Share

Balikan Sama Mantan Istriku
Balikan Sama Mantan Istriku
Penulis: Ghostriz

BAB 1 – Diceraikan Karena Miskin

Sore itu, Alan mengendarai motor bebeknya pulang dengan senyum lebar sembari membawa sebuah tote bag di gantungan motor yang berisi burger McD kesukaan istrinya. Ia mendapatkan itu semua dari salah seorang pelanggan yang memakai jasa ojek online-nya.

“Terimakasih, mas. Ini satu bungkus lagi untuk mas saja. Saya sengaja beli dua untuk diberi ke drivernya satu,” kata pelanggan wanita bernama Weni itu. Ia baru saja memesan jasa antar makanan online dan memesan dua paket makanan dari McD melalui Alan.

“Wah! Yang benar, Kak? Terimakasih ya, kebetulan istri saya suka sekali burger McD, tapi setelah menikah dengan Saya dia belum pernah memakan ini lagi,” jawab Alan dengan senyum lebarnya, membuat Weni membulatkan matanya takjub mengetahui pria setampan Alan yang terlihat masih muda ternyata sudah menikah.

“Alhamdulillah, Mas. Kalau begitu salam ya Mas untuk istrinya. Saya jadi ikut senang dengarnya.”

“Iya Kak, nanti saya sampaikan. Saya permisi dulu ya, Kak.”

“Iya, Mas. Hati-hati di jalan.”

Alan berharap bahwa Riana akan kembali tersenyum setelah memakan burger McD kesukaannya itu.

Dalam perjalanannya, awan gelap mulai memenuhi langit kota Kota Pekanbaru sebagai penanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Alan mempercepat laju motornya  agar tiba di rumah sebelum hujan turun. Ia takut bahwa burger, ice cream, dan minuman mahal di tote bag akan rusak jika terkena hujan.

Jujur saja, dengan pendapatannya saat ini ia tidak akan mampu membeli makanan-makanan itu yang memang ditargetkan untuk para kalangan atas. Namun mengingat Riana adalah salah seorang putri dari keluarga Jacky yang terkenal sebagai keluarga terkaya nomor dua di Kota Pekanbaru, tentu saja wanita itu dulunya sering berkunjung dan menikmati beberapa hidangan di sana dengan rutin setiap ia menyelesaikan kuliahnya.

Setelah memasuki kawasan rumah yang ada di pinggir kota, dengan jarak tempuh empat puluh lima menit jika mengendari sepeda motor. Alan kini tiba di depan sebuah rumah kayu yang terlihat tidak terawat dengan eksterior yang mulai keropos. Ia memarkirkan motornya di teras rumah sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Masih dengan senyum lebarnya Alan mulai memanggil istrinya dengan penuh semangat.

“Sayang, aku pulang membawa burger kesukaanmu! Salah satu pelangganku memberi ini sebagai tip—“ Alan tertegun di tempatnya ketika membuka pintu kamar dan ia tidak menemukan istrinya di dalam. ‘Kemana dia?’ batinnya dengan gusar.

“Riana? Kau di mana, sayang?” Alan kembali menelusuri seisi rumah yang tidak terlalu besar itu. Ia mencoba mencari keberadaan istrinya namun nihil. Riana tidak ada di manapun di dalam rumah itu.

Rasa panik menjalari hati dan pikiran Alan mengingat bahwa istrinya itu tidak dalam kondsi baik pasca mengalami keguguran satu bulan lalu. Ia terlihat sangat terpukul hingga selalu menangis menyalahkan dirinya sendiri. Tak jarang Alan juga melihat bahwa tatapan Riana begitu kosong kala memandangi beberapa perlengkapan bayi yang telah mereka beli sedikit demi sedikit untuk menyambut kehadiran anak pertama mereka. Namun, itu semua menjadi barang rongsokan karena tidak dapat digunakan.

Alan mengeluarkan ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi istrinya. Namun, nomornya tidak aktif dan itu membuat perasaan Alan memburuk.

“Please, Riana. Kumohon jangan melakukan hal nekad.” Alan yang diliputi perasaan cemas buru-buru berlari ke luar rumah setelah menaruh tote bag di atas meja makan dan menggedor setiap pintu rumah yang ada di sekitarnya.

 Ia pergi menanyakan kepada setiap orang yang membuka pintu mengenai keberadaan Riana atau adakah yang melihatnya karena ia tidak dapat menemukan Riana di dalam rumah.

“Permisi bu, apakah Ibu ada melihat Riana hari ini?” tanyanya pada seorang ibu paruh baya yang sedang menyapu teras rumahnya. Rumah itu berjarak tiga rumah dari rumahnya.

“Oh, Alan! Tidak, Ibu tidak melihat Riana hari ini. Seharian ini Ibu sibuk membereskan rumah jadi belum ada keluar rumah dari tadi.”

“Oh, begitu. Baik, bu. Terimakasih.”

Lima dari enam rumah yang membuka pintu menjawab tidak melihat Riana seharian itu karena mereka sibuk bekerja ataupun berdiam diri di rumah. Namun, jawaban penghuni lainnya membuat Alan terkejut.

“Aku melihat Riana pergi dengan sebuah mobil audy berwarna putih di depan rumahmu pukul tiga siang tadi. Saat itu aku sedang membuang sampah dan tidak sengaja melihat Riana masuk ke mobil itu dengan membawa sebuah koper.”

“Mobil Audi?” Alan terdiam sejenak, pupilnya membesar menyadari siapa yang memiliki mobil itu. “Terimakasih Pak untuk infonya!”

Alan kembali berlari ke dalam rumah dan memeriksa beberapa hal. Ia masuk ke kamar dan membuka lemari pakaian mereka. Benar saja, sebagian besar baju-baju Riana beserta kopernya tidak ada di dalam lemari.

Ia mencoba melihat-lihat barang Riana lainnya namun ia baru sadar bahwa tidak banyak barang yang dimiliki oleh gadis itu karena ia tidak pernah membelikannya. Bahkan gadis itu malah menjual beberapa barang bawaannya dulu untuk menutupi kehidupan sehari-hari mereka. Tapi, gadis itu tidak pernah mengeluh sebelumnya.

Pandangan Alan tertuju pada secarik kertas yang terlipat di atas meja rias. Ia lalu mengambil kertas itu, membuka, dan membacanya dalam diam.

Alan, Ayo bercerai. Aku tidak sanggup hidup miskin selamanya bersamamu. Sebelumnya aku bertahan karena ada bayi kita di dalam perutku, namun setelah ia pergi, kurasa tidak ada gunanya  untuk bertahan hidup dengan pria miskin sepertimu. Aku lelah dan ingin menikmati masa mudaku dengan berfoya-foya. Jadi, kuharap kau menandatangani surat cerai yang akan kukirimkan besok. Terimakasih untuk pengalaman hidup miskinnya, berkatmu aku jadi tahu bahwa hidup miskin itu melelahkan.

Salam,

Adriana Jacky.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status