Share

Hanya Pelampiasan

Author: Ai Ueo
last update Last Updated: 2023-01-15 22:56:52

Rania terisak di tepi ranjang, pagi itu dia terbangun dalam keadaan tidak berbusana di bawah selimut bersama Andra di sebelahnya. Rania semakin terisak saat rasa sakit itu seperti menghancurkan seluruh hidupnya. Bagaimana bisa Rania tidak mengingat apa pun yang terjadi?

"Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab kalau kamu sampai hamil. Tunggu dua bulan lagi, aku harus menunggu sampai wisuda," ucap Andra.

Tangan Andra telulur untuk mengelus surai Rania, tetapi dengan cepat Rania mengelak, ia merasa jijik dengan Andra dan juga dengan dirinya sendiri. Ia sudah kotor, kesucian yang ia jaga selama ini harus direnggut oleh orang yang begitu ia percaya.

"Jangan sentuh aku, Mas."

Rania berdiri setelah mengambil bajunya yang berserakan, ia berjalan menuju kamar mandi dengan selimut yang membelit badannya.

Rania menggosok badannya dengan kasar. Ia bahkan menjambak rambutnya. Ia terisak di bawah guyuran air shower.

Selesai mandi ia segera keluar, air mata terus mengaliri pipinya. Andra sudah berpakaian lengkap dan bersiap mengantar Rania.

"Aku harus pulang," ucap Rania terbata.

"Maafkan aku Ran, aku beneran khilaf. Bersabarlah dulu, aku pasti menikahimu. Sekarang biar aku antar pulang ya."

Rania menggeleng dengan kuat. Menikah? Membayangkannya saja dia belum pernah. Rania masih ingin membahagiakan ibunya.

"Biarkan aku pulang sendiri, Mas, aku butuh waktu sendiri," iba Rania, "aku mohon."

Andra berhenti dari langkahnya mendekati Rania, ia membiarkan Rania pergi sendirian.

"Kamu ada uang?" tanya Andra sebelum Rania membuka pintu hotel.

"Punya," jawab Rania singkat. Ia lalu segera berlari meninggalkan Andra. Kenyataan ini masih seperti mimpi bagi Rania.

"Makasih, Kak, aku sudah puas bisa hancurin hidupnya. Dia hanya perempuan biasa. Bagaimana bisa lelaki yang kusukai begitu tergila-gila padanya. Aku nggak akan biarin dia hidup bahagia," ucap Sinta.

"Kamu bener-bener licik, dia sahabatmu tapi kamu tega hancurin hidupnya. Jangan memaksaku melakukan ini lagi, dua bulan lagi aku akan melamar Sania."

"Tenang aja, hiduplah bahagia sama Kak Sania. Biar dia jadi urusanku," ucap Sinta.

Sinta begitu puas karena sudah membalas dendamnya pada Rania. Bagi Sinta, teman pengkhianat seperti Rania memang pantas dihancurkan hidupnya.

**Ai**

Rania tidak pulang ke rumah, ia pulang ke tempat kosnya. Sudah delapan bulan ini ia bekerja di koperasi, terletak di luar kota membuat Rania harus mengekos. Selama ini ia begitu menjaga diri, tidak pernah sekali pun ia pergi dengan seorang lelaki. Selama ini Sinta yang begitu rajin mengunjunginya, selain sahabat mereka juga bertetangga. Karena hal itu pula Rania setuju saat sinta menjodohkannya dengan sang Kakak.

Dengan alasan Andra dan Sinta adalah anak seorang pejabat, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan hubungan.

Sudah dua bulan lamanya Rania dan Andra menjalin hubungan. Selama itu pula mereka berpacaran jarak jauh. Rania sibuk dengan pekerjaannya, sementara Andra sibuk dengan pekerjaannya. Mereka hanya akan bertemu kalau Rania pulang.

Sinta selalu menemani setiap pertemuan itu, karena itu adalah keinginan Rania. Rania tidak ingin terjebak dalam dunia bebas. Ia ingin menjaga diri dari kenakalan remaja yang akan membuatnya menyesal suatu saat nanti.

Siapa yang menyangka, ia akan kehilangan mahkota malam itu. Pesta ulang tahun Sinta ternyata awal sebuah bencana. Bukannya bahagia, ia justru nelangsa. Ternyata itu semua memang sudah direncanakan oleh Andra dan Sinta.

