Audrey menatap rapuh satu koper berukuran besar miliknya yang sudah tertata rapi barang-barang pribadinya. Terlihat mata Audrey sudah berembun nyaris mengeluarkan air mata. Namun, mati-matian Audrey menahan diri agar tak menangis.Audrey tahu apa yang dia lakukan adalah memang yang terbaik untuknya dan Xander. Selama ini sudah cukup dirinya memaksa Xander untuk bersama dengannya. Sekarang waktunya Audrey untuk membiarkan Xander hidup bahagia dengan wanita yang memang Xander cintai.Tatapan mata Audrey tanpa sengaja mulai teralih pada bingkai foto pernikahannya dan Xander yang terletak di atas meja. Audrey terdiam beberapa saat kala melihat bingkai foto itu.Audrey mengambil bingkai foto itu—dan menatap dalam foto pernikahanya dengan Xander. Senyuman di wajah Audrey pun terlukis samar. Meski wajah Xander begitu dingin tapi di foto terlihat bahwa mereka adalah pasangan berbahagia. Walau itu hanyalah sekedar foto tapi paling tidak Audrey memiliki kenangan dengan Xander.Hingga kemudian,
Aroma pengharum ruangan jasmine menyeruak ke di indra penciuman Audrey kala Audrey memasuki apartemen pribadi miliknya. Apartemen mewah dengan design klasik. Nuansa hitam dan abu-abu sangatlah teduh dan nyaman di mata.Audrey meletakan koper besar miliknya ke sudut ruangan. Lantas, Audrey duduk di sofa kamarnya seraya memejamkan mata lelah. Sungguh, Audrey terkadang tak menyangka harus kembali ke apartemen miliknya. Tapi, Audrey tak menyesali apa yang telah terjadi. Semua orang memiliki masa lalu. Andai saja tak ada hal seperti ini; maka Audrey akan terus memaksakan kehendaknya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Audrey mengambil ponselnya yang ada di dalam tas dan melihat ke layar—seketika Audrey terdiam melihat nomor Dakota—sepupunya terpampang di layar ponselnya. Audrey hendak mengabaikan panggilan itu tapi Audrey tak enak. Audrey takut kalau ada yang ingin Dakota katakan penting padanya.Kini Audrey pun memilih menggeser tombol hijau sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“
Xander memejamkan mata singkat dengan raut wajah begitu frustrasi. Beberapa kali, pria itu mengumpat kasar. Tak pernah Xander kalau kepergian Audrey membuatnya kosong dan hampa. Baru saja satu hari Audrey pergi tapi Xander sudah merasakan kehampaan.Setiap kali, Xander melihat ke kamar—pria itu selalu ingin mencari kebradaan Audrey. Senyuman hangat dan tulus Audrey selalu menyambut dirinya. Sekarang, senyuman itu telah lenyap tak lagi bisa Xander lihat.Xander tak mengerti ada apa dengan dirinya. Harusnya dia senang karena apa yang selama ini diinginkannya telah menjadi kenyataan. Xander tak perlu menunggu satu bulan untuk menceraikan Audrey. Karena sekarang, Audrey pun sudah melepasnya. Audrey tak lagi memaksakan hubungan mereka lagi.Namun, entah kenapa hati Xander menjadi sesak dan tak nyaman. Xander seperti merasa masuk ke dalam dunia mimpi. Dan ketika dia sadar—semua yang terjadi padanya bukanlah mimpi melainkan sebuah kenyataan.“Tuan Xander?” sang pelayan melangkah menghampiri
“Audrey, kau mau ke mana?” Dakota bertanya pada Audrey yang baru saja selesai bersiap-siap. Ya, sejak kemarin Dakota menginap di apartemen Audrey. Dakota tak bisa meninggalkan Audrey dalam keadaan seperti ini. Dakota takut terjadi sesuatu pada sepupunya itu.“Aku ingin ke depan sebentar, Dakota,” jawab Audrey pelan seraya memberikan senyuman hangat pada Dakota.Dakota menghela napas dalam. “Apa kau ingin menemui Xander?” tanyanya menduga.Pasalnya kejadian di mana kemarin Dakota memberitahu tentang vitamin yang Audrey konsumsi selama ini adalah pill penunda kehamilan, itu membuat Audrey lebih banyak diam. Pun Dakota tak ingin menyinggung-nyinggung lebih dalam. Bagaimanapun, Dakota tak ingin sepupunya semakin bersedih mengingat hal buruk.Audrey tersenyum berusaha untuk menguatkan diri. “Iya, jam tanganku ternyata tertinggal di apartemen Xander. Aku harus mengambilnya, Dakota.”“Apa kau ingin aku temani?” tawar Dakota yang tak tega membiarkan Audrey berangkat seorang diri.“Tidak usah,
