Beranda / Romansa / Bayi Bos / 5 Tantangan Rin

Share

5 Tantangan Rin

Penulis: Ka Umay
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 21:06:40

Wajah Rin tampak lucu saat Roan mengatakan tinggal bersama, pipinya yang sedikit chubby itu memerah, matanya berkedip beberapa kali seolah tidak ingin memercayai ucapan Roan.

"Kenapa? Apa kau keberatan mematuhi peraturan kontrak?"

"Nggak gitu, Pak. Tapi tinggal bersama walaupun kita udah itu agak...."

Bicaranya yang berputar-putar terlihat lucu di mata Roan.

Dulu di mata Roan, Rin hanyalah sekretaris yang kompeten. Meskipun dia menerima Rin magang di perusahaannya karena teman Yua, tapi ia tidak menduga Rin mampu mengimbanginya, padahal saat itu usia Rin baru 20 tahun dan lulusan S1 termuda di angkatannya.

Rin adalah sosok yang pekerja keras, memiliki kebanggaan bergabung dengan Nathanael Grup, membuat Roan mengangkat Rin menjadi sekretaris tetap setelah selesai S2.

Hampir semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik, cara Rin mengimbanginya juga cerdas, walaupun masih ada kekurangan karena Rin bukan lulusan luar negeri.

"Kau, lanjutlah kuliah S2. Bahasa asingmu sangat buruk," komentar Roan suatu waktu.

Pertemuan dengan investor hampir berantakan karena Rin tidak menguasai bahasa Inggris.

"Tapi, Pak. Kalau saya kuliah S2, nanti posisi saya sebagai sekretaris gimana? Saya nggak bisa kehilangan pekerjaan ini."

"Kalau kualifikasimu masih seperti ini, cepat atau lambat kamu akan diganti dengan lulusan luar negeri yang lebih mahir."

"Jangan, Pak. Saya akan lanjut S2, tapi jangan pecat saya."

"Itu tergantung kamu bisa atau nggak bagi waktu antara kuliah dan kerja. Aku juga nggak mau gaji orang sia-sia."

Perkataan Roan memang tajam, tapi itu untuk kebaikan Rin sendiri. Di dunia kerja seperti ini, kalau tidak mahir dan berpendidikan tinggi akan sulit bertahan.

Beberapa waktu kemudian Rin mengatakan dia lolos beasiswa S2 di UI. Rin berjanji bisa membagi waktu.

Terkadang Roan melihat betapa Rin bekerja keras, lembur sekaligus mengerjakan tugas kampus. Beberapa kali dia melihat Rin sampai mimisan dan mengotori berkas.

Belum pernah dia melihat gadis yang sangat bekerja keras seperti itu. Perlahan dia penasaran untuk apa Rin sampai segitunya bekerja, padahal gadis itu bisa memilih pekerjaan lain setelah lulus S2.

Rin juga tidak pernah mengambil cuti tahunan dan membawa bekal dari rumah. Gadis itu begitu hemat.

"Aku akan jadi orang kaya yang nggak perlu liat harga waktu beli sesuatu, Pak."

"Apa itu cita-citamu?"

"Iya, aku suka uang."

"Kalau gitu kenapa nggak buka usaha dan malah jadi sekretaris?"

"Aku nggak ada keahlian, Pak. Lebih enak kerja dapat gaji bulanan, dapat tunjangan dan yang paling aku sukai tanda pengenal ini."

Rin menunjukkan tanpa pengenal pegawai yang menggantung di lehernya. Memang sulit masuk perusahaan teknologi dengan gaji tinggi seperti di sini.

Kalau saja Rin bukan teman Yua, mantan tunangannya, mungkin Roan tidak akan menerima anak magang yang baru lulus S1 dan bukan lulusan luar negeri.

Rin pandai melakukan apapun dan terus berkembang pesat, mampu mengimbanginya yang gila kerja. Bahkan ketika dia menawari pekerjaan di luar kantor seperti menjadi istri kontraknya. Rin bersedia.

Gadis itu mampu berakting dengan baik di hadapan semua orang. Membuatnya puas dengan cara kerjanya sebagai calon istri.

