Share

Masa Lalu

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2025-08-27 05:46:23

Perlahan aku menoleh, dan benar saja, di antara deretan mobil yang terparkir di basement, sosok tinggi dengan jas yang kini sudah dilepas dan dasi yang longgar berdiri menatapku.

Dialah Devan.

Dia berjalan mendekat, langkahnya tenang, dengan sorot mata tajam yang tak pernah berubah sejak dulu.

"Cleo, apa kabar? Kamu masih inget aku, 'kan?"

Aku menelan ludah, mencoba meredam degup jantungku yang kian kencang.

"Iya, aku ingat. Kamu keliatan berbeda."

Senyum tipis pun tersungging di bibir Devan. Laki-laki yang usianya jauh lebih muda di bawahku itu, kini berjalan mendekat.

“Cleo, saat itu sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tapi ....”

Dadaku serasa diremas. Meskipun aku tak tahu apa yang akan dia katakan, tapi mungkin aku tahu ke mana arahnya.

"Saat itu kamu tiba-tiba pergi ....” Aku langsung memotong pembicaraannya, seolah tak ingin memberi kesempatan untuk membahas masa lalu.

Ada jeda hening yang panjang. Kudengar hembusan napasnya berat.

"Iya, saat itu aku yang udah janji, tapi aku nggak datang karena aku nggak mau ganggu kamu sama kekasihmu ....”

"Yang pernah terjadi dulu, cuma kesalahan pahaman. Kita udah bahagia dengan kehidupan masing-masing. Aku juga udah nikah. Jadi, sepertinya nggak usah membahas masa lalu."

Aku menggenggam kunci mobilku erat-erat, menunduk, mencoba mengatur napas.

“Permisi, aku pulang dulu."

Tanpa menunggu jawaban Devan, aku buru-buru masuk ke dalam mobil. Namun saat aku mulai menghidupkan mesin mobil, aku bisa melihat matanya yang masih menatapku penuh arti, tatapan yang tak pernah benar-benar berubah sejak dulu.

Aku mencoba bersikap biasa, seolah tak peduli dengan keberadaannya yang masih mematung. Mungkin, sikapku terlihat arogan. Namun, masa bodoh, aku hanya ingin bersikap profesional, aku cuma ingin berinteraksi sebagai atasan, dan bawah, tidak lebih.

Selain itu, aku juga merasa harus membatasi diri, karena aku sudah memiliki suami.

Aku pun melajukan mobil keluar dari basement, meninggalkan bayangan Devan yang masih berdiri di sana.

Kupikir, setelah menjauh darinya, aku jauh lebih tenang. Namun, begitu melewati portal keluar dan masuk ke jalan raya, pikiranku masih saja kacau. Perkataan Devan, dan masa lalu itu seketika menghantui kembali.

Riuhnya suara klakson yang bersahutan, dan gema degup jantungku sendiri, kian membuat fokusku pecah, hingga hampir saja menyenggol seorang pengendara motor.

Tak mau semakin kacau, aku pun bergegas menyalakan lampu sein dan menepikan mobil di pinggir jalan.

Napas kutarik dalam-dalam sepenuh dada, lalu kuhembuskan perlahan, berulang kali, berusaha menenangkan diri.

Keningku kutempelkan ke setir, sembari terus meyakinkan diri jika aku sudah menikah. Aku punya suami yang kucintai.

Aku memejamkan mata, membiarkan air mata jatuh. “Cleo, jangan bodoh, masa lalu yang pernah terjadi itu semua ketidaksengajaan karena terbawa suasana."

Pikiranku mendadak melayang ke masa lalu, malam yang tak pernah benar-benar hilang dari ingatan, meski sudah kucoba kubur dalam-dalam.

Kala itu ketika aku masih bertetangga dengan Devan. Malam di mana hujan, listrik mati mendadak, dan lorong gelap gulita. Aku panik, berdiri di depan pintu dengan lilin kecil di tangan. Lalu pintu di sebelah terbuka, menampilkan Devan sembari memegang senter dari ponselnya.

Dia mendekat, lalu tanpa banyak bicara menarikku masuk ke unit apartemennya. Lampu darurat kecil menyala redup di ruangan. Kami duduk berdua di lantai, beralaskan karpet tipis, sementara hujan deras mengetuk kaca jendela.

Aku masih ingat jelas detik demi detik yang kami lalui. Tatapannya waktu itu, begitu lembut. Lalu entah bagaimana, perbincangan ringan berubah menjadi diam panjang yang menegangkan. Malam itu, dalam temaram cahaya darurat, sesuatu yang romantis terjadi sesuatu di antara kami.

Sesuatu yang terlalu yang terlalu berbahaya untuk dilanjutkan. Karena saat itu, aku sudah berstatus sebagai tunangan Ethan.

Aku menutup mata sejenak, mencoba menepis ingatan itu. Namun, begitu sulit saat melihat sosoknya kembali hadir.

