Share

Bab 4 Minum Teh Ternikmat

     Dua Hari setelah dia bertemu kembali dengan Jackob, Shanara merasa tidak nyaman dia meminta keluar dari rumah sakit secepat mungkin, tapi dokter Edward selalu menahannya dengan alasan masih ada beberapa pemeriksaan yang harus ia jalani.

    Tapi hari ini dengan wajah memelas Shanara berhasil mendapatkan ijin dokter Edward untuk meninggalkan rumah sakit.

    Shanara berada disana lebih dari satu minggu dan dia juga tidak membawa ponselnya, sahabatnya pasti mengkhawatirkannya. Dengan sedikit terburu-buru Shanara keluar dari rumah sakit dan memanggil taxi, duduk di kursi penumpang dia menyebutkan alamat apartement nya.

    Satu jam kemudian taxi berhenti di depan sebuah apartement di daerah D kota Adelite, kawasan ini adalah area kelas bawah dan apartemen di daerah D masih sangat terjangkau oleh karyawan swasta sepertinya ini. 

     Dari jarak sekitar 20 meter sebuah mobil BMW hitam terparkir di pinggir jalan, sepasang mata menatap tajam kearah wanita yang baru memasuki bangunan tua di seberang jalan itu. Senyum merekah di bibir laki-laki itu, Tenyata selama ini gadis yang dia cari selama empat tahun itu berada disini.

     Shanara yang tidak menyadari dirinya di perhatikan sepasang mata dari seberang jalan itu membuka pintu apartemen mungilnya, rasa lega pun menyelimuti hatinya, dia menghempaskan diri di sofa yang berwarna hijau itu, meski tidak begitu empuk, semua perabotan dalam apartemen nya yang hanya memiliki satu kamar tidur, ruang tamu dan dapur berukuran kecil itu dia beli dengan hasil keringatnya sendiri. Shanara merasa bangga pada dirinya yang berhasil melewati berbagai cobaan hingga bisa berada di posisi saat ini.

   Tapi wajahnya tiba-tiba muram keberadaannya di kota Adelite ini tidak mungkin bisa tenang, sekarang dua orang yang paling dia benci mengetahuinya, rasa tidak nyaman menyelimuti hatinya.  Shanara kemudian teringat sesuatu, dia telah menghilang lebih dari satu minggu dan saat itu keluar rumah dia tidak membawa apa-apa selain uang dan kunci apartemen nya.

   Dia bangkit dari sofa lalu berjalan ke dalam kamar tidurnya yang hanya berukuran 4x4 itu. Tangannya mengambil ponsel yang masih tergeletak di atas meja samping ranjangnya itu, tentu saja ponsel tersebut dalam keadaan mati karena tanpa daya selama beberapa hari.

     Shanara kemudian menyambungkan kabel charger, sambil menunggu ponsel itu menyala dia berfikir tentang sahabatnya yang sudah pasti sangat mengkhawatirkan dirinya.

     Beberapa menit kemudian ponsel Shanara pun menyala dan otomatis ponsel itu berbunyi tanpa henti, diliriknya kelayar, pesan-pesan bermunculan, sekitar 20 pesan dan panggilan tak terjawab dari Clara sahabatnya, beberapa pesan dan panggilan lain dari nomor tidak di kenal dan nomor Bar tempatnya bekerja.

    Selama dua tahun bekerja di The Heaven Bar dia tidak pernah bolos apalagi menghilang selama itu tanpa memberitahu. Shanara memencet tombol panggil dan mendekatkan kepalanya ke ponsel yang masih terhubung dengan kabel itu.

   ''Shanara !!! Pekik suara dari seberang telepon membuat Shanara spontan menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Belum sempat mengucapkan kata ''Halo'' suara Clara yang melengking itu lansung menyemprotnya.

     ''Kemana saja kamu?" aku hampir saja mati karena kawatir! kamu tidak di apartemen dan tidak menjawab telepon hampir dua minggu Nara.'' Clara yang merupakan sahabat dekatnya itu mengomel tanpa mengambil nafas.

      ''Heeyy..! hey.. ! Sabar biar aku jelaskan dulu.'' Dengan nada lembut Shanara mencoba menenangkan sahabatnya yang terdengar sangat panik itu.