Xander duduk di kursi kebesarannya dengan raut wajah begitu frustrasi. Dasi sudah longgar di lehernya. Wajah kusut. Rambut yang sedikit acak. Ini pertama kali Xander berpenampilan tak rapi.Pagi ini Xander lebih awal datang ke kantor. Meski raganya ada di kantor tapi Xander tak menyentuh pekerjaannya sedikit pun. Semua meeting dan pekerjaan diurus oleh asistennya. Pikiran kacau, Xander tak bisa mengerjakan pekerjaannya.Ya, berita tentang perceraian Xander dan Audrey telah tersebar di seluruh media. Berita itu berhasil menjadi trending topic menyita seluruh perhatian publik. Selama ini di hadapan media hubungan Xander dan Audrey begitu harmonis. Tak sesekali Audrey memposting fotonya berdua dengan Xander di sosial media.Banyak orang kerap menganggap Xander dan Aurey adalah ‘Couple Goals’. Meski foto kemesraan hanya ada di postingan sosial media Audrey tidak pada sosial media Xander, tapi publik tetap menilai hubungan Xander dan Audrey romantis. Sayangnya, apa yang ditampilkan di hada
Beberapa hari telah berlalu, Audrey menjalani kehidupannya berusaha normal seperti biasa. Hingga detik ini, Audrey belum datang ke kantornya. Bukan tidak mau, tapi Audrey menuruti permintaan ayah dan ibunya yang memintanya untuk tetap tinggal di apartemen. Kedua orang tua Audrey menginginkan Audrey untuk menenangkan diri dan tidak memikirkan pekerjaan sampai proses perceraiannya dengan Xander selesai.Tak pernah Audrey kira, dirinya mampu melewati hari-hari tanpa Xander. Walau hati Audrey begitu sakit dan sesak tapi paling tidak Audrey bisa menahan diri untuk tidak menghubungi Xander. Bertahan memang hal yang sulit tapi bukan berarti tidak mungkin.Dulu, setiap hari Audrey yang selalu menghubungi Xander. Bahkan meski Xander menolak panggilannya atau mengabaikan teleponnya, Audrey akan tetap menghubungi Xander melalui asisten pria itu.Audrey telah berjanji pada Xander tidak lagi mengganggunya. Pun Audrey tidak mau mengusik kebahagiaan Xander dan Serry. Sudah cukup keegoisannya membuat
Ruang kerja Xander nampak sangat berantakan. Jika biasanya Xander terkenal dengan selalu tertata rapi, kali ini berbeda. Wajah pun nampak sangat kusut. Layaknya memiliki masalah terberat dalam hidupnya.Xander yang harusnya bahagia, malah kini hidupnya menjadi tidaklah tenang.“Shit!” Xander melempar dokumen yang ada di tangannya ke atas meja.Berkali-kali Xander memaksa untuk otaknya memikirkan pekerjaan. Tapi hasilnya nihil. Bayang-bayang Audrey tak bisa lepas dari pikirannya. Yang tak bisa Xander lupakan adalah tangis Audrey dan perkataan Audrey yang tidak lagi mengganggunya. Semua itu benar-benar mengusik pikiran dan hati Xander hingga membuatnya tak bisa melakukan apa pun.Xander menarik dasinya yang sudah tak tertata rapi di lehernya. Lantas, pria itu mengambil ponselnya—dan menatap ke layar. Seketika Xander terdiam melihat layar ponselnya tak lagi ada panggilan telepon dan pesan masuk dari Audrey. Xander mengingat, dulu Audrey sering sekali menghubunginya dan mengirimkan pesan
“Audrey, katakan padaku siapa pria yang menyelamatkanmu tadi? Apa dia adalah pria yang dekat denganmu saat ini?” Dakota menatap Audrey dengan rasa penasaran.Sejak tadi Dakota memikirkan siapa pria yang menyelamatkan sepupunya itu dari kerumunan para wartawan. Seingat Dakota, selama ini Audrey tak memiliki teman pria. Kalaupuna ada pasti hanyalah rekan bisnis saja.“Jangan berbicara sembarangan, Dakota. Pria yang menolongku adalah Dylan. Dia teman baik Xander,” jawab Audrey memberitahu.“Teman baik Xander?” Kening Dakota mengerut, menatap bingung sekaligus terkejut. “Iya, Dylan adalah teman baik Xander di kuliah dulu,” jawab Audrey.Dakota terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Audrey. Padahal Dakota berharap pria yang menolong Audrey adalah pria yang dekat dengan Audrey. Tapi ternyata pria yang menolong Audrey adalah teman kuliah Xander.Hingga detik ini, Dakota tidak tahu wanita yang sekarang menjalin hubungan dengan Xander. Walau Dakota begitu penasaran namun tetap Dako