Share

Hanya Pelampiasan

Rania terisak di tepi ranjang, pagi itu dia terbangun dalam keadaan tidak berbusana di bawah selimut bersama Andra di sebelahnya. Rania semakin terisak saat rasa sakit itu seperti menghancurkan seluruh hidupnya. Bagaimana bisa Rania tidak mengingat apa pun yang terjadi?

"Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab kalau kamu sampai hamil. Tunggu dua bulan lagi, aku harus menunggu sampai wisuda," ucap Andra.

Tangan Andra telulur untuk mengelus surai Rania, tetapi dengan cepat Rania mengelak, ia merasa jijik dengan Andra dan juga dengan dirinya sendiri. Ia sudah kotor, kesucian yang ia jaga selama ini harus direnggut oleh orang yang begitu ia percaya.

"Jangan sentuh aku, Mas."

Rania berdiri setelah mengambil bajunya yang berserakan, ia berjalan menuju kamar mandi dengan selimut yang membelit badannya.

Rania menggosok badannya dengan kasar. Ia bahkan menjambak rambutnya. Ia terisak di bawah guyuran air shower.

Selesai mandi ia segera keluar, air mata terus mengaliri pipinya. Andra sudah berpakaian lengkap dan bersiap mengantar Rania.

"Aku harus pulang," ucap Rania terbata.

"Maafkan aku Ran, aku beneran khilaf. Bersabarlah dulu, aku pasti menikahimu. Sekarang biar aku antar pulang ya."

Rania menggeleng dengan kuat. Menikah? Membayangkannya saja dia belum pernah. Rania masih ingin membahagiakan ibunya.

"Biarkan aku pulang sendiri, Mas, aku butuh waktu sendiri," iba Rania, "aku mohon."

Andra berhenti dari langkahnya mendekati Rania, ia membiarkan Rania pergi sendirian.

"Kamu ada uang?" tanya Andra sebelum Rania membuka pintu hotel.

"Punya," jawab Rania singkat. Ia lalu segera berlari meninggalkan Andra. Kenyataan ini masih seperti mimpi bagi Rania.

"Makasih, Kak, aku sudah puas bisa hancurin hidupnya. Dia hanya perempuan biasa. Bagaimana bisa lelaki yang kusukai begitu tergila-gila padanya. Aku nggak akan biarin dia hidup bahagia," ucap Sinta.

"Kamu bener-bener licik, dia sahabatmu tapi kamu tega hancurin hidupnya. Jangan memaksaku melakukan ini lagi, dua bulan lagi aku akan melamar Sania."

"Tenang aja, hiduplah bahagia sama Kak Sania. Biar dia jadi urusanku," ucap Sinta.

Sinta begitu puas karena sudah membalas dendamnya pada Rania. Bagi Sinta, teman pengkhianat seperti Rania memang pantas dihancurkan hidupnya.

**Ai**

Rania tidak pulang ke rumah, ia pulang ke tempat kosnya. Sudah delapan bulan ini ia bekerja di koperasi, terletak di luar kota membuat Rania harus mengekos. Selama ini ia begitu menjaga diri, tidak pernah sekali pun ia pergi dengan seorang lelaki. Selama ini Sinta yang begitu rajin mengunjunginya, selain sahabat mereka juga bertetangga. Karena hal itu pula Rania setuju saat sinta menjodohkannya dengan sang Kakak.

Dengan alasan Andra dan Sinta adalah anak seorang pejabat, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan hubungan.

Sudah dua bulan lamanya Rania dan Andra menjalin hubungan. Selama itu pula mereka berpacaran jarak jauh. Rania sibuk dengan pekerjaannya, sementara Andra sibuk dengan pekerjaannya. Mereka hanya akan bertemu kalau Rania pulang.

Sinta selalu menemani setiap pertemuan itu, karena itu adalah keinginan Rania. Rania tidak ingin terjebak dalam dunia bebas. Ia ingin menjaga diri dari kenakalan remaja yang akan membuatnya menyesal suatu saat nanti.

Siapa yang menyangka, ia akan kehilangan mahkota malam itu. Pesta ulang tahun Sinta ternyata awal sebuah bencana. Bukannya bahagia, ia justru nelangsa. Ternyata itu semua memang sudah direncanakan oleh Andra dan Sinta.