      Shanara lalu menceritakan semua yang terjadi tanpa memberi Clara kesempatan untuk mengomelinya.

      ''Kecelakaan?'' Sekarang bagaimana? apa kamu tidak apa-apa?!'' Clara masih terdengar kawatir.

      ''Sudah tidak apa.'' Oh ya, selama aku tidak ada bagaimana di Heaven apakah Danniel marah dan mungkin telah memecat ku? Shanara tampak kawatir

     ''Marah?! Iya dia marah, karena kamu menghilang tanpa berita, tapi dia mana bisa memecatmu yang menjadi penghasil terbesar bisnis nya itu. Ucap Clara yang berpura-pura kesal karena mereka bekerja di tempat yang sama tapi berbeda profesi, Clara yang merupakan seorang Waitress itu bertugas di luar bar, membersihkan meja dan mengantarkan minuman.

      Sedangkan Shanara yang memiliki keterampilan di bidang mencampur minuman itu bertugas di belakang bar sebagai Bartender dan dia merupakan satu-satunya bartender wanita di sana, ketrampilanya melebihi para bartender lain yang berjumlah enam orang itu. Minuman-minuman yang di buat Shanara adalah pilihan utama para pelanggan bar.

    ''Sudahlah, kamu tidak perlu kawatir, Nanti aku akan menjelaskan semuanya pada Danniel, Daniel yang merupakan pemilik The Heaven itu adalah laki-laki berusia awal 30 an dia sangat baik kepada semua karyawannya terutama Shanara, Awalnya banyak yang iri pada Shanara yang selalu mendapat perhatian khusus dari boss mereka itu tapi setelah mereka mengetahui dampak yang di bawa Shanara membuat mereka mengerti kenapa Danniel begitu mengutamakan gadis itu.

      Shanara adalah gadis yang lincah, periang dan ramah pada semua orang di tambah ketrampilan nya meracik minuman membawa nama The Heaven semakin banyak di kenal. 2 Tahun Lalu saat pertama Shanara mulai bekerja disana Bar itu sangat sepi pengunjung, dan suasananya terlihat mati. Kehadiran Shanara telah merubah semuanya di The Heaven itu, selain tempat itu selalu ramai setiap malam tempat itu juga menjadi tempat pavorite para penikmat hiburan malam.

    ''Terimakasih Clara, aku akan kembali bekerja mulai besok.'' Ucap Shanara merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Clara.

   ''Kamu yakin sudah bisa mulai bekerja?'' Suara Clara masih terdengar sedikit kawatir.

   ''Yakin! Jawab Shanara singkat.

    ''Ok kalau begitu, sampai bertemu besok.'' Clara yang saat ini medapat shift siang itu menutup telepon dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Selama seminggu ini Bar sedikit sepi, Clara tau penyebabnya, Kehadiran Shanara di tempat itu sangat berpengaruh. Gadis itu bisa membuat suasana menjadi hidup.

   Memikirkan sahabatnya baru tekena musibah itu hati Clara merasa sedih, dia tau penderitaan Shanara dari pertama kali mereka bertemu 4 tahun lalu tapi Shanara adalah tipe wanita tegar dia tidak mudah menyerah. Dia berhasil menyesaikan kuliah nya tahun lalu dengan hasil jerih payahnya sendiri.

    Shanara yang baru saja memutuskan sambungan teleponnya dengan Clara tampak termenung. Setelah berfikir panjang dia bertekad kali ini tidak akan lari lagi, dia tidak akan membiarkan mantanya yang brengsek dan kakak tiri yang tidak tau malu itu menghancurkan kehidupannya di sini. Kota Adelite adalah rumahnya dia tidak akan membiarkan siapapun mengusik ketenangannya disini.

     Ketika dia baru beranjak dari ranjang dan hendak pergi mandi ponselnya kembali berdering. Nomor tidak di kenal muncul di layar dia lalu menekan tombol jawab.

      ''Halo" Ucap nya pelan

     ''Halo! Ini Shanara?'' Suara seorang wanita dari seberang telepon

 

    "Iya.'' Maaf dengan siapa ini?'' Tanya Shanara lembut dan sopan

       ''Shanara! Ini oma, tadi kerumah sakit tapi dokter Edward mengatakan kamu sudah keluar. Suara di seberang telepon terdengar kawatir.

