Share

Bab 2. Tempat baru

"Sepertinya tidak ada di sini, Ma," ucap Shella, sesaat setelah mereka menggeledah kamar Nyonya Risma.

"Ya sudah, ayo keluar!" seru Nyonya Risma berlalu keluar bersama Shella.

Aletta masih di dalam lemari besar, bersembunyi di antara rentetan baju yang tergantung rapi. Gadis itu mulai bernapas lega saat mendengar suara derap kaki yang semakin jauh dari tempatnya saat ini. Perlahan secara mengendap-endap ia membuka pintu lemari itu.

Ia melongokkan kepalanya dari balik lemari, pandangannya begitu awas mengamati sekitar. Menyadari keadaan sudah aman, bergegas Aletta keluar dari persembunyiannya. Bagaimanapun ia harus bisa pergi secepat mungkin dari sana.

Masa depan Aletta masih sangat jauh, tidak mungkin ia mengorbankan begitu saja masa depannya demi keluarga yang kejam dan serakah. Sedangkan di luar sana ada secercah harapan indah yang sedang menantinya, meski harus berjuang keras hidup terluntang-lantung tak tentu arah.

Aletta berjalan mengendap-endap lewat belakang. Namun, Aletta merasa ada yang aneh. Keadaan rumah benar-benar hening, kemana perginya semua orang?

Kreekkk!

Gadis berparas cantik dan berlesung pipi itu tersenyum saat berhasil membuka pintu belakang, tapi baru dua langkah dari pintu, tiba-tiba ....

Brukkkk!

Aletta terjerembab saat ada seseorang yang memukulnya dari belakang. Pandangannya samar-samar menatap dua orang yang tengah tersenyum sinis ke arahnya.

"To ... long," lirih Aletta, kemudian ia mulai hilang kesadaran.

---------

Cahaya kuning keemasan yang menyusup masuk melalui celah-celah kecil, mengusik tidur gadis muda yang terduduk bersandar pada dinding. Ia segera terbangun dan mengerjap beberapa kali.

Matanya terbelalak ketika menyadari bahwa kaki dan tangannya terikat oleh rantai besi yang dingin. Keadaan ini menghancurkannya, dan air mata pun mengalir tak terbendung. Rasanya seakan takdir sedang bermain-main dengannya.

"Ibu, Ayah, kenapa kalian tega meninggalkan aku sendirian di dunia yang kejam ini. Aku ingin ikut kalian," gumam Aletta masih dengan air mata bak menganak sungai.

Dalam keadaan putus asa, Aletta mulai teringat akan sosok Ibu dan Ayahnya yang jauh di sana. Ia tidak bisa membagi keluh kesahnya pada mereka, hanya doa yang mengalir dari hatinya sebagai obat pelipur lara, atas kerinduan yang tak terbalaskan itu.

Dalam keheningan yang menyiksa, ia berdoa agar mendapat kekuatan dan ketabahan hati.

Aletta menghela napas panjang, matanya yang sembab memindai sekitaran tempatnya saat ini. Ruangan yang begitu tak asing lagi baginya. Sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman kecil, mentertawakan nasibnya yang menyedihkan dalam keadaan tak berdaya dan tidur di gudang.

Suara derit pintu terbuka, mengalihkan perhatian gadis muda itu untuk menoleh. Marah, kecewa, sekaligus sedih itulah yang Aletta rasakan ketika memandangi sosok dua wanita yang selama ini dianggapnya sebagai keluarga.

Wajah tak berdosa dari dua wanita itu semakin menyalakan kobaran api amarah dalam diri Aletta, tapi gadis muda itu bisa apa? Ia bahkan tak memiliki kekuatan untuk melawan.

"Tolong lepaskan aku, Ma," iba Aletta pada Nyonya Risma.

"Tidak semudah itu Aletta. Kau itu adalah alat untuk mencapai tujuan kami," seru Nyonya Risma tersenyum sinis.

"Kenapa kalian begitu kejam padaku."

Nyonya Risma maju selangkah lebih dekat dengan Aletta, kemudian berjongkok di hadapan anak tirinya. Tanpa belas kasih, Nyonya Risma menarik kasar rambut Aletta. Gadis itu hanya meringis menahan kepalanya yang berdenyut sakit, atas perlakuan Mama tirinya.

"Jangan sekalipun untuk membantah perkataanku," desis Nyonya Risma penuh penekanan.

