Ponselku berdering ketika aku masih bersama dengan Kinan. Sebuah panggilan masuk dari Lidia. Aku tahu jika saat ini dia sedang merasa sangat bersalah padaku. Namun walaupun begitu, aku tetap merasa kesal dan kecewa padanya. "Siapa, Lis?" tanya Kinan setelah kulihat ponselku."Lidia," jawabku.Kinan hanya menatapku. Dia pasti bingung dengan keadaan saat ini. Harus bersikap bagaimana. Tidak mungkin dia akan membuatku tambah membenci Lidia."Mungkin Lidia punya alasan menyembunyikan ini semua darimu, Lis," ujar Kinan."Apapun itu alasannya dia tetap sudah menghianatiku, Nan. Sebagai sahabat dia seharusnya memberitahuku saat dia tahu kebrengsekan mas Riko. Tapi ini? Dia malah ikut merahasiakannya dariku," jawabku yang masih merasa kecewa dengan Lidia.Kinan akhirnya diam. Dia pasti juga berpikiran sama denganku.Telepon dari Lidia kuhiraukan membuatnya kemudian mengirim pesan untukku.(Maafkan aku, Lis. Aku punya alasan soal ini semua. Aku bisa menjelaskannya padamu.) Entah apapun itu
Hari ini aku melihat suamiku berselingkuh dengan temanku sendiri. Rasa kecewa, marah, sedih bercampur jadi satu. Marah dengan mas Radit dan juga sangat kecewa dengan Intan, temanku. Aku bingung harus bagaimana saat ini? Di satu sisi aku masih membutuhkan mas Radit sebagai ayah dari Lalita, anakku. Namun di isisi lain, kemarahan dan kekecewaan ini menyuruhku untuk berpisah darinya.Sedih memang, namun aku harus terus meneruskan hidup. Bagaimanapun jiga dunia tetaplah berputar. Aku menghubungi dua sahabat baikku untuk bercerita serta untuk mengeluarkan unek-unek di dalam hati. Aku akan merasa sedikit lega jika berbagi cerita dengan sahabat-sahabatku. Pasti mereka punya solusi untuk masalahku ini.Pertama aku menelepon Lisa untuk ku ajak bertemu. Namun saat itu dia bilang tidak bisa datang karena salonnya sangat ramai dan tidak bisa ditinggal. Aku sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan Lisa. Memang aku belum menceritakan duduk permasalahannya. Namun kenapa dia tidak mau bertemu
"Tolong bilang sama Lidia jika aku tidak di sini ya, Bik," ucapku selanjutnya."Tapi sepertinya non Lidia tahu jika Non Lisa ada di sini," jelas bik Inah."Temui dulu, Sayang. Siapa tahu Lidia memang punya alasan akan semua ini," sahut mama."Iya, Sayang. Siapa tahu Lidia bisa membantumu untuk mengumpulkan bukti perselingkuhan Riko," sambung papa yang sekarang sudah mulai percaya denganku."Tapi, Ma?""Sudah lah, Sayang. Tidak ada salahnya kamu mendengarkan alasan Lidia terlebih dahulu. Bukankah selama ini kalian sudah bersahabat dengan baik? Mama yakin Lidia pasti punya alasan kuat tidak memberitahumu. Tapi mama yakin setelah ini dia pasti akan membantumu untuk mendapatkan bukti soal Riko dan istri sirinya," tambah mama."Iya, Lis. Paling tidak dia juga bisa menjadi saksi atas pernikahan Riko," tambah papa. Dengan desakan papa dan mama akhirnya akupun mau menemui Lidia. Papa dan mama benar, Lidia pasti akan membantuku setelah ini jika dia merasa bersalah padaku. Dengan begitu akan l
Hari itu juga Lidia mengajakku untuk kembali ke rumah Ria. Kita akan mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya. "Bagaimana jika Ria tidak mau bercerita pada kita, Lid?" tanyaku di dalam perjalanan."Kamu tenang aja, Lis. Dia mantan pegawaiku. Dia pasti akan menjawab dengan jujur apa saja yang kutanyakan nanti. Dia orang yang jujur kok," jawab Lidia yakin.Aku merasa sedikit lega mendengar perkataan Lidia. Jika Ria bicara sejujurnya pada kita itu akan menjadi bukti yang kuat untukku menjatuhkan mas Riko dan keluarganya.Setengah jam kemudian kita pun sampai di rumah Ria. Pintu rumahnya tertutup sehingga membuat kita harus mengetuknya.Tok...tok...tok... Lidia mengetuk pintu rumah Ria. Tak berapa lama seorang perempuan terdengar membuka pintu. Namun sebelum pintu terbuka Lidia menyuruhku untuk bersembunyi terlebih dahulu agar Ria tidak merasa kaget dengan kedatanganku."Bu Lidia?" sapa Ria yang belum melihatku. "Iya," jawab Lidia."Ada apa lagi bu Lidia kemari? Apa ada sesuatu yang te