<span   Shanara berfikir sejenak lalu berkata ''Oma'' Maaf, Saya memang meminta keluar lebih awal karena saya merasa tidak perlu di rawat lagi. Ucap nya merasa bersalah karena tidak menunggu kunjungan dari Nyonya Elisabeth itu.

     ''Tidak apa-apa, yang penting kamu memang sudah benar-benar pulih, Oma tidak kawatir. ''Oh ya! Oma saat ini sedang lewat tempat kecelakaan itu.'' Bukan kah kamu tinggal di dekat sini?! Ucap nyonya Elisabeth yang sedikit berbohong, saat dari rumah sakit dia lansung meminta sopir nya lewat jalan ini agar bisa bertemu gadis itu.

    ''Apa?'' Oma berada dekat sini?! Shanara tampak terkejut, wanita tua itu saat ini ada di area tempat kecelakan itu terjadi, hanya beberapa meter saja dari apartemen nya.

    ''Iya! Oma berfikir, karena sudah disini, kenapa tidak mampir dan minum teh. Ucap wanita itu penuh harap. Shanara tidak tega tidak mengundang wanita itu untuk mampir.

   ''Baiklah, Oma tunggu disana, Saya akan keluar menjemput. Ucapnya tanpa menunggu jawaban dia lalu memutuskan sambungan telepon lalu bergegas keluar.

    Dua menit kemudian Shanara tampak celingak celinguk di jalan tempat kejadian, di pinggir jalan terparkir mobil mewah berwarna putih. Mobil itu bergerak menghampirinya lalu berhenti di depannya.

     ''Oma, kenapa repot-repot datang kemari?'' Shanara merasa tidak enak, berhadapan dengan seorang wanita yang berpakaian serba mewah dan turun dari mobil mewah di tempat seperti ini.

    Nyonya Elisabeth tersenyum lembut sambil menyodorkan keranjang buah berbungkus cantik yang di bawa nya itu ke tangan Shanara.

   ''Tidak apa-apa, Oma kebetulan lewat sini dan teringat kalau kamu tinggal di sekitar sini, karena itu Oma menelpon mu.

        ''Oh begitu, Ya sudah, Ayo masuk dulu oma.'' di luar sini panas sekali. Shanara mempersilahkan Nyonya Elisabeth yang hanya datang bersama sopir nya itu masuk sambil memeluk keranjang buah yang di beri oma kepadanya.

    ''Maaf oma tempat saya tidak begitu besar.'' Ucap Shanara merasa malu, melihat wanita tua itu lansung duduk santai di sofa nya yang keras tanpa menunggu perintah, Shanara sedikit kaget melihat sikap wanita kaya itu.

      ''Tidak perlu begitu sopan, Oma senang bisa mampir kesini dan melihat tempat tinggalmu. Ucap nyonya Elisabeth tersenyum sambil memandang sekeliling ruangan yang sederhana itu.

   ''Kamu disini tinggal sendiri?'' Tanya nya pada Shanara yang tampak salah tingkah dihadapannya itu.

    ''Ayo sini duduk.'' Kenapa berdiri saja. Tambahnya menepuk-nepuk sofa di sampingnya.

    ''Err.. Iya oma! Shanara buru-buru duduk di sofa samping wanita tua itu.

   ''Iya Oma, disini saya tinggal sendiri, dan selama tinggal disini oma adalah orang kedua mampir kesini.'' Ucapnya jujur, Karena memang selama ini hanya Clara satu-satunya orang yang tau tempat tinggal nya ini.

    ''Oh! kenapa bisa begitu? apa kamu tidak mempunyai teman? Tanya nyonya Elisabeth tampak tertarik, dia tau dari dokter Edward, Shanara tidak memiliki keluarga.

    ''Hanya ada satu teman yang tau tempat tinggal saya oma. Shanara menjawab dengan jujur. Dia memang tidak suka tempat tinggalnya di ketahui banyak orang, dia masih merasa di kejar-kerjar oleh masa lalunya.

   Melihat raut sedih menyelimuti wajah gadis di hadapannya itu Nyonya Elisabeth tampak tidak enak. Mungkin pertanyaannya tadi telah mengingatkan gadis itu pada hal yang tidak menyenangkan.