Rania menumpahkan segala rasa sakitnya, sakit di badan tidak seberapa dibanding sakit hatinya. Orang yang ia sayangi dan begitu ia percaya tega menghancurkan hidupnya.

Rania hancur. Bagaimana kalau ia hamil, apa yang akan ia sampaikan pada ibunya? Bagaimana kalau orang tua Andra tidak menyetujui hubungan mereka? Bukankah kalangan biasa memang sangat sulit berhubungan dengan kalangan berada?

**Ai**

Dua bulan berlalu, Rania sudah bersiap menghadiri wisuda sang kekasih. Dua hari yang lalu ia sudah memberitahu sang kekasih bahwa ia tengah mengandung, Andra berjanji akan bertanggung jawab dan akan memberitahu orang tuanya setelah wisuda nanti.

"Datang ke acara wisudaku. Aku akan ngomong sama Mama dan Papa," ujar Andra tadi pagi.

"Bagaimana kalau mereka nggak setuju?"

"Kamu tenang aja, nanti aku yang jelasin. Lagian, selama ini Mama sama Papa udah baik sama kamu, kan. Jadi nggak perlu takut," ujar Andra meyakinkan.

"Setelah itu bantu aku jelasin sama Ibu. Aku takut," ucap Rania.

"Pasti. Sekarang aku mau siap-siap dulu. Aku bakal sibuk banget, jadi jangan hubungin aku. Kamu langsung dateng aja ke kampus," jelas Andra lalu mematikan sambungan setelah berpamitan.

Rania datang sendiri ke kampus Andra. Ia naik ojek langganannya. Rania tampil cantik dengan kebaya brokat dengan bawahan rok batik. Sangat serasi dengan rambut yang tertata rapi.

Rania berhenti di pelataran gedung saat melihat sang kekasih tengah menggandeng seorang wanita cantik, mereka terlihat begitu mesra.

"Loh, Rania. Datang juga ternyata, mau foto bareng?" tanya Widya, ibu Andra.

"Nggak, Bu, di sini aja. Mas Andra sama siapa, Bu?"

"Oh itu, tunangannya Andra. Kamu belum kenal? Dia Sania, anak temennya Om," penjelasan Widya membuat Rania lemas, beruntung ia sudah duduk di bangku, "Ibu ke sana dulu ya, sebentar lagi Sinta dateng, tunggu aja."

Rania termenung, apa yang sebenarnya terjadi?

"Kenapa? Kaget?" Sinta duduk di sebelah Rania, "dia calon istri Kak Andra, mereka sudah berpacaran dua tahun dan bakal menikah dua bulan lagi."

"Maksud kamu?" Rania terkejut dengan ucapan Sinta, lalu selama ini dia dianggap apa?

"Ini semua salah kamu, kamu godain cowok yang aku suka sampai dia berani nolak aku. Sekarang aku puas bisa bikin hidup kamu hancur, aku yang masukin obat tidur ke minuman kamu waktu itu," ucap Sinta. Ia masih melanjutkan ucapannya, "kamu harus gugurin anak itu dan jangan berani-berani buka rahasia ini, kalau kamu nekad, aku bakal batalin pernikahan kakak kamu. Semua itu mudah buat aku."

Rania pergi dari sana tanpa sepatah kata, satu lagi orang yang ia percaya tega mengkhianatinya. Sempat berpikir untuk bunuh diri, tapi ia sadar sudah banyak kesalahan yang ia perbuat.

Sampai di rumah ia dikejutkan dengan amarah sang ibu, "kamu hamil, sama siapa?"

Rania hanya diam.

"Jawab, anak siapa?" Melihat Rania hanya diam, amarah sang ibu semakin menjadi, "anak tidak tau diri! Hanya bisa membuat malu. Orang tua Roni mau batalin pernikahan Roni dan kakakmu kalau kamu nggak pergi dari rumah, apa yang akan kamu lakuin?"

"Maaf, Bu."

"Ibu tidak hanya butuh maaf, siapa yang hamilin kamu?" Ibunya masih memaksa, sementara Rania masih diam, "atau kamu godain suami orang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status