Tapi, ada hal yang baru dia ketahui setelah 4 tahun mengenal Rin, yakni wanita itu tidak tahan alkohol.

Saat mabuk pun tingkahnya mengerikan, memakinya dengan bahasa kasar dan umpatan. Rin juga melakukan pelecehan seksual terhadapnya.

"Rin, sadarlah! Kamu harus tidur di kamar, jangan di sini." Roan membopong Rin ke kamar hotel.

Rin mabuk adalah ulang teman-temannya, dia meninggalkan Rin sebentar dan kembali lagi dengan keadaan Rin sudah seperti ini.

"Hahaha si bos gila?"

"Apa? Gila?"

"Iya, si bos gila kerja. Ngasih tugas nggak kira-kira, seenaknya sendiri, kalau ngomong tajem, pedes kayak bon cabe level 10."

Rin mengoceh sembari jalan sempoyongan, Roan berusaha memapah Rin yang terus meronta.

"Hey! Dengar Bos gila! Aku tuh capek kerja terus, aku butuh istirahat tapi kamu nggak pernah ngasih aku istirahat bentar aja. Aku pingin ngambil libur, tapi liburan juga butuh duit. Sebagai bos harusnya kamu ngertiin karyawan, nggak manggil tengah malem cuma buat jadi supirmu. Kamu bos gila yang sangat jahat."

"Jadi itu isi kepalamu selama ini?"

"Iya, dasar Bos Gila! Kamu tuh orang yang paling nyebelin sejagat raya."

Bruk!

Rin menambrakkan dirinya ke pintu kamar orang lain. Mulutnya masih mengoceh tidak jelas.

"Rin, awas! kamu bisa membuat pintunya lecet." Roan mengelap pintu yang ditabrak Rin dengan khawatir.

Sementara Rin memegang keningnya, menggelengkan kepala yang pening. Tubuhnya sempoyongan.

Roan kembali menggandeng tangan Rin, tapi wanita itu memukul Roan menggunakan sepatu hak tinggi yang baru diambil sebelah.

"Aww sakit!" Pekik Roan

"Nakal ya kamu nakal! Pegang-pegang seenaknya."

Tatapan mata Rin di antara rambutnya yang acak-acakan membuat Roan frustasi, dia tidak pernah melihat Rin menjadi gila seperti ini.

Lorong kamar hotel ramai, masih banyak petugas dan tamu berlalu lalang melihat mereka dengan tatapan aneh.

Roan tidak ada pilihan lain, dia mengangkat tubuh Rin seperti karung beras. Punggungnya dipukul dengan sepatu. Rin terus meronta.

"Aww sakit, berhenti pukul pake hak tinggi!" Roan sudah menemukan kamar mereka, ia kesulitan menempelkan kartu kunci karena Rin terus memukulnya.

"Biar tahu rasa kamu ya, berani macem-macem sama aku. Rasain! Rasain! Rasain!" Rin terus memukul.

Roan menahan sakit di punggungnya dan buru-buru masuk kamar, kakinya menutup pintu itu kembali sebelum melempar Rin ke ranjang.

"Aaaa sakit, dasar Bos anj*ng!" Umpat Rin.

Roan yang sedang meluruskan pinggangnya membuka mulutnya lebar, ia baru saja dikatai anj*ng oleh karyawannya sendiri.

"Kamu ini benar-benar sudah gila!" kata Roan, dia mendekat, mengambil sepatu Rin yang tadi dipakai untuk memukul. Dia harus mengamankannya sebelum melukai orang lain.

Tapi, tiba-tiba Rin berlutut dan menggigit kupingnya.

"Akkh! Lepaskan!" Roan mendorong Rin. Telinganya sangat sakit.

Rin malah tertawa dan senang, Roan bisa gila menghadapi tingkah gadis ini.

"Enak, 'kan? Sakit? Sini aku sembuhin." Rin menarik tangan Roan dan jatuh di sampingnya.

Segera Rin menahan Roan.

"Minggir!" Roan berusaha duduk.

"Diam!" Rin memukul Roan.

"Aww sakit!"

"Itu hukuman untuk bos yang nakal."

"Yang nakal itu kamu!"

"Apa? Nggak mungkin aku nakal. Kalau aku nakal pasti udah nilap duimu sejak dulu."

