Share

Bab 13

Author: Cahaya Suci
Di kamar utama.

Perawat menyeka tubuh Theo yang basah. Theo masih belum bisa berdiri sehingga dia membutuhkan bantuan perawat.

Perawat ini telah mengurus Theo sejak mengalami kecelakaan. Perawat ini adalah seorang pria paruh baya berumur 40 tahun, dia rajin dan telaten.

"Tuan Theo, ada memar di paha Anda. Aku ambil obat dulu," kata perawat sambil memapah Theo keluar dari kamar mandi.

Setelah meletakkan Theo duduk di tempat tidur, perawat bergegas mengambil obat oleh. Theo memandangi memar di paha, dia tahu Anisa yang mencubitnya.

Ketika Anisa mencubit, Theo menahan rasa sakitnya dan tidak bereaksi. Sembari menatap memarnya, bayangan Anisa yang menangis terus terbesit di benak Theo.

Theo juga tak dapat melupakan aroma tubuh Anisa yang khas.

Selama bertahun-tahun Theo tidak pernah menyukai wanita mana pun, bahkan bisa dibilang sudah mati rasa.

Namun malam ini Anisa berhasil membuat hatinya bergejolak. Kenapa Theo bersikap seperti kepada wanita yang akan diceraikannya?

Meskipun aneh setiap mengingat tindakannya tadi, Theo tidak menyesali tindakannya.

....

Keesokan hari, pukul 7 pagi.

Anisa sengaja bangun lebih awal untuk menghindari Theo agar dia bisa menikmati sarapan dengan tenang.

Anisa keluar dari kamar dan beranjak ke ruang makan.

"Nona, kamu juga bangun pagi? Sarapan sudah siap," sapa Bibi Wina.

Juga bangun pagi? Kalimatnya terdengar aneh.

Jangan-jangan Theo juga sudah bangun? Anisa mengurungkan niatnya dan hendak kembali ke kamar.

"Nona, hari ini aku bikin bubur polos. Nona sedang tidak ingin makan daging, 'kan? Ayo dicicipi." Bibi Wina bergegas menyajikan hidangannya.

Anisa tidak bisa kabur, dia tidak mungkin mengabaikan Bibi Wina begitu saja.

Anisa beranjak ke meja makan sambil menunduk, dia berusaha menghindari tatapan Theo.

Walaupun Theo tidak menatapnya langsung, dia bisa merasakan Anisa yang berusaha menjaga jarak.

"Habis makan kita pergi mengunjungi ibuku. Kamu tahu apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan." Suara Theo terdengar mengintimidasi.

"Kapan kamu mau bayar gaunnya?" tanya Anisa.

Anisa akan mengunjungi Sabrina setelah Theo melunasi utangnya.

"Di rumah tidak ada uang tunai. Kalau kamu buru-buru bisa aku transfer," jawab Theo sambil menyeruput susunya.

"Boleh, ini nomor rekeningnya." Anisa mengeluarkan ponsel dan menunjukkan nomor rekening.

"Berapa?" Theo mengeluarkan ponselnya.

"Enam puluh juta."

Theo melirik Anisa, tetapi Anisa sama sekali tidak merasa bersalah. "Aku cek harganya 56 juta, bukan 60 juta."

"Terus kenapa masih tanya?" Anisa mengangkat pergelangan tangannya dan berkata, "Sisanya buat biaya dokter."

Pergelangan tangan Anisa memar, sudah semestinya Theo ganti rugi. Anisa sama sekali tidak merasa bersalah meminta kelebihan 4 jutanya.

Theo tersenyum dingin, lalu mengirimkan uangnya ke rekening Anisa.

Setelah menerima uangnya, suasana hati Anisa terasa lebih baik. "Jangan pikir aku akan memaafkanmu. Mau kasih 60 juta lagi pun aku nggak akan memaafkan kamu!"

Theo tidak menjawab Anisa. Dia langsung menyuruh pengawal untuk mendorong kursi rodanya.

Melihat Theo yang tidak menjawab, Anisa lega telah melampiaskan kekesalannya.

....

Pukul 9 pagi. Di kediaman Keluarga Pratama.