Hampir satu jam lebih kita berbincang dengan Ria. Banyak bukti-bukti baru yang kudapatkan dari ceritanya.Aku bahkan tidak menyangka jika mas Riko tega memperkosa Ria. Dia benar-benar sangat berbeda dari mas Riko yang kukenal. Mas Riko yang penyayang, mas Riko yang penuh kasih. Dari cerita yang disampaikan Ria, mas Riko telah berubah menjadi sebuah monster bagiku."Maaf sebelummya, Ria. Bukan maksudku untuk membuatmu teringat kembali akan anakmu yang telah tiada, namun ada sesuatu yang ingin kutanyakan juga padamu soal ini. Kenapa mas Riko dan Ibunya meninggalkanmu sendirian hari itu setelah mengetahui jika anakmu tidak selamat?" tanyaku."Dari mana bu Lisa tahu akan hal itu?" tanya Ria."Dari Kinan, sahabatku yang bekerja di rumah sakit juga," jelasku."Jadi dokter Kinan adalah teman bu Lisa juga? Sama seperti bu Lidia?" tanya Ria.Aku mengangguk. Ria kemudian melanjutkan perkataannya."Pantas saja mas Riko melarangku untuk konsultasi dengan dokter Kinan hari itu. Dia berkata jika do
Hari ini aku dan Lidia akan pergi ke rumah Ria. Seperti yang kita katakan kemarin pada Ria, kita akan membawa dia pergi dari rumah itu. "Aku langsung ke sana aja ya, Lis. Kamu naik taksi nggak papa kan? Kita ketemu di sana," ujar Lidia melalui sambungan telepon."Iya oke. Aku lagi siap-siap nih," jawabku."Ya sudah. Sampai ketemu di sana ya," kata Lidia sebelum kemudian mengakhiri panggilannya.Aku memesan taksi online setelah itu. Memang lebih baik kita berangkat sendiri-sendiri dulu mengingat rumah kita yang berbeda arah dari rumah Ria.Taksi online pesananku langsung datang beberapa menit kemudian. Aku segera berangkat menuju rumah Ria.Setengah jam kemudian aku sampai di depan gang rumah Ria. Kulihat mobil Lidia sudah terparkir di luar gang sempit rumah Ria."Terimakasih, Pak. Ini uangnya," ucapku seraya memberikan uang lembar seratus ribuan pada pak sopir."Kembaliaannya, Mbak?""Buat bapak saja," jawabku seraya turun dari taksi.Aku segera berjalan menuju rumah Ria. Namun dari
Mendengar jika Ria disekap oleh mas Riko membuatku semakin membenci laki-laki yang secara hukum dan agama masih sah menjadi suamiku. Dia benar-benar sudah bukan mas Riko suami yang kukenal selama ini melainkan monster."Mau kemana, Lis?" tanya Lidia saat melihatku hendak turun dari mobilnya."Aku mau menemui mas Riko. Aku akan bertanya langsung padanya tentang keberadaan Ria," ucapku."Jangan gegabah. Riko tidak akan mau memberitahumu soal keberadaan Ria. Apalagi kamu berkata jujur jika kamu mengetahui bahwa Ria di sekap oleh Riko," tutur Lidia. "Aku sangat emosi, Lid. Aku benar-benar sangat marah pada mas Riko sekarang," sambungku."Sabar. Jangan buat situasi semakin sulit. Jika Riko sampai tahu kita sudah mengetahui soal kejahatannya kali ini, dia pasti akan memindahkan Ria ke tempat lain. Aku tahu betul jalan pikiran orang seperti Riko," tambah Lidia.Aku dan Lidia pun akhirnya memutuskan untuk tetap menunggu mas Riko keluar dari rumah Ibu."Kita harus menyusun rencana agar Riko t
"Siapa yang pingsan, Lisa?" tanya mama saat melihatku dan Lidia datang."Nanti Lisa ceritakan, Ma. Lisa bawa dia ke kamar dulu ya," jawabku sambil terus membawa Ria ke kamar.Mama lalu meminta tolong bik Inah untuk membantuku dan Lidia membawa Ria menuju kamar."Tolong ambilkan minyak kayu putih, Bik," suruh Lidia."Baik, Non," jawab bik Inah yang kemudian langsung beranjak.Mama juga ikut masuk dam melihat keadaan Ria. Mama tidak banyak bertanya soal Ria. Dia pasti menungguku menjelaskannya.Setelah di olesi minyak kayu di putih di bagian bawah hidungnya, Ria pun akhirnya sadarkan diri."Di mana saya sekarang?" tanya Ria yang terlihat kebingungan."Tenang, Ria. Kamu di tempat yang aman," jawab Lidia."Tolong buatkan teh manis, Bik," pintaku pada bik Inah. "Baik, Non," jawab bik Inah. Dia lalu pergi ke dapur dan membuatkan teh manis untuk Ria.Setelah teh manis di minum oleh Ria, mama lalu memberikan isyarat padaku untuk keluar dari kamar. Dia pasti ingin bertanya soal Ria. Siapa dia