Setelah setengah jam aku termenung, akhirnya napasku mulai stabil. Dengan sisa tenaga, aku mengusap pipi, menegakkan tubuh, dan menggenggam setir, dan melakukan mobil.

Beberapa saat kemudian, akhirnya aku sudah sampai di rumah. Lampu teras sudah menyala, ini artinya suamiku sudah pulang terlebih dulu.

Suamiku memang sudah tak lagi bekerja. Saat ini, dia mengelola cafe yang dibangun, dengan modal yang dia dapatkan, saat bekerja di luar negeri selama beberapa tahun sebelum kami menikah.

Aku menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Aku harus terlihat tenang di depannya.

Begitu masuk, aroma masakan langsung menyambut. Suamiku sedang duduk di ruang makan, masih dengan pakaian rumah, menatapku sambil tersenyum hangat. “Akhirnya pulang juga, Sayang.”

Aku buru-buru membalas senyumnya, meski terasa kaku. “Iya, lumayan padat. Banyak briefing, jadi pulangnya agak telat.”

Dia bangkit, berjalan menghampiri, lalu meraih tas kerja dari tanganku. “Kamu pasti belum makan. Aku udah siapin makan malam. Yuk, kita makan bareng.”

Aku mengangguk, agar terlihat baik-baik saja. Meskipun rasanya aku tak berselera untuk makan.

“Gimana bos baru kamu? Orangnya ramah nggak?” tanya Mas Ethan dengan santai, dan raut wajah tenang.

Aku nyaris tersedak, tapi segera kuredam dengan senyuman setenang mungkin.

“Ya, cukup ramah, tegas, masih muda, dan semua orang masih menyesuaikan kinerjanya yang sedikit berbeda sama Pak Baskoro."

Suamiku mengangguk tanpa curiga, lalu sibuk menceritakan aktivitasnya hari ini di cafe. Aku hanya bisa mendengarkan, sesekali menimpali, dan terlihat antusias dengan ceritanya.

Akan tetapi, di balik senyum dan kata-kata tenangku, ada badai di dada yang sedang, dan hanya aku yang tahu betapa sulitnya situasi ini.

Duduk di hadapan suamiku, sekaligus laki-laki yang kucintai, sementara bayangan lelaki lain dari masa lalu masih membayang jelas di benakku.

"Oh ya sayang, besok ada reservasi party di cafe, kayaknya aku sibuk. Kalo sempet kamu yang ambil hasil tes kesehatan kita ya."

"Iya Mas ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Di Lift

    Aku spontan menoleh, meskipun ada rasa tegang menyergap.“Kita sudah sampai.”Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke luar jendela. Benar saja, mobil sudah berhenti di lokasi rapat yang disebutkan Pak Andra tadi.“Oh ....” Aku berusaha terdengar biasa, walau suaraku sedikit serak. “Baik.”Aku segera meraih tas, membuka pintu mobil. Seketika, angin luar menerpa wajahku, membawa sedikit kelegaan.Devan keluar lebih dulu, memberi isyarat singkat pada staf yang sudah menunggu, lalu berjalan mendahuluiku menuju pintu gedung.Aku menarik napas panjang, mengumpulkan ketenangan. "Profesional, Cleo. Ingat, kamu ada di sini untuk bekerja," batinku dalam hati Aku pun mengikuti di belakangnya, bersiap menghadapi rapat, dan juga menghadapi diriku sendiri.Begitu memasuki gedung, kami diarahkan ke lift untuk menuju ruang rapat di lantai atas. Aku melangkah masuk bersama Devan, hanya berdua kali ini, karena staf yang mengantar, harus menjemput rekan bisnis yang lain. Awalnya semua berjalan normal

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Meeting di Luar

    Pagi ini, aku duduk di depan meja rias cukup lama. Bedak tipis, dan lipstik samar sudah kupulas, tapi wajahku masih saja terlihat sendu. Semalaman aku hampir tak tidur, bukan hanya karena pikiranku sendiri yang kalut, tapi juga karena Mas Ethan. Dia sangat gelisah, berulang kali bangun, dan aku langsung memeluknya, mengusap punggungnya, sambil berusaha menenangkan. Aku paham bagaimana kondisi mentalnya yang cukup tertekan, dan juga amarah yang masih menggeloraAku menarik napas panjang, lalu bangkit dari meja rias, dan meraih tas kerja. Mas Ethan masih tertidur, wajahnya pun tampak letih. Sebelum pergi, aku sempat menatapnya lama dari ambang pintu kamar, ingin membangunkannya hanya untuk berkata aku berangkat dulu, tapi kuurungkan. Aku tak mau mengganggunya. Biarlah, dia butuh istirahat untuk menenangkan tubuh, dan jiwanya. Perjalanan menuju kantor pagi ini, terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin, sebenarnya sama seperti hari-hari kemarin. Hanya saja, otak dan hatiku terasa penu