"Kamu benar-benar gila!"

Rin memukulinya.

"Hentikan, kalau kamu lebih dari ini, aku tidak bisa menahannya lagi."

"Kenapa harus ditahan?" tanya Rin.

"Apa?" tanya Roan tidak percaya Rin mengucapkan hal seperti itu.

"Kita kan udah nikah, Pak!"

"Kita cuma nikah kontrak, ingat itu!" Teriak Roan.

Tanpa rasa bersalah Rin malah tersenyum. Dia mengibaskan rambutnya yang sudah acak-acakan ke samping.

"Kenapa, bapak takut?" Rin menantang.

"Aku nggak pernah takut apapun," balas Roan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayi Bos   63. TAMAT

    Katanya anak kedua sering terabaikan, aku pikir itu mitos tik tok. Rupanya benar. Aku dan Roan sampai shock seperti tidak percaya perkataan dokter yang mengatakan bahwa aku sudah hamil lima bulan. Tiba-tiba ada bayi yang bergerak di perutku!Sampai kandungan hampir memasuki usia ke enam bulan tidak terasa sama sekali. Padahal aku pernah hamil tapi tidak tahu. "Kok kamu bisa nggak sadar sih?" Protes Roan. Kami saling berpandangan. Masih di depan dokter kandungan. "Aku beneran nggak sadar, soalnya bulan kemarin aku datang bulan walaupun cuma flek." Dokter menyela, "memang hal seperti ini bisa terjadi, tidak masalah. Sekarang Bu Rina harus menjaga kesehatan lebih ekstra." "Bayinya normal 'kan Dok? Soalnya aku nggak jaga kandungan dan serabutan." Aku bertanya karena khawatir. "Alhamdulillah bayinya sehat."Roan tiba-tiba memelukku. "Selamat, akhirnya kita dianugerahi anak lagi." Aku membalasnya. "Selamat juga, akhirnya kita bisa menjadi orang tua." Rasanya terbaru, setelah penantia

  • Bayi Bos   62. Perutku Aneh

    Selesai acara itu, sikap orang-orang padaku berubah. Di kantor, mereka selalu menawariku makan, bersikap sok akrab dan membuatku tidak nyaman. Mereka penjilat.Aku memutuskan keluar dari sana lebih awal, sikap mereka kadang kurang ajar cari perhatian pada suamiku yang datang menjemput. Aku risih dan tidak suka. "Kalau ada yang natap tuh kamu harus nunduk," kataku pada Roan setelah melihat Roan bertatapan dengan gadis-gadis di kantor tadi."Nggak bisa lah, nanti aku dikira salting.""Kalau gitu abaikan mereka, aku nggak mau ke kantor itu lagi. Mereka semua genit sama kamu!" "Kamu cemburu?" Aku diam, malu mengakui dan malah memalingkan wajah. Rasa mual tiba-tiba menyerang. Aku menutup mulutku sendiri dan keluar dari mobil. Kembali ke gedung kantor dan mencari toilet. Roan mengejarku sampai di depan pintu toilet, aku tidak mempedulikannya dan muntah. Orang-orang melihatku dengan heran. "Apa aku hamil ya?" tanyaku setelah membersihkan mulut di wastafel. Menatap wajah di cermin. Sete

  • Bayi Bos   61. Celin

    Ternyata, tidak ditantang Andy membawa suami ke anniversary perusahaan pun aku tetap harus mendampingi Roan. Cepat atau lambat memang harus bersiap membongkar identitas. Aku mengembuskan napas berat. Sekarang kami dalam perjalanan, jauh-jauh hari Mama menyiapkan gaun yang serasi dengan Roan. Ayah dan bundaku juga diundang. Aku sudah bisa marah pada ayah, tanpa disangka itu membuatnya senang sekaligus sedih. Aku mengungkapkan perasaanku selama ini. Rasa sakit yang aku derita selama puluhan tahun. Rasa iri pada orang lain yang dijaga ayahnya dan perasaan rindu.Semua itu berawal dari tali sepatuku yang lepas. Ayah memasangkannya sambil jongkok, membuatku merasa seperti seorang putri yang dicintai. "Kenapa baru sekarang?" tanyaku.Ayah mendongak, melihatku yang menunduk. "Ayah baru lihat tali sepatumu lepas." Selesai memasangkan ayah berdiri. "Kenapa Ayah nggak peka dari awal?" Mendengar pertanyaanku membuat ayah bingung. "Maaf Ayah nggak tahu." "Andai Ayah lebih peka, aku nggak a

