit. Pernikahannya sudah berjalan 8 bulan, tapi belum ada tanda-tanda kehamilan. Padahal orang-orang terdekatnya, bisa hamil setelah sebulan atau dua bulan menikah. Ucapan maaf yang dikemudian hari disesali Soraya, karena seharusnya dia tidak perlu begitu. Hamil atau tidak, bukanlah salahnya.“Sebenarnya kamu bisa hamil apa enggak, sih?” teriak Ibu mertuanya kala itu. Membuatnya kini membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal karena mimpi yang membawa emosi. Untuk sesaat, Soraya tidak tahu keberadaannya. Kedua matanya berputar-putar liar menatap langit-langit kamar yang asing.Soraya langsung bangun dan seketika diserang sengatan kecil di dalam kepala. Dia mengaduh, menunduk, memijat kening dengan wajah meringis. Setelah agak baikan

  • Balas Dendam Istri: Tuan CEO Melindungiku   2. Handuk Kecil Untuk Air Mata

    Sebelum hari ini terjadi, Soraya berbicara panjang dengan Tania, seorang yang menjadi dekat karena kebersamaan sejak di bangku sekolah SMA. Hingga beberapa hari itu, Soraya masih menganggapnya sahabat spesial.Tania menyorongkan ponsel Soraya yang bagian layarnya memampangkan foto dirinya dengan Raka, suami Soraya.“Memangnya, apa yang kamu lihat dari foto itu?” tanya Tania sangat santai. Bahkan kemudian dia mengiris steak-nya dan memasukkan ke dalam mulut, sembari menantang tatapan mata Soraya.Di foto itu, Tania duduk di pangkuan Raka, mengalungkan tangan dengan manja di leher Raka, dan merapatkan pipinya ke pipi Raka. Mungkin itu wajar bagi sebagian orang–meskipun harusnya itu tidak wajar mengingat status masing-masing–tapi itu menjadi sangat tidak wajar karena foto itu dilakukan di sofa yang ada di apartemen Tania.“Kamu nanya?,” tanya Soraya. “Kamu sama suamiku intim,”Tania tersenyum kecil, “Apanya yang selingkuh? Intim? Aku berpakaian, suamimu berpakaian, dan kami berfoto. Ti

  • Balas Dendam Istri: Tuan CEO Melindungiku   1. Kenangan dan Kepergian

    “Kamu gila, Raya!” Raka Aditya membentak marah Soraya. Suami istri itu ribut di ruang santai yang sekaligus ruang makan. Keduanya berdiri saling berhadap-hadapan, tapi tidak berdekatan, membuat masing-masing bicara dengan nada tinggi. “Kamu benar-benar sudah gila! Cemburumu keterlaluan! Gak ngotak!” lanjut Raka. Tangan Soraya menggenggam ponsel dengan sangat kuat hingga bergetar. Air mata sudah membayang di pelupuk mata. “Kamu berselingkuh, Raka. Kamu ….” “CUKUP!” Bentakan dengan suara menggelegar, memutus kalimat Soraya. Itu keluar dari Daksa, ayah mertua Soraya. Pria yang tubuhnya gempal, berdiri dari duduknya dan keluar menatap Soraya dengan marah. “Hei, Soraya! Kamu gak liat, aku lagi makan? Sopanlah! Gak tau diri!” Napas Soraya tergencat di tenggorokan. Bukan dirinya yang membawa keributan keluar dari kamar, suaminyalah yang begitu, dan sekarang dengan tenang Raka duduk di salah satu kursi makan, membiarkan Soraya kena amuk. “Tiap hari ribut! Kamu pikir di rumah ini,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status