Afkar melirik Gael dan bertanya dengan nada datar, "Kenapa kamu bilang begitu?"Gael menatap Afkar dengan kilatan tajam di matanya dan menjawab, "Hari itu di rumah sakit, pria bernama Mateo yang ada di sisimu adalah penjual pil ini, bukan? Dan Mateo adalah anggotamu, bukan begitu, Pak Afkar? Pak Afkar nggak akan menyangkalnya, 'kan?"Sebelum Afkar sempat menjawab, pria tua sombong yang duduk di samping Gael, melambaikan tangannya dengan ekspresi tidak sabar. "Gael, nggak usah belit-belit!"Pria itu kemudian memandang Afkar dengan wajah penuh keyakinan dan menunjukkan sedikit aura menekan. "Anak muda, kita nggak perlu buang waktu untuk basa-basi. Berikan resep dan metode pembuatan Pil Rejuvenasi ini. Keluarga Samoa akan membelinya!"Pria ini Bernama Gustav. Dia adalah seorang alkemis di Keluarga Samoa. Selain itu, dia adalah seorang ahli tingkat grandmaster. Statusnya di Keluarga Samoa sangat tinggi, setara dengan kedudukan tetua keluarga dan selalu dihormati orang.Karena alasan itulah
Keluarga Samoa memiliki banyak ahli dan fondasi kekuatan yang mendalam. Anggota mereka sudah terbiasa bersikap arogan karena mengandalkan kekuatan keluarga. Saat ini, setelah merasa direndahkan oleh Afkar, Gustav dan Gael langsung diliputi kemarahan."Kamu masih berani minta giok spiritual?" Gustav tertawa dingin sambil menatap Afkar.Tubuhnya tiba-tiba bergerak dan berkelebat di depan Afkar, menghalangi jalan keluarnya. Matanya penuh dengan niat buruk saat dia berkata, "Anak Muda, kalau kamu nggak serahkan resep pil itu hari ini, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini!"Gael juga melangkah ke belakang Afkar, diam-diam menutup semua kemungkinan jalan keluarnya. Afkar menatap keduanya dengan dingin, lalu bertanya, "Maksud kalian apa? Mau menahanku secara paksa?"Namun, Afkar tidak takut. Dia melangkah maju lagi sambil menghardik dengan tegas, "Pergi dari hadapanku!"Tindakannya membuat Gustav langsung murka. "Bocah, kamu cari mati!" Dia berteriak sambil mengerahkan tenaganya dan melu
Afkar mengucapkan persyaratan itu dengan angkuh. Hanya dengan berdiri di hadapan mereka, tubuhnya memancarkan aura yang sangat kuat.Gustav menyeka noda darah di sudut bibirnya dan menatap Afkar dengan ngeri. "Anak muda, siapa kamu sebenarnya? Siapa gurumu? Dari keluarga atau sekte mana kamu ini?"Gustav hanya bisa mengira bahwa Afkar berasal dari keluarga seni bela diri kuno yang kuat atau sekte besar! Bagaimana mungkin bisa muncul seorang ahli bela diri tingkat pembentukan fondasi seperti Afkar di masyarakat biasa?Mendengar pernyataan itu, tebersit kilatan aneh di mata Afkar.Guru? Dia mana punya guru? Apalagi keluarga atau sekte.Namun, pertanyaan Gustav itu membuat Afkar mendapatkan ide.Dengan kekuatan yang dimilikinya saat ini, Afkar tahu bahwa dia masih belum bisa sepenuhnya bersaing dengan Keluarga Samoa. Afkar juga tidak ingin bermusuhan langsung dengan mereka untuk saat ini.Bagaimanapun, dia belum cukup kuat, dan orang-orang di sekitarnya masih menjadi kelemahannya. Menamba
