Share

Bab 14

Theo seperti iblis yang mengeluarkan mengeluarkan kedua taring.

"Theo, aku tahu kamu nggak mau anak, tapi nggak perlu mengucapkan kata-kata sekejam itu." Anisa terlihat sangat sedih.

Theo menatapnya, lalu menjawab, "Aku hanya memperingatimu. Mana tahu kamu punya rencana licik?"

Anisa menghela napas sambil membuang muka. Rasanya seperti sedang berjalan ke jurang kehancuran ....

Respons Anisa justru membuat Theo penasaran. Dia bertanya sambil menyeringai, "Anisa, kamu mau melahirkan anakku?"

Pertanyaan Theo sontak membuat Anisa membelalak ....

"Aku tidak main-main, kamu tahu karakterku. Aku tidak akan segan-segan menyiksamu. Kalau tidak mau mati, jangan cari masalah!" Setelah selesai bicara, Theo kembali memang ke arah jendela.

"Tenang saja, aku pun nggak sudi mengandung anakmu. Yang terpenting sekarang adalah bercerai!" Anisa mengepalkan tangannya.

Kalaupun Anisa mau melahirkannya, Anisa yang akan membesarkannya. Setelah anak-anaknya dewasa, Anisa akan memberi tahu mereka kalau ayahnya sudah meninggal.

"Sekarang belum saatnya cerai. Tunggu sampai kondisi ibuku membaik." Sekarang nada bicara Theo terdengar lebih tenang. Mungkin dia lega setelah mendengar jawaban Anisa.

"Jangan terlalu lama." Anisa merasa agak cemas.

Kalau ditunda terus, perutnya Anisa akan sudah makin membesar. Takutnya Anisa tidak dapat menyembunyikannya lagi dan Theo akan memaksanya aborsi.

"Kamu kelihatan tidak sabar bercerai? Ada apa?" Theo menatap Anisa dengan curiga.

"Nggak, aku cuma nggak betah tinggal sama kamu. Memangnya nggak ada yang pernah memberitahumu? Tinggal bersamamu sangat frustasi." Anisa berusaha bersikap setenang mungkin.

Theo tersenyum kecil. "Tidak ada yang berani mengatakannya padaku."

Anisa mengerutkan bibirnya. "Pantas saja kamu nggak suka sama aku. Aku nggak bisa menahan isi pikiranku. Kalau ditahan, aku merasa sangat tersiksa."

Theo mengerutkan alis, ternyata wanita ini salah paham. "Tidak ada seorang pria pun yang tahan melihat istrinya berpakaian seksi untuk menemani pria lain."

"Apa salahnya mengenakan gaun? Memangnya kalau makan malam bersama pasti menemani pria lain? Terus bagaimana dengan kalian para pria yang minum dan karaoke di luar?" Anisa menjawab Theo tanpa sungkan. "Meskipun kamu menaruh pisau di leherku, aku tetap nggak merasa salah."

Anisa dan Theo seperti berasal dari dua dunia yang berbeda ....

"Maksudmu? Jadi masih ada lain kali?" Theo tersenyum menyindir.

"Aku saja nggak bisa minum alkohol, gimana menemani orang lain minum? Langit runtuh pun aku nggak akan minum," jawab Anisa sambil meringkuk di sudut mobil.

Anisa tidak mungkin mempertaruhkan nyawa janin yang sedang dikandungnya. Walaupun perusahaannya bangkrut, dia tidak mungkin menemani pria lain hanya demi mendapatkan uang.

Jawaban Anisa sontak memadamkan api yang berkobar di hati Theo.

Sesampainya di rumah, Anisa membuka pintu mobil dan kabur.

"Ke kantor," Theo memerintahkan sopir.

....

Anisa baru lega setelah Theo pergi.

Anisa kembali ke kamarnya untuk tidur siang sebentar. Setelah bangun, dia bersiap-siap dan pergi ke Kintara Group.

Akhirnya Anisa memutuskan untuk menjual semua aset-aset ayahnya sembari mencari investor. Dia hanya bisa berharap kepada investor, bank pasti tidak akan memberikan pinjaman.