Rania menumpahkan segala rasa sakitnya, sakit di badan tidak seberapa dibanding sakit hatinya. Orang yang ia sayangi dan begitu ia percaya tega menghancurkan hidupnya.

Rania hancur. Bagaimana kalau ia hamil, apa yang akan ia sampaikan pada ibunya? Bagaimana kalau orang tua Andra tidak menyetujui hubungan mereka? Bukankah kalangan biasa memang sangat sulit berhubungan dengan kalangan berada?

**Ai**

Dua bulan berlalu, Rania sudah bersiap menghadiri wisuda sang kekasih. Dua hari yang lalu ia sudah memberitahu sang kekasih bahwa ia tengah mengandung, Andra berjanji akan bertanggung jawab dan akan memberitahu orang tuanya setelah wisuda nanti.

"Datang ke acara wisudaku. Aku akan ngomong sama Mama dan Papa," ujar Andra tadi pagi.

"Bagaimana kalau mereka nggak setuju?"

"Kamu tenang aja, nanti aku yang jelasin. Lagian, selama ini Mama sama Papa udah baik sama kamu, kan. Jadi nggak perlu takut," ujar Andra meyakinkan.

"Setelah itu bantu aku jelasin sama Ibu. Aku takut," ucap Rania.

"Pasti. Sekarang aku mau siap-siap dulu. Aku bakal sibuk banget, jadi jangan hubungin aku. Kamu langsung dateng aja ke kampus," jelas Andra lalu mematikan sambungan setelah berpamitan.

Rania datang sendiri ke kampus Andra. Ia naik ojek langganannya. Rania tampil cantik dengan kebaya brokat dengan bawahan rok batik. Sangat serasi dengan rambut yang tertata rapi.

Rania berhenti di pelataran gedung saat melihat sang kekasih tengah menggandeng seorang wanita cantik, mereka terlihat begitu mesra.

"Loh, Rania. Datang juga ternyata, mau foto bareng?" tanya Widya, ibu Andra.

"Nggak, Bu, di sini aja. Mas Andra sama siapa, Bu?"

"Oh itu, tunangannya Andra. Kamu belum kenal? Dia Sania, anak temennya Om," penjelasan Widya membuat Rania lemas, beruntung ia sudah duduk di bangku, "Ibu ke sana dulu ya, sebentar lagi Sinta dateng, tunggu aja."

Rania termenung, apa yang sebenarnya terjadi?

"Kenapa? Kaget?" Sinta duduk di sebelah Rania, "dia calon istri Kak Andra, mereka sudah berpacaran dua tahun dan bakal menikah dua bulan lagi."

"Maksud kamu?" Rania terkejut dengan ucapan Sinta, lalu selama ini dia dianggap apa?

"Ini semua salah kamu, kamu godain cowok yang aku suka sampai dia berani nolak aku. Sekarang aku puas bisa bikin hidup kamu hancur, aku yang masukin obat tidur ke minuman kamu waktu itu," ucap Sinta. Ia masih melanjutkan ucapannya, "kamu harus gugurin anak itu dan jangan berani-berani buka rahasia ini, kalau kamu nekad, aku bakal batalin pernikahan kakak kamu. Semua itu mudah buat aku."

Rania pergi dari sana tanpa sepatah kata, satu lagi orang yang ia percaya tega mengkhianatinya. Sempat berpikir untuk bunuh diri, tapi ia sadar sudah banyak kesalahan yang ia perbuat.

Sampai di rumah ia dikejutkan dengan amarah sang ibu, "kamu hamil, sama siapa?"

Rania hanya diam.

"Jawab, anak siapa?" Melihat Rania hanya diam, amarah sang ibu semakin menjadi, "anak tidak tau diri! Hanya bisa membuat malu. Orang tua Roni mau batalin pernikahan Roni dan kakakmu kalau kamu nggak pergi dari rumah, apa yang akan kamu lakuin?"

"Maaf, Bu."

"Ibu tidak hanya butuh maaf, siapa yang hamilin kamu?" Ibunya masih memaksa, sementara Rania masih diam, "atau kamu godain suami orang?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Yang Kau Tanam   Anak Kembar mengakhiri cerita

    "Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen

  • Benih Yang Kau Tanam   Terlalu awal

    Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal

  • Benih Yang Kau Tanam   Adik?

    "Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan

  • Benih Yang Kau Tanam   Tanda-tanda

    "Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva

  • Benih Yang Kau Tanam   Jeruji besi

    Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,

  • Benih Yang Kau Tanam   Balasan

    "Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status