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Map Cokelat

    Langit terlihat berwarna jingga keemasan, saat aku tiba di rumah. Bagiku, hari ini adalah hari terburuk yang pernah kualami.Sepintas aku menoleh ke arah garasi, dan tak melihat mobil suamiku terparkir di sana. Ini artinya, Mas Ethan belum pulang.Aku pun bergegas melangkah masuk ke rumah. Begitu pintu rumah tertutup rapat, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke sofa, lalu menangis.Tangisan yang mati-matian kutahan sejak berada di rumah sakit, dan di kantor.Sungguh rasanya begitu berat. Bekerja di tengah campur aduknya perasaan membuatku tak fokus. Namun, sebagai seorang budak corporate, aku bisa apa? Selain berusaha meredam gejolak emosional yang bergelayut di dada.Dengan tangan gemetar, aku meraih tas, menarik map cokelat. Map yang sejak siang tadi terasa seperti bom waktu di hidupku.Perlahan kubuka amplop itu kembali, meski aku tahu apa yang kulihat, hasilnya tak akan berubah.Mataku menelusuri tulisan dokter—hitam, tegas, dan kejam.“Azoospermia. Jumlah sperma: 0. Kualitas sperma

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Hasil Tes

    Pagi ini, saat berangkat ke kantor, aku berusaha sebisa mungkin terlihat biasa. Ketika berpamitan dengan Mas Ethan, wajah kubuat seceria mungkin, seperti tak ada beban. Meskipun sebenarnya dalam hati, aku berusaha menekan dalam-dalam semua gejolak yang masih tersisa sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Devan menemuiku di basement.Aku berharap dia sudah lupa jika kami pernah dekat, dan menganggap aku hanyalah sebatas kenangan tak berharga di masa lalu. Namun, harapan itu sepertinya berbanding terbalik dengan kenyataan. Dia masih mengingat semua itu, dan sepertinya ingin membahas kenangan yang ingin kukubur dalam-dalam. Sesampainya di kantor, aku berjalan cepat menuju kubikel. Menata meja, membuka laptop, serta menyiapkan dokumen yang harus kukerjakan.Namun, saat aku baru saja duduk, suasana yang tadinya penuh perbincangan ringan di antara karyawan sebelum bekerja, mendadak sedikit heningBeberapa karyawan mulai membetulkan postur tubuh, sebagian lagi sengaja menunduk dengan pura-p

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Masa Lalu

    Perlahan aku menoleh, dan benar saja, di antara deretan mobil yang terparkir di basement, sosok tinggi dengan jas yang kini sudah dilepas dan dasi yang longgar berdiri menatapku.Dialah Devan.Dia berjalan mendekat, langkahnya tenang, dengan sorot mata tajam yang tak pernah berubah sejak dulu."Cleo, apa kabar? Kamu masih inget aku, 'kan?" Aku menelan ludah, mencoba meredam degup jantungku yang kian kencang."Iya, aku ingat. Kamu keliatan berbeda."Senyum tipis pun tersungging di bibir Devan. Laki-laki yang usianya jauh lebih muda di bawahku itu, kini berjalan mendekat. “Cleo, saat itu sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tapi ....”Dadaku serasa diremas. Meskipun aku tak tahu apa yang akan dia katakan, tapi mungkin aku tahu ke mana arahnya."Saat itu kamu tiba-tiba pergi ....” Aku langsung memotong pembicaraannya, seolah tak ingin memberi kesempatan untuk membahas masa lalu. Ada jeda hening yang panjang. Kudengar hembusan napasnya berat. "Iya, saat itu aku yang udah janji, ta

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Aku mengenalnya

    Beberapa saat kemudian, kasak-kusuk di antara karyawan kian kencang ketika sebuah mobil mewah berwarna hitam perlahan berhenti tepat di depan lobby gedung.Ketika pintu terbuka, serentak semua mata karyawan tertuju pada sosok yang keluar dari mobil tersebut. Aku pun ingin melihatnya. Namun, karena jarak yang masih cukup jauh, aku belum bisa melihat dengan jelas.“Itu bos baru kita?” bisik seseorang di sampingku."Iya, itu Pak Adrian Devan Pratama."Mendengar nama itu disebut kembali, otakku seketika berpikir keras, sembari mengingat lembar demi lembar masa lalu yang pernah kulewati. Entah mengapa nama itu, sepertinya tak asing. Namun, pernah terpatri di sudut ingatan. Seiring berjalannya sosok Adrian menuju gedung, akhirnya dari balik kerumunan, aku bisa melihat sosok tersebut.Akan tetapi, saat melihat sosok itu, seketika mataku terbuka lebar, diiringi tanda tanya yang menyeruak di dalam dada. Rasanya, aku tak percaya, siapa laki-laki yang menjadi bosku.Namun, mataku tak mungkin sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status