Manik indah milik Aletta tak henti mengeluarkan air mata, menumpahkan rasa sakit yang begitu dalam atas perlakuan tidak adil dari Mama tirinya. Ketidakberdayaan begitu membebani hatinya.

"Sudahlah, Aletta. Jangan keras kepala sebaiknya kau itu menurut saja dengan perkataan kami," seru Shella menyunggingkan senyum kemenangan.

"Kenapa tidak kalian habisi saja aku! Biar kalian puas," ucap Aletta dengan suara bergetar.

Nyonya Risma dan Shella sontak tertawa keras, menganggap jika ucapan Aletta adalah hal bodoh yang mereka dengar.

"Kau tenang saja Aletta, jika saatnya sudah tiba dan kami tidak membutuhkan kau lagi. Maka dengan senang hati aku sendiri yang akan menghabisimu," seru Shella masih tertawa.

Tiba-tiba satpam yang bekerja di rumah itu datang bersama seorang wanita paruh baya.

"Nyonya, ini Lasmi tetangga saya dari kampung yang akan bekerja di sini," tutur Bahar, satpam rumahnya.

Nyonya Risma memindai penampilan wanita bernama Lasmi itu, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Penampilan yang sangat sederhana memakai gamis lusuh serta hijab instan.

"Sangat kampungan," gumam Nyonya Risma menatap rendah pembantu barunya itu.

Lasmi hanya diam menunduk, tidak berani sekali pun membalas tatapan majikannya. Sesekali wanita paruh baya itu mencuri pandang ke arah Aletta.

"Ya sudah, saya terima kamu kerja di sini," ujar Nyonya Risma, "Tapi ingat! Saya paling tidak suka dengan orang yang jorok. Jadi mulai sekarang kamu harus berpenampilan bersih."

"Ba ... baik, Nyonya," sahut Lasmi masih dengan menundukkan kepalanya.

"Mulai sekarang, jaga gadis ini dengan baik. Usahakan dia makan secara teratur!" titah Nyonya Risma seraya menunjuk ke arah Aletta berada.

Meski banyak pertanyaan yang menumpuk di benak Lasmi, namun wanita yang mendekati hari senja itu tidak berani ikut campur urusan sang majikan. Lasmi hanya mengangguk tanda mengerti.

"Ayo Shella, kita pergi!" ajak Nyonya Risma pada Shella. Ia tidak ingin membuang waktunya untuk menjalankan rencana selanjutnya.

"Selamat tinggal Aletta ... semoga kau suka dengan tempat barumu ini." Shella tertawa mengejek sebelum pergi dari sana.

Aletta hanya menatap punggung Mama dan Kakak tirinya yang semakin menjauh dari balik pintu gudang. Tempat yang sangat kotor, gelap dan tidak layak untuk gadis itu. Beberapa perabotan yang tidak terpakai masih memenuhi ruangan tersebut.

Aletta menunduk, merenungi kembali kisah hidupnya yang begitu suram. Air matanya bagaikan lautan yang tidak ada habisnya, meski ia tumpahkan sedari tadi.

Tak lama kemudian, ekor mata gadis itu menemukan sesuatu yang ada di bagian pojok ruangan. Kaca berukuran sedang yang tersisa setengah itu menjadi incaran Aletta saat ini. Sekuat tenaga ia menyeret tubuhnya agar lebih dekat dengan benda tersebut.

Walau cukup sulit menjangkau, tetapi gadis itu berhasil mendekati pecahan kaca tersebut. Ia mencoba meraih dengan tangan yang masih terikat rantai besi.

Kekuatan dan kepercayaan dalam diri gadis itu perlahan terkikis, rasa putus asa dan pikiran buruk mulai tertanam di hatinya.

Ada sedikit senyum saat tangannya berhasil memegang kaca tersebut, senyum bercampur luka. Aletta merasa dunia tak pantas untuknya, bayangan indah bertemu kedua orang tuanya sudah menari-nari di pelupuk matanya.

"Ibu, Ayah, tunggu aku akan menyusul kalian. Kita bisa kumpul bersama lagi," lirih Aletta tampak bahagia dan tidak ada keraguan sedikit pun yang terpancar di wajahnya.

Tiba-tiba ....

Pranggg!!

Kaca itu berhasil dipecahkan oleh Aletta, ia mengambil sebagian potongan kaca yang berserahkan di lantai.

"Maafkan aku Tuhan, izinkan aku berkumpul dengan kedua orang tuaku."

Sretttttt!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status