Mengenai kedua anggota Keluarga Samoa yang terluka, Afkar tidak terlalu khawatir. Tentu saja, bukan karena dia benar-benar merasa dirinya bisa menggertak mereka, tetapi karena memiliki kepercayaan diri lain di dalam hatinya.Seperti kata pepatah, dunia dipenuhi oleh orang-orang yang mencari keuntungan. Seperti para agen besar farmasi yang sebelumnya bekerja sama dengan Fajar, hanya karena Afkar meluncurkan obat baru dan mereka melihat potensi dari Afkar, mereka akhirnya bekerja sama dengannya.Kali ini juga sama! Selama dia bisa memberikan keuntungan yang cukup besar bagi Keluarga Samoa, mereka tentu tidak akan mempermasalahkan insiden hari ini, bahkan mungkin mereka akan duduk bersama dan berbicara dengannya dengan baik-baik.....Di King's Brew."Pak Wira!""Pak Wira sudah datang!"Para karyawan di departemen penjualan langsung menyapa Wira dengan nada menyanjung saat melihatnya datang.Wira mengangguk dengan gaya yang sangat berwibawa, lalu menatap Wulan. "Wulan, gimana pekerjaan se
"Pak Arwan? Pak Arwan yang mana?" Wira termangu sejenak, lalu segera menyadari sesuatu, "Jangan-jangan yang dari Keluarga Sanjaya itu?"Keluarga Sanjaya adalah salah satu dari empat keluarga besar di ibu kota provinsi. Di Provinsi Jimbo, mereka memiliki pengaruh yang besar.Sementara itu, keluarga mereka, Keluarga Widjaja, hanya keluarga kelas dua di Kota Nubes. Mereka berada di bawah perlindungan Keluarga Sanjaya selama ini.Tentu saja, bagi Keluarga Sanjaya, Keluarga Widjaja tak ada bedanya dengan bawahan kecil mereka. Selama ini, segala urusan bisnis yang mereka jalani hanya melibatkan orang-orang di sekitar Keluarga Sanjaya."Benar, Pak Arwan dari Keluarga Sanjaya di ibu kota provinsi! Dia putra sulung Keluarga Sanjaya! Biasanya kita nggak punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan anggota inti keluarga mereka. Kali ini adalah kesempatan besar!""Kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan membangun hubungan dengan Pak Arwan, masa depan kita akan semakin terjamin!" ujar Den
"Afkar, aku ibu Wulan! Kamu masih ingat, 'kan?"Afkar tertegun sejenak, lalu buru-buru membalas, "Bibi? Ingat! Tentu saja aku masih ingat! Ada apa, Bibi?"Meskipun Sumi sebelumnya sempat terlihat agak materialistis, Afkar tetap berbicara dengan sopan karena dia adalah ibu Wulan.Sumi ragu sejenak, lalu bertanya dengan nada hati-hati, "Afkar, apa Wulan sedang bersamamu?""Hah?" Afkar keheranan untuk sesaat, lalu menyahut dengan gugup, "Nggak ada, Bibi! Hari ini aku sama sekali nggak bertemu Wulan.""Ke mana Wulan pergi ya? Biasanya jam segini dia sudah pulang. Dia nggak pernah pulang terlalu malam. Tadi aku pikir dia sama kamu! Teleponnya nggak bisa dihubungi lagi. Apa mungkin terjadi sesuatu padanya?"Nada bicara Sumi menjadi semakin khawatir."Nggak bisa dihubungi ya?" Afkar mengernyit, hatinya juga mulai merasa cemas."Ya! Kamu tahu sendiri kondisi kesehatanku sebelumnya kurang baik, jadi semua pekerjaan rumah dikerjakan Wulan. Setelah pulang kerja, dia selalu langsung pulang. Kalaup
Wira terdiam sejenak, lalu bertanya dengan ragu, "Afkar?""Ya, ini aku! Bukankah kamu bilang mau beli lagi kalau aku punya lebih banyak Pil Rejuvenasi?" tanya Afkar.Mendengar ini, Wira ragu sejenak, lalu menjawab dengan asal, "Malam ini aku sibuk! Nggak sempat, lain kali saja. Nanti aku beli dengan harga tinggi!"Setelah berkata demikian, dia langsung memutuskan panggilan.Denny yang duduk di sebelah langsung bertanya, "Nak, siapa itu?"Mata Wira menyiratkan kecurigaan saat dia menjawab, "Teman lama Wulan. Waktu itu ...." Dia pun menceritakan kejadian sebelumnya kepada ayahnya.Setelah selesai bercerita, Wira mendengus dingin. "Aneh sekali! Kenapa nggak menghubungiku dari tadi atau besok? Kenapa malah sekarang? Kebetulan sekali, 'kan? Aku nggak peduli padanya deh!"Denny mengangguk. "Teman lama Wulan? Huh!"Dia menunjukkan tatapan puas kepada anaknya, "Kamu melakukan hal yang benar! Memang patut dicurigai. Lebih baik berhati-hati dan tunggu sampai besok saja."Di sisi lain, Afkar mena