Tadi malam Anisa sudah menyinggung kedua CEO tersebut, mereka tidak mungkin meminjamkannya uang.

"Anisa, kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Kalau semalam kamu minum, mereka pasti makin kelewatan," kata wakil presdir. "Kamu bukan wanita sembarangan ...."

Anisa mengangguk. "Kalaupun dipaksa, aku tetap tidak mau menemani mereka minum."

"Kemarin aku sudah membuat daftar nama perusahaan besar yang ada di kota ini. Mereka sanggup berinvestasi dan menyelamatkan perusahaan kita. Sekarang masalah cuma mau atau tidak," kata wakil presdir.

Anisa mengambil daftar tersebut dan membacanya.

Kolom pertama adalah nama, kolom kedua adalah jenis kelamin, kolom ketiga adalah perusahaan yang didirikan orang tersebut, kolom keempat adalah jumlah kekayaan orang tersebut, dan kolom kelima adalah nomor kontak.

Ada sebagian yang tertera dan ada juga yang tidak tertera nomor telepon.

"Bagaimana dengan yang tidak ada nomor telepon?" tanya Anisa.

"Harus ke kantornya langsung ...." Wakil presdir menggelengkan kepala.

Ketika membaca daftar ini, Anisa melihat nama "Theo Pratama" tertera di baris kedua.

Theo Pratama, pria, Tera Group, kekayaan di atas 200 triliun, nomor kontak tidak ada.

"Theo sekaya ini?" Wajah Anisa sambil memerah.

"Ini baru estimasi, jumlah kekayaannya pasti melebihi angka yang tertera," jawab wakil presdir.

"Oh ...."

"Sayang sekali ... aku tidak punya kontaknya. Kamu bisa menemuinya di kantor Tera Group. Kalau kamu sudah memutuskan, aku akan menemanimu ke sana."

"Aku tidak mau menemui dia." Anisa menggelengkan kepala, lalu mengambil pulpen dan mencoret nama Theo.

Theo tidak mungkin meminjamkan uang kepada Anisa. Meminjam duit kepada Theo sama dengan mempermalukan diri sendiri.

Di tengah perjalan pulang, Anisa singgah ke apotek untuk membeli obat oles.

Ketika pegawai apotek memberikannya obat, Anisa bertanya, "Apakah ibu hamil boleh pakai?"

"Sebaiknya jangan. Kamu lagi hamil?" tanya pegawai apotek.

Anisa mengangguk,

Pegawai apotek menyimpan kembali obat oles, lalu mengeluarkan beberapa botol obat yang lain. "Kamu hamil berapa bulan? Perutmu belum terlalu besar. Selama kehamilan, kamu harus mengonsumsi kalsium. Ini tablet kalsium, nutrisi dan penyerapannya sangat baik. Dokter sangat menyarankan kalsium untuk ibu hamil."

Anisa membeli semua vitamin yang disarankan dan pulang ke rumah.

Jam makan malam sudah lewat, tetapi Bibi Wina masih menyisakannya makanan.

"Nona, kamu membeli obat apa?" Bibi Wina bertanya karena melihat kantong obat yang dibawa Anisa.

"Oh, ini vitamin biasa ...." Anisa menyembunyikan kantongnya ke belakang punggung.

"Di rumah juga ada vitamin, kok. Di rumah ada berbagai macam vitamin dan obat, Nona tidak perlu repot-repot membelinya. Lain kali minta saja sama aku," kata Bibi Wina.

"Em. Aku ke kamar dulu." Anisa membalikkan badan dan bergegas kembali ke kamar.

Setelah membalikkan badan, Anisa menabrak Theo yang muncul di belakang. Ternyata sejak tadi Theo sudah berdiri di belakang Anisa.

Theo jelas-jelas melihat obat yang disembunyikan oleh Anisa.

"Kamu berbohong?" Tatapan Theo tertuju kepada vitamin kalsium yang dipegang oleh Anisa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status