  • Bayi Bos   60. Rin Dikejar-kejar

    Dokter hanya menanyai beberapa hal di pertemuan pertama kami. Dia mengajakku mengobrol santai dan dalam waktu singkat menjadi akrab. Dokter wanita yang cerdas dan ramah, auranya dewasa nan elegan. Ia mendengar ceritaku tentang kehidupan sehari-hari.Ia menanggapi sebagai pendengar yang baik, membuatku sangat nyaman karena tidak ada yang menghakimi. Hal yang aku takutkan selama ini adalah dipandang rendah. Tapi Dokter Valerie antusias mendengar dan menanggapi secara rasional, menunjukkan profesionalitas kerja. Ia mencatat percakapan kami sesekali. Wajah cantiknya selalu tersenyum hangat. "Pertemuan selanjutnya tiga hari lagi, saya akan membuatkan resep." Dokter Valerie menulis di kertas resep. Membuatku memiringkan kepala karena heran. "Obat untuk apa? Kita kan cuma ngobrol, Dok?"Dokter Valerie tersenyum. "Supaya saya dapat bayaran, saya kan jual obat." Aku mengerutkan kening, candaannya garing. "Aku serius, Dok." Dokter Valerie membenarkan kacamatanya, ia menutup buku catatan p

  • Bayi Bos   59. Dia Ahli

    Dari mana dia tahu bahwa aku memiliki hotel, aku menelan ludah. Tekanan dari orang ini berbeda. Dia terlihat santai tapi berbahaya. "Aku akan menghadiahkan sprei, cangkir Papa Mama dan baju tidur. Itu kan kado pernikahan yang umum." Benar, umum di kalangan rakyat biasa tapi tidak untuk kalangan atas. Malah kado seperti itu seperti penghinaan. Aku mencoba memancing Lazio, melihat seberapa batasannya. Lazio menelengkan kepalanya, menatapku dengan tekanan mencekam. Aku meletakkan sendok. Berusaha tidak terlihat takut. Hanya saja diamnya Lazio terlihat mengerikan apalagi senyum simpul di sudut bibirnya. Dia seperti psikopat."Kami akan menghadiahkan mobil," ucap Roan. Mencairkan suasana. "Hahahahaha," tawa Lazio pecah hingga semua orang melihat ke arah kami. Ia kembali mengambil buah stroberi. "Sprei dan cangkir couple juga bagus." Aku bernapas lega, ikut tersenyum dengan canggung. Wanita yang bisa menikah Lazio tentulah orang yang kuat. Aku yang baru dua kali bertemu saja merasakan

  • Bayi Bos   58. Menantu Presdir

    Kata Roan statusku sebagai istrinya di Rose Green grup tidak diketahui oleh siapapun. Tapi sepertinya Roan lupa bahwa dulu Pak Salam datang ke pernikahan kami. Dia mengenaliku dan terkejut. "Anda adalah menantu Presdir?" tanyanya saat aku mengharap pagi ini. "Benar, Pak. Saya mohon bantuan untuk kedepannya." Aku menunduk hormat. Pak Salam langsung berdiri, ia gugup dan bingung memperlakukanku yang merupakan menantu atasannya. "Pak Rasyid nggak bilang kalau sekretaris baru saya itu menantunya sendiri." "Papa ingin saya bekerja normal tanpa ada yang memandang status. Mohon perlakukan saya seperti yang lain." "Mana bisa seperti itu, anda adalah nyonya muda. Kalau saya salah sedikit, saya yang akan dipecat. Silakan duduk dulu." Setelah aku duduk, Pak Salam keluar dan berteriak menyuruh mengambilkan air serta cemilan, ia panik seperti kedatangan tamu penting.Ini sulit, kurasa pekerjaanku tidak akan berjalan baik. Hari pertama, aku hanya diajak berkeliling kantor oleh direktur, memb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status