Hari ini Sabrina keluar dari rumah sakit, semua orang datang untuk menjenguknya.

"Theo, bagaimana kondisi kamu?" Sabrina tidak menyalahkan Theo, dia malah mengkhawatirkan kondisi putranya ini.

"Aku baik-baik saja." Setelah kejadian tempo hari, Theo tidak berani asal berbicara lagi.

"Baguslah." Kemudian Sabrina menatap Anisa dan bertanya, "Bagaimana dengan Anisa? Theo tidak menindasmu, 'kan? Kalau dia menindasmu, laporkan saja sama Ibu."

Anisa menggelengkan kepala. "Theo tidak menindasku. Ibu jangan khawatir, kesehatan Ibu lebih penting."

"Aku akan baik-baik saja selama kamu dan Theo akur. Anisa, Theo tidak pernah pacaran, dia tidak pernah mengejar cewek. Semoga kamu bisa memaklumi semua kekurangannya, dia memang tidak romantis dan frontal. Namanya juga cowok, selama ini dia cuma fokus bekerja." Sabrina khawatir kalau Anisa tidak betah hidup bersama Thei.

Raut wajah Anisa terlihat gelisah. Theo tidak pernah pacaran? Mustahil!

Sepertinya Sabrina tidak begitu mengenal putranya.

"Anisa, aku dengar perusahaan ayahmu lagi bermasalah dan hampir bangkrut?" Sepulangnya dari rumah sakit, banyak hal yang harus dipikirkan Sabrina. "Aku sudah tanya ke pengacaraku, katanya kamu tidak terlibat. Ayahmu yang berutang, kamu tidak ada kewajiban melunasinya. Kamu hanya perlu menjadi istri yang baik untuk Theo."

Anisa tahu bahwa Sabrina hanya menggunakannya sebagai pion. Namun Anisa tidak mungkin hidup sesuai dengan cara yang diinginkan mertuanya.

"Ayahku sudah meninggalkan. Seandainya Beliau masih hidup, Beliau tidak akan tega melihat perusahaannya bangkrut. Jadi aku akan berusaha untuk mempertahankan perusahaan keluargaku," Anisa menjawab dengan tenang.

"Anisa! Memangnya ayahmu pernah memberikanmu uang? Sekarang ayahmu sudah meninggal, kamu membereskan semua masalah yang dia tinggalkan? Kamu mau memanfaatkan Theo untuk membantu perusahaan keluargamu?" Kakak iparnya Theo angkat bicara.

"Aku dengar perusahaan ayahmu berutang 2 triliun? Dua triliun bukan angka kecik, siapa yang sanggup memberikanmu uang begitu banyak? Kamu mau minta uang sama Keluarga Pratama?" tanya Marvin.

Anisa sama sekali tidak pernah berpikir untuk meminjam duit kepada Theo. Sejujurnya Anisa tidak terima mendengar tuduhan Marvin dan istrinya.

"Kalian terlalu memandang tinggi aku. Kalaupun aku meminta pinjaman, Theo tidak akan memberikannya padaku. Aku tahu diri, kok." Anisa mentertawakan diri sendiri.

Semua anggota Keluarga Pratama pun lega mendengar jawaban Anisa.

Sabrina menggenggam tangan Anisa, lalu berkata, "Anisa, sebenarnya aku bisa saja membantu kamu. Asalkan kamu mengandung anaknya, Theo pasti akan meminjamkanmu uang."

Anisa mengusap perutnya sambil melirik Theo yang sedang duduk dan menikmati tehnya.

Theo terlihat sedang asyik sendiri, dia sama sekali tidak memperhatikan perbincangan di antara Sabrina dan Anisa.

Setelah makan siang, Theo dan Anisa kembali ke rumah. Di sepanjang perjalanan pulang, Theo memandang ke luar jendela.

Suasana di dalam mobil terasa dingin ....

"Anisa ...." Tiba-tiba Theo memanggilnya, "Walaupun kamu mengandung anakku, aku tetap akan membunuhmu."

Anisa terkejut mendengarnya. Dia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 884

    Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 883

    "Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 882

    Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 881

    "Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 880

    Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 879

    Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status