Home / Romansa / Belahan Jiwa / 23. Proton dan Neutron (2)

Share

23. Proton dan Neutron (2)

Author: Dela Tan
last update Last Updated: 2024-06-08 08:05:12

Mata Tristan menangkap sosok Tiara di pintu masuk. Dia menoleh ke kanan ke kiri, matanya mencari-cari. Tristan bangkit dari tempat duduk, hendak menghampirinya. Namun Tiara sudah melihatnya, jadi ia hanya melambai lalu kembali duduk. 

Tiara melangkah mendekati mejanya, dan mengempaskan tubuh di bangku di hadapannya. Tersenyum. Senyum yang menular karena ia jadi menarik bibirnya juga. Mereka berjabat tangan.

“Hai apa kabar? Maaf, pagi-pagi ternyata sudah macet. Sudah pesan?”

Tristan menggeleng. Menyodorkan menu yang sedari tadi ada di hadapannya.

“Belum. Aku sudah tahu mau pesan apa. Ini kamu pilih aja.”

Sementara Tiara menunduk membaca menu, Tristan memperhatikannya. Rambutnya yang hitam dibiarkan tergerai melewati bahu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Belahan Jiwa   68. Ekstra 5 - Be My Wife (2) The End

    “Hai… sweetheart senang sekali bertemu denganmu lagi,” Marcia memeluk Tiara erat, mencium pipinya kiri dan kanan. “Aduh, sudah berapa lama ini?” “Lima tahun?” Melihat Tiara mengacungkan tangannnya, Marcia membelalak. “Astaga! Waktu benar-benar tidak menunggu.” “Dan kamu…” Marcia menepuk lengan atas Tristan sambil mengernyit, berpura-pura marah. “Berani-beraninya membuat anakku menangis. Apa yang kamu lakukan padanya? Kamu harus menebusnya! Apakah kamu sudah minta maaf?” Tristan mengangkat kedua tangannya dengan sikap menyerah. “Ampun. Aku akan menebusnya seumur hidup. Aku berjanji, itu pertama dan terakhir aku membuatnya menangis. Mulai saat ini, aku hanya akan menyelimutinya dengan cinta. Hanya akan membuatnya tersenyum.” “Nah, itu baru benar!” Marcia masih mengerucutkan bibir. “Sudah kukatakan mataku tidak salah. Aku menangkap binar-binar cinta di mata kalian. Sekarang terbukti, bukan?” “Ya ya…” Tristan dan Tiara tertawa. “Itu juga sebabnya kami kembali ke sini, Tristan ingin

  • Belahan Jiwa   67. Ekstra 4 - Be My Wife (1)

    Jari Tristan menjalari seluruh lekuk tubuh Tiara, mereka berbaring berhadapan, belum kembali mengenakan pakaian yang berserakan di lantai, masih dipenuhi peluh, masih mengatur napas yang nyaris habis. Tadi Tristan bagai kesetanan, menggumuli Tiara sampai merintih, melenguh, berteriak, hingga suaranya habis. Dan kini, tubuh Tiara tergolek tak bertenaga. “Kamu kuat banget,” Tiara berbisik. “Padahal sudah tidak muda lagi.” Tristan tertawa, “Jangan menganggap remeh orang tua. Aku masih kuat kalau kamu mau nambah. Napasku panjang karena aku sering lari, full marathon 42 km. Bagaimana, masih mau lagi?” Tristan menggoda Tiara, memindahkan jarinya dan memutar-mutar di sekitar areolanya. Tiara menggedikkan bahu, “Rasanya tidak nyaman. Sepertinya lecet, kamu sih terlalu ganas.” “Akibat menahan lima tahun, sayang. Oh bukan, kalau menghitung dari kita kenal, sebenarnya tujuh tahun.” Tristan menggosokkan hidungnya ke hidung Tiara. “Jadi, mulai sekarang kamu harus siap aku sergap untuk dib