Orang ini merupakan seorang ahli tingkat eksplisit tahap akhir. Setelah diselamatkan oleh Denny, dia mengabdikan diri untuknya, khususnya membantu mereka melakukan pekerjaan kotor.Seperti menculik orang, bagi Scorpion, ini sudah seperti pekerjaan rutin yang mudah dilakukan!"Wira, seleramu memang bagus. Hahaha ...." Denny tertawa sinis."Tentu saja! Gimana, Ayah? Kalau kita kasih gadis ini kepada Pak Arwan, dia pasti puas, 'kan?" Wira menyeringai."Puas! Pasti puas! Mana ada pria yang bisa menolak wanita secantik ini! Luar biasa ...," sahut Denny sambil tersenyum lebar.Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Arwan. Karena akan datang ke Kota Nubes, Arwan sebelumnya telah menghubungi Denny dan meminta bantuannya untuk mengatur tempat tinggal.Makanya, Denny merasa inilah kesempatan emasnya untuk mendekati tokoh inti Keluarga Sanjaya. Dengan segala cara, dia akan berusaha menyenangkan Arwan agar dapat meraih dukungan darinya."Pak Arwan, sudah sampai mana? Aku sudah meny
Mungkin dari buku harian ini, Felicia bisa lebih memahami pria itu? Mungkin di dalam sini, ada semua jawaban yang selama ini ingin Felicia ketahui?Sambil berpikir demikian, Felicia pun menekan rasa bersalahnya karena telah membaca buku harian orang lain. Dia mulai membuka lembaran-lembaran buku harian milik ibu mertuanya.Seiring halaman demi halaman dibuka, ekspresi di wajah presdir cantik itu terus berubah. Perubahannya bahkan sangat nyata. Ada keterkejutan, kesedihan yang mendalam, kemarahan ....Entah sudah berapa lama Felicia membaca. Ketika akhirnya dia sampai pada halaman terakhir, ekspresinya langsung menegang. Tiga kata merah menyala yang terpampang, begitu menusuk mata.[ Keluarga Rajendra Kuno! ]Tiga kata itu ditulis menggunakan warna merah yang membuat hati terasa tidak tenang, seolah-olah mengandung kebencian dan niat membunuh yang sangat kuat.Sepasang mata indah Felicia mulai berkabut dan air matanya mulai menggenang. Dia memaki, "Afkar, dasar bajingan! Sebenarnya ...
Ini adalah hari Sabtu. Pagi ini, TK mengadakan acara sekolah berupa kegiatan orang tua dan anak. Sebenarnya Shafa ingin agar Afkar dan Felicia ikut menemaninya, tetapi Felicia berkata bahwa pagi ini dia harus bertemu dengan klien di kantor.Shafa tak punya pilihan lain. Dia hanya bisa mengikuti Afkar dengan ekspresi kecewa dan bibir cemberut. Sebagai ayah, Afkar hanya bisa diam-diam tersenyum pahit. Dia mengeluh dalam hati bahwa kedekatan Shafa dengan Felicia sudah hampir menyaingi kedekatannya sendiri.Namun, yang tidak diketahui oleh Afkar dan Shafa adalah setelah pergi sebentar ke kantor pada pagi itu, Felicia justru kembali lagi ke Vila Emperor.Pada saat ini, Felicia sedang berdiri di depan kamar Afkar. Wajah cantiknya sedikit memerah. Itu membuat penampilannya terlihat sangat menawan. Sayangnya, tak ada seorang pun yang bisa menyaksikan kecantikan itu sekarang. Sosok presdir cantik yang biasanya terlihat berwibawa dan berkelas, kini terlihat seperti sedang mengendap-endap ....Fe