   "Maaf, Oma tidak bermaksud.. Ucapan nya di hentikan Shanara. ''Tidak apa-apa oma'' Oh ya oma.'' Mau minum teh atau kopi? Shanara tiba-tiba teringat dia belum menawarkan wanita itu minum.

    ''Teh saja boleh.'' Oma kembali tersenyum lalu bersandar di sofa dengan santai, sambil meninggalkan wanita itu Shanara bergegas ke dapur untuk membuatkan teh, dari arah dapur dia dapan melihat Nyonya Elisabeth tampak nyaman di ruang tamunya yang berukuran kecil itu, walau dia adalah wanita dari kalangan atas wanita itu tampak tidak memeperdulikan kondisi apartemen nya yang sempit ini.

   Lima menit kemudian Shanara kembali dengan nampan berisi dua cangkir teh manis dan sepiring biskuit. Hanya itu yang dia miliki di rumah.

     ''Silahkan di minum oma, Maaf seadanya! Shanara tertunduk malu.

     ''Haha.. Shanara kamu tidak perlu sungkan begitu, Oma yang seharusnya minta maaf datang kesini tanpa membuat rencana terlebih dahulu. Ucap nyonya Elisabeth mengambil sepotong biskuit dan menyeruput teh yang menyegarkan rongga hidung itu.

    ''Teh ini enak sekali! Nyonya Elisabeth mengecap-ngecap bibir tampak terkejut memandang cangkir teh di tangan nya itu, aroma teh yang wangi itu terasa sangat pas di lidahnya.

     ''Benarkah oma? Shanara tersenyum melihat Nyonya Elisabeth yang tampak menyukai teh buatannya itu.

      ''Dari mana asal teh ini dan apa merk nya?'' Oma ingin membeli yang sama untuk di rumah. Ucap Elisabeth tampak seperti telah menemukan harta karun, dia yang merupakan nyonya besar dari keluarga yang mampu mengguling langit itu tentu telah mencoba berbagai merk teh dari segala penjuru dunia tapi baru kali ini dia menemukan teh senikmat ini.

    ''Err..itu..itu.'' teh buatan saya sendiri oma.'' Shanara tampak malu-malu sambil menggaruk kepala yang tidak gatal itu.

   Mendengar Ucapan Shanara, nyonya Elisabeth tampak tidak percaya dengan pendengarannya sendiri, teh yang dia minum ini adalah buatan nya sendiri?''

    ''Oma jangan kaget.'' Saya bekerja di sebuah bar dan pekerjaan saya sehari-hari adalah meracik minuman, jadi saya sering berkreasi sendiri. Ucap Shanara menjelaskan.

    ''Kalau begitu kamu sangat berbakat Shanara.'' Setua ini baru pertama kali Oma minum teh senikmat ini. Puji nyonya Elisabeth dengan tulus.

    ''Ah oma bisa saja! Saya memang punya sedikit keterampilan di bidang meracik minuman oma, tapi.. saya sangat buruk dalam memasak,,! Shanara mengakui dia kurang pandai dalam hal memasak itu mengerucutkan bibirnya.

    Nyonya Elisabeth terkekeh sambil berkata ''Oh itu tidak masalah, asalkan kamu membuat teh seperti ini setiap hari untuk oma maka sebagai gantinya oma akan mengajarimu memasak sampai pintar.

     Dalam hati dia berharap bisa lebih dekat dengan Shanara. Dan jika gadis ini mau belajar memasak darinya itu akan sangat menyenangkan, Karena dia Elisabeth sangat suka memasak, Walau di rumah sudah memiliki beberapa pengurus rumah dan koki terkenal dan dia juga sudah jarang berada di dapur tapi hanya untuk sekedar menghibur diri yang sedang jenuh dia akan memasak. Walau usianya sudah tidak muda lagi tapi dia selalu membiasakan diri selalu aktive. Memasak adalah terapi baginya. Dia akan sangat senang jika Shanara tertarik.

    ''Wah benarkah oma,,? Mata Shanara tampak berbinar penuh semangat, dia sangat ingin bisa memasak, karena walau dia ahli dalam meracik minuman, tapi dalam hal makanan dia benar-benar payah.

    "Tentu saja! Di rumah Oma sering merasa kesepian dan bosan, Akan sangat menyenangkan jika kamu mau menemani Oma disana. Nyonya Elisabeth tampak sangat senang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status