  • Belahan Jiwa   66. Ekstra 3 - Tak Akan Melepaskanmu

    “Meskipun telah berpisah, aku tidak langsung mencarimu. Aku ingin melihat apakah takdir akan kembali mempertemukan kita. Jika tidak, berarti kita memang tidak berjodoh, dan aku benar-benar akan menghapus segala harapan. Tetapi ternyata… kita kembali dipertemukan. Dan kali ini, aku tak akan melepaskanmu.” Tristan meremas tangan Tiara. “Tentu saja, jika kamu belum bertemu seseorang, dan jika kamu bersedia.” Tiara menunduk, jantungnya berdentum-dentum. “Waktu kamu ulang tahun, kita tidak berfoto. Sekarang, kita sudah bisa berfoto bersama.” Kata Tristan lagi. “Supaya aku bisa melihat bagaimana wajah kita berdua ketika berdampingan, dan aku bisa memandangainya ketika aku sendirian.” Wajah Tiara seketika merona. “Kamu kok jadi lebay begini, malu ah sudah tua.” Tiara kembali berusaha menarik tangannya, tetapi Tristan malah pindah tempat duduk dari depannya ke sebelahnya. “Melihat reaksi kamu, kamu pasti belum bertemu seseorang, dan kamu bersedia. Ya kan?” Di akhir kalimat, Tristan be

  • Belahan Jiwa   65. Ekstra 2 - Tak Ingin Lagi Kehilanganmu

    Berbeda dari biasanya, dimana Tiara hampir selalu hadir lebih dulu dan Tristan hampir selalu terlambat, kali ini, Tiara berjalan berlama-lama, ingin membiarkan Tristan menunggunya.Ia bahkan hampir menyesali telah setuju untuk menemuinya lagi, setelah susah payah membakar jembatan, sekarang jembatan itu akan dibangun kembali?Namun, kata-kata Tristan yang mengatakan ‘banyak yang ingin disampaikan’, telah menggelitik rasa penasarannya. Sebanyak apa? Apa yang dia pendam dalam lima tahun ini, dan mengapa harus disampaikan padanya? Bukankah semuanya telah selesai?Tiara tiba di depan Blue Elephant. Seorang penerima tamu menyambutnya dengan senyum ramah.“Selamat siang. Untuk berapa orang, Bu?”“Sepertinya teman saya sudah di sini,” Tiara agak melongokkan kepala. “Entah dia sudah sampai belum…”“Boleh saya cek namanya?”“Tristan.”Penerima tamu itu memeriksa daftar nama di meja, “Sudah datang, mari saya antar, Bu.” Dia berjalan mendahului Tiara.Tiara mengikutinya ke sebuah meja. Ini bahka

  • Belahan Jiwa   64. Ekstra 1 - Lima Tahun Kemudian

    Tiara berdiri di depan sebuah jendela lebar yang tirainya disingkapkan, menatap jajaran box berisi bayi-bayi yang terbaring di dalamnya.Kirana berdiri di sebelahnya, berjingkat-jingkat sambil memanjangkan leher.“Yang mana ya Mam?” Kirana bertanya.“Kayaknya yang itu tuh, yang ketiga dari kiri.” Tiara meletakkan telunjuknya di kaca.Kirana menoleh padanya, “Kok Mami milih yang itu?”“Soalnya merah sendiri. Yang lain pada kuning.” Tiara menjelaskan alasan akan bayi yang dipilihnya.Kirana kembali mengalihkan pandang ke box bayi itu, berusa

  • Belahan Jiwa   63. Kamu Adalah Luka Parut

    And if you should ask mewhich you are,my answer is -you are a scar. -Lang Leav-Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa cinta tidak selalu benar. Cinta bisa jatuh di waktu yang salah, pada orang yang keliru, dalam keadaan yang tidak tepat. Pun ketidakbenaran itu tak menutupi kenyataan bahwa cinta itu hadir. Tak pula lalu meniadakan keberadaannya, bagaimana keras pun itu berusaha disingkirkan, dihapus, dilupakan.Pada akhirnya, itu hanya bisa dibiarkan mereda, mengendap, terkikis bersama waktu. Jika itu tak juga lenyap, dan rasa sakitnya terus terasa, kesakitan itu justru membuatnya nyata. Bahwa cinta itu ada. Pernah ada.Sebab siapa yang bisa menjamin apakah sebuah cinta akan berlangsung selamanya. Atau hanya hadir sesaat. Bukan kemampuan kita untuk melepaskan atau terus menggenggamnya yang akan menentukan rentang waktu cinta, melainkan kedalamannya. Terlepas dari apakah cinta itu benar, atau salah.Tiara menelusuri percakapan-percakapan di layar ponselnya. Semua percakapan denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status