Gauri mengangguk ringan, lalu langsung berjalan menuju rumah Erlin bersama orang-orang yang dibawanya.Begitu masuk, terlihat Erlin sedang duduk di halaman sambil asyik bermain dengan burung kenari di dalam sangkar. Wajahnya terlihat santai, seolah-olah menikmati hari dengan tenang.Hanya saja saat melihat menantu sulungnya datang, ekspresi wajah Erlin langsung berubah menjadi muram dan penuh kebencian. Dia bertanya dengan nada dingin, "Untuk apa kamu datang ke sini?"Gauri menatap ke arah Erlin, lalu tersenyum "ramah". Dia berbicara dengan nada seolah-olah penuh perhatian, "Bu, ayo kita pergi. Aku sudah siapkan kamar VIP untuk Ibu di Pusat Rehabilitasi Mental. Mulai sekarang, itu akan jadi tempat tinggal Ibu yang baru."Sambil berbicara, Gauri melemparkan selembar kertas ke hadapan Erlin sembari tertawa dingin. Ekspresi Erlin langsung berubah drastis saat melihat kertas itu. Sebab, itu adalah hasil diagnosis "gangguan delusi berat".Erlin sontak berseru marah, "Gauri, apa ... apa maks
Erlin benar-benar ketakutan. Baru saat inilah dia sadar bahwa Afkar ... memang benar-benar bisa mencabut nyawanya.Berkat hubungannya dengan Harun, selama ini Erlin mengira bahwa Afkar pasti akan selalu menyisakan ruang dan tidak bertindak terlalu jauh.Namun setelah melihat jasad Renhad terbujur kaku sekarang, barulah Erlin menyadari betapa seriusnya situasi ini. Afkar memang tidak akan membunuhnya dengan tangan sendiri, tetapi dia bisa mengutus orang lain untuk menghabisinya.Terlihat jelas bahwa Erlin yang seumur hidupnya begitu berkuasa di Keluarga Safira, kini benar-benar panik dan ketakutan. Dia buru-buru memohon pada Afkar dengan suara gugup dan tergesa-gesa, seolah-olah nyawanya akan melayang kalau bicara terlalu lambat.Erlin tahu bahwa hanya dengan satu pandangan dari Afkar, Kelam pasti akan mencabut nyawanya tanpa ragu.Afkar tertawa dingin, lalu menjawab dengan nada datar, "Hehe .... Kalau begitu, uruslah semuanya."Sebenarnya, Afkar sendiri tidak punya ketertarikan apa pun
Dengan ekspresi penuh duka dan ketakutan, Viola menatap ayahnya yang barusan masih hidup dengan baik dan kini sudah terbujur kaku. Kemudian dalam sekejap, tatapan itu berubah menjadi penuh kebencian dan dendam yang tertuju ke arah Afkar.Namun kali ini, meski mulutnya sempat terbuka, Viola menahan semua kata yang hendak diucapkannya. Sebab, dia ... takut mati.Untuk pertama kalinya, selain rasa benci mendalam yang Viola miliki terhadap Afkar, dia tiba-tiba merasa momen ini justru membuatnya jauh lebih ketakutan."Ka ... kamu bunuh Renhad! Afkar, kamu suruh orang membunuh pamanmu sendiri!" seru Erlin dengan wajah pucat ketakutan sambil menunjuk Afkar.Namun, Afkar malah menjawab dengan tenang, "Aku nggak melakukan apa-apa kok, cuma meramal dari wajahnya saja. Yang bunuh dia itu Organisasi NC. Apa hubungannya denganku? Bukan cuma dia. Nanti kalau semua orang di Keluarga Safira mati di tangan Organisasi NC, itu juga bukan salahku, 'kan?"Usai berbicara, Afkar melirik ke arah Kelam sambil
Dengan ekspresi muram, Erlin berbicara dengan nada dingin, "Memangnya apa yang aku katakan salah? Buatmu ini cuma masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan satu kalimat, tapi kamu malah minta semua saham yang ada di tanganku sebagai imbalan!""Afkar, jangan terlalu serakah jadi orang! Setengah dari saham itu bisa kuberikan padamu. Itu sudah batas maksimal yang bisa kuterima sekarang!" lanjut Erlin.Mendengar ucapan ini, mata Afkar langsung sedikit menyipit. Kata-kata itu membuat ekspresi Gauri dan Harun yang berada di samping juga langsung berubah. Mereka jelas-jelas terlihat marah.Gauri menatap sinis ke arah Erlin, lalu membentak, "Tua Bangka, kamu masih tahu malu nggak sih? Afkar bisa menyelesaikan semuanya cuma dengan satu kalimat, itu karena dia memang mampu!"Saat itu juga, Renhad tiba-tiba memutar bola matanya. Dia ikut melangkah ke depan, lalu memasang ekspresi marah dan berkata pada Gauri dengan nada menuduh, "Kak Gauri, jangan bicara seenaknya. Kalau memang masalah ini beg
Sudah ... selesai begitu saja? Ketua Umum Organisasi NC yang barusan terlihat garang dan seperti hendak melenyapkan seluruh Keluarga Safira, sekarang tiba-tiba berubah menjadi penurut di depan Afkar bak seekor anjing yang jinak?Situasi genting yang bahkan nyawa banyak orang pun tidak cukup untuk membalikkan keadaan, kini langsung beres semua ... hanya karena satu kalimat dari Afkar?Erlin sontak tertegun. Ekspresi kehilangan akal dan histeris yang tadi masih terpampang di wajahnya, kini sudah membeku.Tadinya, Erlin sudah siap untuk mati bersama Afkar. Bahkan, sikapnya tadi seperti orang yang benar-benar kehilangan akal. Dia meluapkan kebencian mendalamnya terhadap Afkar, seperti anjing gila yang menggonggong sekeras-kerasnya sebelum ajal.Namun setelah berteriak cukup lama untuk meluapkan emosinya, ternyata tindakan Erlin ... hanya buang-buang tenaga? Begitu Afkar datang, dia langsung dengan begitu mudahnya menyelesaikan masalah dengan Organisasi NC!Renhad dan Viola juga melongo. Ma
"Hehe, iya. Kebetulan banget ya. Ngapain kalian kemari?" Afkar tersenyum santai, lalu menunjuk ke arah mayat-mayat yang berderet tak jauh dari situ.Kelopak mata Kelam berkedut berkali-kali, wajahnya berubah panik saat bertanya "Ka ... kamu Afkar yang mereka maksud?"Orion yang berdiri agak jauh bahkan tidak berani bernapas terlalu keras. Sejak melihat Afkar, dia dan Kelam benar-benar ketakutan setengah mati.Pemuda ini adalah peserta terhebat di di Turnamen Chartreuse? Dia bahkan mampu mengalahkan pewaris Sekte Langga yang sudah berada di tingkat pembentukan inti tahap menengah!Belum lagi, dalam perjalanan pulang mereka, mereka sempat menyaksikan betapa mengerikannya latar belakang Afkar.Seorang ahli tingkat inti dari Keluarga Pakusa mencoba membunuhnya, tetapi malah dibunuh balik oleh kakek misterius di belakang Afkar hanya dengan satu pukulan.Waktu itu, bukan hanya mereka berdua yang gemetar. Bahkan, Santo Sekte Bulan Hitam sekalipun memperingatkan dengan sungguh-sungguh agar mer
"Ketua Umum saja sudah turun tangan. Dia ahli bela diri top, bisa bunuh seorang master dengan satu pukulan! Aku mau lihat, gimana caramu atasi masalah ini! Sebaiknya kamu mati saja bareng Keluarga Safira!"Begitu ucapan itu dilontarkan dari mulut Erlin, semua orang yang hadir di tempat itu pun tampak panik.Termasuk Haris, Dafa, Lauren, mereka semua merasa punggung mereka seperti diselimuti hawa dingin.Namun, berbeda dengan yang lain, Afkar justru tersenyum menatap Erlin. Senyumannya bukan senyuman biasa, melainkan senyuman penuh makna."Ahli bela diri top? Di mana? Kok aku nggak lihat? Dia ya?" Afkar menoleh dan menunjuk Kelam, suaranya penuh rasa meremehkan.Kemudian, dia beralih menunjuk ke arah Orion dan Guntur yang berjaga agar dia tak bisa kabur. "Atau dia? Atau mungkin dia?"Mendengar Afkar bertanya seperti itu, Erlin dan anggota Keluarga Safira tertegun. Semua orang di sana bisa merasakan arogansi Afkar.Meskipun Erlin sudah mengatakan Kelam bisa memukul mati seorang master de